Bahas Keamanan Digital, Menkominfo Ajak Kolaborasi Multipihak Lindungi Warganet
Jum'at, 17 September 2021 - 06:50 WIB
Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate dalam World Economic Forum (WEF) Global Coalition on Digital Safety Inaugural Meeting 2021 yang berlangsung virtual dari Jakarta, Kamis (16/09/2021).
Negara-negara di dunia memiliki perhatian penuh untuk melawan konten berbahaya berupa misinformasi,konten ekstremis, kekerasan dan teroris, serta eksploitasi anak-anak secara online.
Pemerintah Republik Indonesia menekankan agar semua pihak meningkatkan kolaborasi untuk melindungi pengguna internet dari konten dan interaksi yang berbahaya.
“Pemerintah Indonesia menekankan agar seluruh pengguna internetmemiliki hak untuk terbebas dari konten dan interaksi online yang berbahaya. Sehingga, kami mengajak seluruh pihak untuk ikut berpartisipasi aktif dan menjadikan internet lebih aman, nyaman, dan bermanfaat,” ungkapnya dalam World Economic Forum (WEF)Global Coalition on Digital Safety Inaugural Meeting 2021yang berlangsung virtual dari Jakarta, Kamis (16/09/2021) malam.
Oleh karena itu, Menteri Johnny mengajak semua pihak untuk meningkatkan kolaborasi untuk menjaga hak seluruh pengguna internetmemiliki hak untuk terbebas dari konten dan interaksi online yang berbahaya.
“Izinkan saya mengajak semua negara anggota dan tamu dari koalisi ini untuk berkolaborasi secara erat untuk mengatasi dan memerangi pelecehan, eksploitasi anak secara online, pornografi anak, konten kekerasan, radikalisme, terorisme, serta infodemi terkait Covid-19 dan vaksinnya,” ungkapnya.
Menkominfo menegaskan keamanan digital sama pentingnya dengan keamanan siber dan harus ditangani dengan tepat oleh semua pihak termasuk pemerintah.
“Hal ini bertujuan untuk melindungi keamanan dan membangun kepercayaan dalam interaksi online diantara warganet, khususnya untuk anak-anak dan remaja,” ujarnya.
Menteri Johnny menyatakan anak-anak dan remaja seringkali menjadi sasaran predasi konten-konten negatif di ruang digital. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya keamanan digital yang komprehensif dalam menangani kondisi itu.
“Seringnya, yang menjadi korban predasi online konten negatif adalah anak-anak dan remaja. Tentu ini akan memengaruhi kondisi psikis mereka jika tidak ditangani dengan upaya yang komprehensif. Jadi, keamanan digital sangat penting untuk pertumbuhan konektivitas digital, teknologi digital, media online, konten online, aktivitas online, serta interaksi online,” tandasnya.
Kepada Presiden Forum Ekonomi Dunia Børge Brende dan seluruh anggota, Menkominfo memberikan apresiasi karena telah mengadakan pertemuan penting ini untuk membahas tentang Koalisi Keamanan Digital.
Menurut Menteri Johnny, sebagai pembuat kebijakan Pemerintah memiliki tugas untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dan melindungi warganet dari konten online yang berbahaya dan negatif.
“Kami telah mengembangkan definisi standar tentang keamanan digital dan sudah menetapkan standar perilaku yang sesuai untuk memastikan keamanan digital dan terus membagikan praktik terbaik, pendekatan, kerangka peraturan Indonesia yang bertujuan untuk memastikan keamanan digital,” tandasnya.
Menkominfo menyatakan Pemerintah Indonesia meyakini pendekatan kolaboratif yang diselaraskan dengan peran pemangku kepentingan.
“Hal tersebut akan menciptakan perubahan perilaku yang berkelanjutan dalam penanganan konten negatif oleh pengguna internet untuk mencapai keamanan dan pelindungan digital,” tegasnya.
Menurut Menteri Johnny, Pemerintah Indonesia mempunyai laman resmi aduankonten.id untuk memfasilitasi masyarakat agar mendapatkan hak untuk menyampaikan pengaduan konten negatif dengan cara mendaftarkan diri, mengunggah tautan (link) yang dilengkapi dengan bukti.
“Situs atau konten yang dilaporkan harus disertai alasan, dan masyarakat tentu bisa memantau proses penanganan yang dilakuan oleh Tim Aduan Konten,” ujarnya.
