LSP Indonesia.: Kapolri Listyo Sigit dan Api-api Kecil yang Harus Dipadamkan

Minggu, 14 November 2021 - 23:45 WIB
Sebagai pucuk pimpinan tertinggi Korps Bhayangkara, Kapolri Listyo memiliki visi besar untuk mewujudkan Polri yang Prediktif, Responsibilitas dan Transparansi Berkeadilan (Presisi).
click to zoom
Dalam mewujudkan Visi tersebut, Kapolri tak hanya dihadapkan dengan tantangan yang bersifat eksternal, melainkan juga dari internal Kepolisian itu sendiri. Rangkaian fenomena pelanggaran oknum Polisi di sejumlah daerah menjadi renungan kritis bagi Kapolri untuk segera melakukan evaluasi dari dalam.
click to zoom
Dalam upacara Serah Terima Jabatan (Sertijab) yang berlangsung di Gedung Rupatama, Mabes Polri, Jakarta Selatan—di hadapan para Perwira Tinggi (Pati) yang baru saja diamanahkan jabatan baru, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sampaikan sebuah pesan mendalam : “Jangan padamkan api sebelum api itu besar.”

Pesan bijak Kapolri Listyo dalam forum tertutup tersebut, menjadi imperatif moral yang harus diwujudkan dalam laku (perbuatan) bagi seluruh Perwira Tinggi Polri. Kepekaan dan kemampuan melakukan pemetaan lapangan sangat menentukan langkah seorang Pimpinan Polri dalam upaya pencegahan (preventif) dan penindakan (represif). Hal itu sangatlah diperlukan guna mewujudkan tugas pokok Kepolisian, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 13 Undang-undang No.2 Tahun 2002, yakni : Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Sebagai pucuk pimpinan tertinggi Korps Bhayangkara, Kapolri Listyo memiliki visi besar untuk mewujudkan Polri yang Prediktif, Responsibilitas dan Transparansi Berkeadilan (Presisi). Dalam mewujudkan Visi tersebut, Kapolri tak hanya dihadapkan dengan tantangan yang bersifat eksternal, melainkan juga dari internal Kepolisian itu sendiri. Rangkaian fenomena pelanggaran oknum Polisi di sejumlah daerah menjadi renungan kritis bagi Kapolri untuk segera melakukan evaluasi dari dalam.

Ada sebuah adagium lama yang berbunyi : “Karena nila setitik, rusak susu sebelangga.” Artinya, kesalahan kecil mampu meniadakan semua kebaikan yang telah diperbuat. Adagium itu barangkali sesuai untuk melukiskan apa yang dialami Institusi Polri di era Pandemi seperti ini. Penulis berpendapat, bahwa ada semacam ‘praktik jahat’ yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk membuat ketidakpercayaan (distrust) kepada Polri melalui Media Sosial. Eksistensi kelompok sentimen terhadap Polri ini sangatlah nyata di media sosial. Pengabdian Polri kepada Tanah Air, khususnya di masa Pandemi Covid-19 ini seolah dibuatnya tak berarti.

Di masa Pandemi Covid-19, Polri disamping tugas pokoknya menjaga keamanan dan ketertiban dalam Negeri, diberikan tugas lain oleh Negara untuk membantu para Tenaga Kesehatan mempercepat terwujudnya Kekebalan Kelompok (Herd Immunity) di Indonesia. Bersama TNI, BNPB dan BIN—Polri adalah salah satu Garda Terdepan dalam melawan Pandemi. Potret-potret heroik personel Kepolisian di lapangan menjadi saksi sejarah betapa vitalnya peran Polri dalam situasi gelap seperti ini.

Ulah segelintir oknum Kepolisian di lapangan yang menjadi Viral, adalah sebuah pengecualian yang harus dibuat. Fenomena Polisi Nakal tersebut harus diberikan tanda kurung agar kita lebih adil atau objektif dalam memandang dinamika Kepolisian di Indonesia. Bila hal ini tak mampu kita lakukan, maka kita akan menjadi bagian dari ‘Nila setitik’ yang akan merusak susu sebelangga. Segala kerja keras Polri dalam menjaga keamanan dalam negeri akan gugur bilamana kita tetap memelihara pandangan subjektif tersebut.

Di tangan Kapolri Listyo, Polri secara perlahan mulai mengubah wajahnya yang sempat ‘tercoreng’ oleh tindakan sejumlah oknum polisi di daerah. Kapolri dalam hal ini sangat bertanggungjawab atas segala penyimpangan yang dilakukan anggota di lapangan. Kapolri Listyo bahkan mampu memastikan kepada masyarakat, bahwa Polri tetap presisi atau sesuai dengan semangat Demokrasi yang sarat dengan keadilan, keterbukaan dan pertanggungjawaban. Dan salah satu buktinya adalah keberhasilan Polri menyelenggarakan Festival Mural Bhayangkara. Festival itu menandakan Polri tak anti kritik dan semakin terbuka.

Keterbukaan sikap Kapolri terhadap segala bentuk kritik dari masyarakat, mampu disikapinya dengan sangat bijaksana. Kapolri Listyo tak hanya mampu menjawab dengan solusi, tapi juga memberikan tekanan ekstra pada seluruh Pimpinan Polri untuk menjadi teladan yang baik bagi seluruh anggotanya. Pasca dilantiknya sejumlah Perwira Tinggi (Pati) Polri di Gedung Rupatama, Kapolri sampaikan sebuah pesan bijak di hadapan para Pati : “Janganlah padamkan api, pada saat api itu membesar. Tapi padamkanlah api, sejak api itu masih kecil.”

Bunyi dari pesan moral yang disampaikan Kapolri dalam acara Sertijab tersebut sangat bersifat preventif, khususnya bagi internal Polri itu sendiri. Kapolri meminta kepada seluruh jajarannya untuk mampu menjadi teladan yang baik, serta tak sungkan untuk mengambil langkah tegas untuk menindak oknum anggota Polri yang melanggar. Prinsip ini menggambarkan keterbukaan dan ketegasan Kapolri Listyo dalam memandang persoalan dari dalam. Segala celah di internal Polri berhasil ditutup oleh Kapolri Listyo dengan teguran, copot jabatan, mutasi, hingga ‘Potong Kepala Ikan Busuk’ atau pecat.

Sejumlah oknum Polisi yang melanggar telah merasakan akibat dari intruksi tegas Kapolri Listyo. Publik yang sebelumnya risau dengan laku oknum Polisi yang menyimpang, kini tak perlu lagi khawatir ataupun cemas. Kecepatan Polri dalam menyerap aspirasi masyarakat kini lebih cepat dibandingkan viralnya sebuah Tagar di Twitter. Stigma buruk mulai terhapus pelan-pelan dari lembaga Kepolisian. Hal itu dimungkinkan karena Polri saat ini lebih terbuka, dinamis, humanis dan peka terhadap kenyataan. Semoga Polri yang kita cintai, tetap Presisi dengan Visinya.

Oleh Dinal Gusti dan Deni Wahyudi, Pegiat Lentera Studi Pemuda Indonesia
(sra)
Foto Terkait
Foto Terpopuler
Foto Terkini More