Nampeken Tulan-Tulan atau yang lazim dikenal dengan mengangkat tulang-tulang merupakan salah satu tradisi di Karo. Kata Nampeken dalam bahasa Karo berarti mengambil atau mengumpulkan kembali, sedangkan Tulan-Tulan berarti tulang-tulang sisa dari jenazah yang telah lama meninggal atau skeletons. Kegiatan tersebut merupakan satu dari sekian banyak upacara adat Karo sebagai wujud penghormatan kepada orang tua ataupun leluhur pendahulu.
Proses nampeken tulan-tulan berawal dari pembongkaran makam/kuburan yang lama hingga dipindahkan ke makam yang baru atau lebih baik/layak. Dalam hal ini, Rakut si telu atau sistem kekeluargaan dalam Suku Karo yang terdiri atas Sukut, Kalimbubu, dan Anak Beru menjadi penentu dimulainya adat.
Sukut merupakan sekelompok (marga) orang yang satu kata dengan kita dalam suatu permusyawaratan adat (runggun), atau dengan kata lain orang-orang yang bersaudara dengan kita. Kalimbubu merupakan sekelompok (marga),yang anak perempuannya kita nikahi atau dengan kata lain kalimbubu adalah pemberi dara bagi keluarga (marga) tertentu.Terkadang Kalimbubu ini sering disebut juga dengan “Dibata Ni Idah” (Tuhan yang kelihatan), karena kedudukannya sangat dihormati.
Sedangkan Anak Beru adalah sekelompok (marga) yang menikahi anak perempuan kita atau dengan kata lain Anak Beru adalah sekelompok (marga) orang yang mengambil istri dari kelompok (marga) kita. Dalam suatu Pesta adat Karo, kelompok yang termasuk ke dalam Kelompok Anak Beru ini mempunyai tugas di dapur atau dengan kata lain kelompok yang bertugas sebagai penanggung jawab dapur dalam suatu pesta adat. Ketiga elemen keluarga tersebut yang menjalankan peradatan mulai dari pengambilan tulang-tulang dari makam, acara adat di wisma hingga pemakaman kembali ke makam baru.
Anda punya koleksi foto jalan-jalan yang keren, liburan tak terlupakan, atau foto indah penuh makna?
Kirim foto-foto Anda untuk tampil di GALERIMU SINDOnews.com