Sebagian besar perajin atau pengusaha UMKM batik kini menerapkan pewarnaan alami pada batiknya, termasuk perajin batik di Cirebon, Jawa Barat. Pewarnaan alami pada batik memang tidak efisien, karena prosesnya membutuhkan waktu yang lama dan tentu biaya produksinya tinggi. Pewarnaan alami kembali digunakan oleh para perajin tradisional karena mereka sadar jika menggunakan pewarna kimia sangat berbahaya bagi kesehatan. Selain tidak ramah lingkungan, juga warna cepat pudar. Para perajin menggunakan tumbuh-tumbuhan yang bisa menghasilkan warna, biasanya diambil dari daunnya, batang atau kayu, kulit buah atau biji. Misalnya serabut kelapa bisa menghasilkan warna coklat atau marun, daun mangga untuk warna hijau, sementara warna kuning bisa dihasilkan dari kayu nangka dan putri malu. Ada juga penggunaan kulit buah rambutan, kayu merah, kayu mahoni dan sebagainya. Untuk memperkuat warna, bisa menggunakan tiga bahan lain, yakni tawas, kapur dan tunjung yang disesuaikan dengan jenis warnanya. Produk batik hasil dari perajin yang didominasi kaum hawa di daerah Cirebon rata-rata masuk ke Pasar Batik Trusmi. Pengusaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang bergerak di bidang batik tulis ini telah menjadikan Cirebon sebagai sentral batik dengan pewarnaan alami yang cukup terkenal. Harga batik dijual sekitar Rp100 ribu hingga puluhan juta rupiah.
Anda punya koleksi foto jalan-jalan yang keren, liburan tak terlupakan, atau foto indah penuh makna?
Kirim foto-foto Anda untuk tampil di GALERIMU SINDOnews.com