Di dalam situs aduan konten, terdapat layanan chatbot yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk melaporkan jika mengidentifikasi adanya temuan konten negatif.
“Laman aduan konten merupakan fasilitas pengaduan konten negatif berupa situs/website, URL, akun media sosial, aplikasi mobile, dan software yang memenuhi kriteria sebagai informasi dan/atau dokumen elektronik bermuatan negatif sesuai peraturan perundang-undangan,” jelas Menkominfo.
Menurut Menteri Johnny,salah satu penyebab banyaknya warganet terpapar konten negatif yang menyesatkan disebabkan karena masifnya penggunaan teknologi komunikasi digital sebagai dampak dari pandemi Covid-19.
“Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung hampir dua tahun, telah memunculkan seluruh aktivitas manusia bermigrasi, dari interaksi secara fisik menjadi media komunikasi daring. Kondisi ini dapat memicu terjadinya konten negatif di ruang digital,” ujarnya.
Dalam forum Koalisi Global untuk Keamanan Digital itu, Menkominfo menjelaskan tiga pendekatan Pemerintah Indonesia untuk menangkis sebaran konten negatif di internet, yaitu di tingkat hulu, menengah, dan hilir.
“Pada tingkat hulu, kami, Kementerian Kominfo, melakukan kerjasama bersama 108 komunitas, akademisi, lembaga pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk memberikan literasi digital, mendidik masyarakat guna menyebarkan informasi yang akurat dan positif untuk menghentikan penyebaran konten negatif seperti hoaks, misinformasi, disinformasi, serta malinformasi,” paparnya.
Pendekatan di tingkat menengah, Kementerian Kominfo mengambil langkah preventif untuk menghapus akses konten negatif yang diunggah ke situs web atau platform digital.
“Ini kami lakukan apabila menemukenali adanya akun yang mendistribusikan kabar bohong dan konten palsu terkait Covid-19, soal vaksin dan vaksinasi,” jelas Menteri Johnny.
Untuk melengkapi upaya tersebut, Kementerian Kominfo juga bekerja sama dengan lembaga pemerintah dan platform media sosial.
“Selain itu, kami secara proaktif menyampaikan temuan isu konten negatif melalui seluruh kanal komunikasi media sosial Kominfo, laman resmi kominfo.go.id,” ungkap Menkominfo.
Sementara itu, di tingkat hilir, Kementerian Kominfo mendukung Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk mengambil tindakan yang tepat dalam mencegah penyebaran informasi yang salah dan menyesatkan di ruang digital.
“Jadi, kami melakukan pendekatan pentahelix yang melibatkan instansi pemerintah, komunitas akar rumput, media konvensional dan sosial, masyarakat sipil, serta akademisi. Pendekatan ini bertujuan untuk mengoptimalkan situs web, akun media sosial, dan saluran lainnya yang dioperasikan pemerintah, antara lain untuk menangkal penyebaran hoaks, disinformasi, misinformasi maupun malinformasi yang terkait pandemi Covid-19,” jelas Menteri Johnny.
Menkominfo menyatakan pelaksanaan pendekatan itu, hingga September 2021, pihaknya telah menghapus sebanyak 214 kasus konten pornografi anak, 22.103 kasus konten terkait terorisme, 1.895 kasus konten misinformasi Covid-19; serta 319 konten misinformasi vaksin Covid-19.
Mengenai penanganan konten berkaitan dengan Covid-19, Menkominfo menegaskan hal itu menjadi penting karena memengaruhi upaya masyarakat dalam mengambil keputusan berdasarkan informasi yang benar.
“Pemanfaatan besar-besaran dari teknologi digital saat masa pandemi ini, konten seperti itu sangat berbahaya karena dapat menghalangi masyarakat untuk mengambil keputusan yang tepat berdasarkan sumber informasi benar, yang pada akhirnya akan menghambat upaya kita guna memutus mata rantai penyebaran pandemi Covid-19,” jelasnya.
Hadir mendampingi Menteri Johnny dalam pertemuan yang berlangsung virtual itu Direktur Pemberdayaan Informatika Ditjen Aptika Kementerian Kominfo, Bonnie Pudjianto dan JFU Analis Kerjasama Pusat Kelembagaan Internasional Kementerian Kominfo, Triana Anugrawati.
Hadir secara daring antara lain Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Perusahaan Umum dan Administrasi Publik Belgia, H.E. Nona Petra De Sutter; Wakil Perdana Menteri dan Menteri Transformasi Digital Ukraina, H.E. Mykhailo Fedorov; serta Menteri Negara Komunikasi dan Informasi dan Pembangunan Nasional Singapura, H.E. Tan Kiat How.
