Demi Nama Baik Jokowi, Ketua DPD Desak Selesaikan Masalah Pembebasan Lahan Tol Cisamdawu
Senin, 21 Maret 2022 - 16:46 WIB
Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti meninjau lokasi pembangunan Tol Cisamdawu di Kecamatan Rancakalong, Sumedang, Senin (21/3/2022). Perwakilan warga mewakili ratusan warga dari tiga desa yakni Desa Pemekaran, Desa Ciherang, dan Desa Jatimulya menyampaikan aspirasi karena merasa dirugikan secara sepihak dalam proses pembebasan lahan tol Cisamdawu.
LaNyalla yang didampingi Anggota DPD RI Dapil Jabar Eni Suwarni dan Wakil Bupati Sumedang Erwan Setiawan mengungkapkan, pada 7 Oktober 2021 pihaknya telah memanggil pihak-pihak terkait dan mempertemukannya dengan warga Kecamatan Rancakalong.
Dijanjikan akhir November sudah selesai, ternyata sampai tadi malam masih ada laporan dari warga.
LaNyalla meyakini jika Presiden Joko Widodo tidak mengetahui adanya permasalahan pembebasan lahan untuk jalan tol di Sumedang. Begitu juga permasalahan munculnya 'Tim Tujuh' yang disebut mengelabui warga sehingga dirugikan secara sepihak dalam proses pembebasan lahan tol.
Padahal, kata dia, warga sebenarnya mendukung program pembangunan infrastruktur tol. Namun dalam prosesnya justru muncul oknum yang tidak bertanggungjawab dengan memanfaatkan proses pembebasan lahan.
"Kita harus menjaga nama baik Pak Jokowi juga. Saya yakin Pak Jokowi tidak tahu masalah ini, (tapi) saya tidak mau masuk ke masalah hukum. Saya tidak mau mencari-cari kesalahan, yang jelas saya datang kesini membawa solusi supaya masalah ini cepat selesai," ucap LaNyalla.
"Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini ada solusi, karena janjinya Pak Kepala Dinas (PUPR), ada Pak Wagub (Erwan Setiawan) juga tadi ikut mendengarkan, janjinya Kepala Dinas akan disampaikan ke Pak Gubernur," sambungnya.
LaNyalla berharap dalam dua pekan ke depan ada tindak-lanjut konkrit dari masalah yang dihadapi warga. Dengan begitu permasalahan pembebasan lahan tidak berkepanjangan sehingga semakin menyusahkan warga dari tiga desa di Kecamatan Rancakalong.
"Dengan datang kesini, saya menagih janji mereka sendiri, dengan datang kesini supaya jangan berlarut-larut. Kasihan rakyat, padahal ini mau segera diresmikan Pak Jokowi kan," demikian LaNyalla.
Sebelumnya, warga tiga desa di Kecamatan Rancakalong mengungkapkan jika hingga kini proses pembayaran pembebasan lahan untuk pembangunan tol belum sepenuhnya rampung. Padahal, lahan yang awalnya disiapkan untuk pembangunan jalan tol tersebut tak jadi digunakan untuk membangun jalan tol.
"Lahan kami tak jadi dibangun jalan tol. Jalan tol malah dialihkan ke lokasi lainnya. Ini berproses mulai tahun 2008," kata Kang Yayat.
Ia menyatakan, pada awalnya warga sama sekali tak berencana menjual lahan mereka. Namun tiba-tiba ada Tim Tujuh yang disebut-sebut menjadi kuasa warga dan menjual lahan milik mereka yang akan dibangun jalan tol.
"Kami tak pernah menguasakan kepada tim tujuh, tapi tiba-tiba lahan kami diperjualbelikan. Ada pembayaran paksa. Bilamana tak diambil, barang hilang dan uang hilang," kata Yayat.
Tentu saja hal tersebut membuat bingung seluruh warga, termasuk Yayat. Mau tidak mau, sebanyak 400 KK merelakan lahan mereka daripada tak mendapatkan apapun.