Negara-negara di dunia memiliki perhatian penuh untuk melawan konten berbahaya berupa misinformasi,konten ekstremis, kekerasan dan teroris, serta eksploitasi anak-anak secara online.
Pemerintah Republik Indonesia menekankan agar semua pihak meningkatkan kolaborasi untuk melindungi pengguna internet dari konten dan interaksi yang berbahaya.
“Pemerintah Indonesia menekankan agar seluruh pengguna internetmemiliki hak untuk terbebas dari konten dan interaksi online yang berbahaya. Sehingga, kami mengajak seluruh pihak untuk ikut berpartisipasi aktif dan menjadikan internet lebih aman, nyaman, dan bermanfaat,” ungkapnya dalam World Economic Forum (WEF)Global Coalition on Digital Safety Inaugural Meeting 2021yang berlangsung virtual dari Jakarta, Kamis (16/09/2021) malam.
Oleh karena itu, Menteri Johnny mengajak semua pihak untuk meningkatkan kolaborasi untuk menjaga hak seluruh pengguna internetmemiliki hak untuk terbebas dari konten dan interaksi online yang berbahaya.
“Izinkan saya mengajak semua negara anggota dan tamu dari koalisi ini untuk berkolaborasi secara erat untuk mengatasi dan memerangi pelecehan, eksploitasi anak secara online, pornografi anak, konten kekerasan, radikalisme, terorisme, serta infodemi terkait Covid-19 dan vaksinnya,” ungkapnya.
Menkominfo menegaskan keamanan digital sama pentingnya dengan keamanan siber dan harus ditangani dengan tepat oleh semua pihak termasuk pemerintah.
“Hal ini bertujuan untuk melindungi keamanan dan membangun kepercayaan dalam interaksi online diantara warganet, khususnya untuk anak-anak dan remaja,” ujarnya.
Menteri Johnny menyatakan anak-anak dan remaja seringkali menjadi sasaran predasi konten-konten negatif di ruang digital. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya keamanan digital yang komprehensif dalam menangani kondisi itu.
“Seringnya, yang menjadi korban predasi online konten negatif adalah anak-anak dan remaja. Tentu ini akan memengaruhi kondisi psikis mereka jika tidak ditangani dengan upaya yang komprehensif. Jadi, keamanan digital sangat penting untuk pertumbuhan konektivitas digital, teknologi digital, media online, konten online, aktivitas online, serta interaksi online,” tandasnya.
Kepada Presiden Forum Ekonomi Dunia Børge Brende dan seluruh anggota, Menkominfo memberikan apresiasi karena telah mengadakan pertemuan penting ini untuk membahas tentang Koalisi Keamanan Digital.
Menurut Menteri Johnny, sebagai pembuat kebijakan Pemerintah memiliki tugas untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dan melindungi warganet dari konten online yang berbahaya dan negatif.
“Kami telah mengembangkan definisi standar tentang keamanan digital dan sudah menetapkan standar perilaku yang sesuai untuk memastikan keamanan digital dan terus membagikan praktik terbaik, pendekatan, kerangka peraturan Indonesia yang bertujuan untuk memastikan keamanan digital,” tandasnya.
Menkominfo menyatakan Pemerintah Indonesia meyakini pendekatan kolaboratif yang diselaraskan dengan peran pemangku kepentingan.
“Hal tersebut akan menciptakan perubahan perilaku yang berkelanjutan dalam penanganan konten negatif oleh pengguna internet untuk mencapai keamanan dan pelindungan digital,” tegasnya.
Menurut Menteri Johnny, Pemerintah Indonesia mempunyai laman resmi aduankonten.id untuk memfasilitasi masyarakat agar mendapatkan hak untuk menyampaikan pengaduan konten negatif dengan cara mendaftarkan diri, mengunggah tautan (link) yang dilengkapi dengan bukti.
“Situs atau konten yang dilaporkan harus disertai alasan, dan masyarakat tentu bisa memantau proses penanganan yang dilakuan oleh Tim Aduan Konten,” ujarnya.
Di dalam situs aduan konten, terdapat layanan chatbot yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk melaporkan jika mengidentifikasi adanya temuan konten negatif.