"Luasannya 61 hektare. Kurang lebih seluruhnya Rp46 miliar untuk 400 KK. Paling tinggi lahan dibayar seharga Rp1,260 juta. Ada yang dibayar Rp900 ribu, ada juga Rp750 ribu. Lahan saya seluas 822 meter dibayar Rp10 juta," katanya.
LaNyalla yang didampingi Anggota DPD RI Dapil Jabar Eni Suwarni dan Wakil Bupati Sumedang Erwan Setiawan mengungkapkan, pada 7 Oktober 2021 pihaknya telah memanggil pihak-pihak terkait dan mempertemukannya dengan warga Kecamatan Rancakalong.
Dijanjikan akhir November sudah selesai, ternyata sampai tadi malam masih ada laporan dari warga.
LaNyalla meyakini jika Presiden Joko Widodo tidak mengetahui adanya permasalahan pembebasan lahan untuk jalan tol di Sumedang. Begitu juga permasalahan munculnya 'Tim Tujuh' yang disebut mengelabui warga sehingga dirugikan secara sepihak dalam proses pembebasan lahan tol.
Padahal, kata dia, warga sebenarnya mendukung program pembangunan infrastruktur tol. Namun dalam prosesnya justru muncul oknum yang tidak bertanggungjawab dengan memanfaatkan proses pembebasan lahan.
"Kita harus menjaga nama baik Pak Jokowi juga. Saya yakin Pak Jokowi tidak tahu masalah ini, (tapi) saya tidak mau masuk ke masalah hukum. Saya tidak mau mencari-cari kesalahan, yang jelas saya datang kesini membawa solusi supaya masalah ini cepat selesai," ucap LaNyalla.
"Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini ada solusi, karena janjinya Pak Kepala Dinas (PUPR), ada Pak Wagub (Erwan Setiawan) juga tadi ikut mendengarkan, janjinya Kepala Dinas akan disampaikan ke Pak Gubernur," sambungnya.
LaNyalla berharap dalam dua pekan ke depan ada tindak-lanjut konkrit dari masalah yang dihadapi warga. Dengan begitu permasalahan pembebasan lahan tidak berkepanjangan sehingga semakin menyusahkan warga dari tiga desa di Kecamatan Rancakalong.
"Dengan datang kesini, saya menagih janji mereka sendiri, dengan datang kesini supaya jangan berlarut-larut. Kasihan rakyat, padahal ini mau segera diresmikan Pak Jokowi kan," demikian LaNyalla.
Sebelumnya, warga tiga desa di Kecamatan Rancakalong mengungkapkan jika hingga kini proses pembayaran pembebasan lahan untuk pembangunan tol belum sepenuhnya rampung. Padahal, lahan yang awalnya disiapkan untuk pembangunan jalan tol tersebut tak jadi digunakan untuk membangun jalan tol.
"Lahan kami tak jadi dibangun jalan tol. Jalan tol malah dialihkan ke lokasi lainnya. Ini berproses mulai tahun 2008," kata Kang Yayat.
Ia menyatakan, pada awalnya warga sama sekali tak berencana menjual lahan mereka. Namun tiba-tiba ada Tim Tujuh yang disebut-sebut menjadi kuasa warga dan menjual lahan milik mereka yang akan dibangun jalan tol.
"Kami tak pernah menguasakan kepada tim tujuh, tapi tiba-tiba lahan kami diperjualbelikan. Ada pembayaran paksa. Bilamana tak diambil, barang hilang dan uang hilang," kata Yayat.
Tentu saja hal tersebut membuat bingung seluruh warga, termasuk Yayat. Mau tidak mau, sebanyak 400 KK merelakan lahan mereka daripada tak mendapatkan apapun.
"Luasannya 61 hektare. Kurang lebih seluruhnya Rp46 miliar untuk 400 KK. Paling tinggi lahan dibayar seharga Rp1,260 juta. Ada yang dibayar Rp900 ribu, ada juga Rp750 ribu. Lahan saya seluas 822 meter dibayar Rp10 juta," katanya.
(sra)