“Laman aduan konten merupakan fasilitas pengaduan konten negatif berupa situs/website, URL, akun media sosial, aplikasi mobile, dan software yang memenuhi kriteria sebagai informasi dan/atau dokumen elektronik bermuatan negatif sesuai peraturan perundang-undangan,” jelas Menkominfo.
Menurut Menteri Johnny,salah satu penyebab banyaknya warganet terpapar konten negatif yang menyesatkan disebabkan karena masifnya penggunaan teknologi komunikasi digital sebagai dampak dari pandemi Covid-19.
“Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung hampir dua tahun, telah memunculkan seluruh aktivitas manusia bermigrasi, dari interaksi secara fisik menjadi media komunikasi daring. Kondisi ini dapat memicu terjadinya konten negatif di ruang digital,” ujarnya.
Dalam forum Koalisi Global untuk Keamanan Digital itu, Menkominfo menjelaskan tiga pendekatan Pemerintah Indonesia untuk menangkis sebaran konten negatif di internet, yaitu di tingkat hulu, menengah, dan hilir.
“Pada tingkat hulu, kami, Kementerian Kominfo, melakukan kerjasama bersama 108 komunitas, akademisi, lembaga pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk memberikan literasi digital, mendidik masyarakat guna menyebarkan informasi yang akurat dan positif untuk menghentikan penyebaran konten negatif seperti hoaks, misinformasi, disinformasi, serta malinformasi,” paparnya.
Pendekatan di tingkat menengah, Kementerian Kominfo mengambil langkah preventif untuk menghapus akses konten negatif yang diunggah ke situs web atau platform digital.
“Ini kami lakukan apabila menemukenali adanya akun yang mendistribusikan kabar bohong dan konten palsu terkait Covid-19, soal vaksin dan vaksinasi,” jelas Menteri Johnny.
Untuk melengkapi upaya tersebut, Kementerian Kominfo juga bekerja sama dengan lembaga pemerintah dan platform media sosial.
“Selain itu, kami secara proaktif menyampaikan temuan isu konten negatif melalui seluruh kanal komunikasi media sosial Kominfo, laman resmi kominfo.go.id,” ungkap Menkominfo.
Sementara itu, di tingkat hilir, Kementerian Kominfo mendukung Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk mengambil tindakan yang tepat dalam mencegah penyebaran informasi yang salah dan menyesatkan di ruang digital.
“Jadi, kami melakukan pendekatan pentahelix yang melibatkan instansi pemerintah, komunitas akar rumput, media konvensional dan sosial, masyarakat sipil, serta akademisi. Pendekatan ini bertujuan untuk mengoptimalkan situs web, akun media sosial, dan saluran lainnya yang dioperasikan pemerintah, antara lain untuk menangkal penyebaran hoaks, disinformasi, misinformasi maupun malinformasi yang terkait pandemi Covid-19,” jelas Menteri Johnny.
Menkominfo menyatakan pelaksanaan pendekatan itu, hingga September 2021, pihaknya telah menghapus sebanyak 214 kasus konten pornografi anak, 22.103 kasus konten terkait terorisme, 1.895 kasus konten misinformasi Covid-19; serta 319 konten misinformasi vaksin Covid-19.
Mengenai penanganan konten berkaitan dengan Covid-19, Menkominfo menegaskan hal itu menjadi penting karena memengaruhi upaya masyarakat dalam mengambil keputusan berdasarkan informasi yang benar.
“Pemanfaatan besar-besaran dari teknologi digital saat masa pandemi ini, konten seperti itu sangat berbahaya karena dapat menghalangi masyarakat untuk mengambil keputusan yang tepat berdasarkan sumber informasi benar, yang pada akhirnya akan menghambat upaya kita guna memutus mata rantai penyebaran pandemi Covid-19,” jelasnya.
Hadir mendampingi Menteri Johnny dalam pertemuan yang berlangsung virtual itu Direktur Pemberdayaan Informatika Ditjen Aptika Kementerian Kominfo, Bonnie Pudjianto dan JFU Analis Kerjasama Pusat Kelembagaan Internasional Kementerian Kominfo, Triana Anugrawati.
Hadir secara daring antara lain Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Perusahaan Umum dan Administrasi Publik Belgia, H.E. Nona Petra De Sutter; Wakil Perdana Menteri dan Menteri Transformasi Digital Ukraina, H.E. Mykhailo Fedorov; serta Menteri Negara Komunikasi dan Informasi dan Pembangunan Nasional Singapura, H.E. Tan Kiat How.
(sra)