Solar Langka, Nelayan Aceh Minta Tambah Kuota dan Alihkan Anggaran Pemilu untuk Subsidi
Selasa, 29 Maret 2022 - 21:30 WIB
Kelangkaan solar di Banda Aceh tampaknya bakal berkepanjangan menyusul mencuatnya masalah serupa di berbagai wilayah di Indonesia.
Pasalnya, masyarakat di Serambi Mekkah ini sudah lama mengalami kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar.
“Sudah berbulan-bulan langka, tapi sekarang ini makin parah, antre berjam-jam di SPBU. Kalau begini bagaimana melaut,” kata perwakilan kelompok nelayan Syarifuddin, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, Selasa (29/3).
Menurutnya, banyak nelayan yang belakangan enggan melaut karena sulit mendapatkan solar. Di antara mereka bahkan terpaksa membeli solar ke toko eceran dengan harga yang lebih tinggi.
“Saya dengar karena kuotanya dikurangi oleh pusat, ada pula yang bilang karena dipasok ke penambangan ilegal,“ ujarnya.
Atas persoalan tersebut, ia mendesak pemerintah untuk menambah kuota solar bersubsidi serta mengusut para pihak yang melakukan penyelewengan.
Di samping itu, ia juga minta agar para nelayan diutamakan saat mengisi solar di Stasiun Pengisinan Bahan Bakar Umum (SPBU). “Sudah tahu permintaan naik, kuota malah dikurangi. Ini sama saja melarang kami melaut,” ungkap Syarifuddin.
Syarifuddin memahami bahwa penambahan kuota merupakan kewenangan pemerintah pusat serta sangat terkait dengan kebijakan anggaran dalam APBN. Akan tetapi, lanjutnya, masyarakat cenderung tidak mau tahu lantaran masalah kelangkaan solar di daerah sudah sangat mendesak.
“Jangan anggaran pemilu terus yang dibicarakan, ini lebih mendesak dari pemilu,” tandasnya.
Hal senada disampaikan M Yusuf. Menurutnya, ketimbang mengurusi anggaran pemilu lebih baik pemerintah segera menganggarkan penambahan kuota BBM bersubsidi. Terlebih saat ini kelangkaan solar sudah meluas ke berbagai daerah serta menjadi masalah nasional yang semakin mengkhawatirkan.
“Kalau memang tidak ada uang, alihkan anggaran pemilu untuk subsidi minyak, jangan dibilang (stok solar) aman tapi nyatanya kami ngantre,” tandasnya.
Dia menyayangkan sikap pemerintah pusat lamban bertindak hingga menyebabkan kelangkaan solar di daerahnya berlarut-larut.
Pemerintah beserta elit politik, sambungnya, tampak lebih bergairah membicarakan anggaran pemilu yang diusulkan KPU sebesar Rp 76,6 triliun.
“Kedepankan dululah masalah rakyat,” pungkas Yusuf.
Pasalnya, masyarakat di Serambi Mekkah ini sudah lama mengalami kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar.
“Sudah berbulan-bulan langka, tapi sekarang ini makin parah, antre berjam-jam di SPBU. Kalau begini bagaimana melaut,” kata perwakilan kelompok nelayan Syarifuddin, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, Selasa (29/3).
Menurutnya, banyak nelayan yang belakangan enggan melaut karena sulit mendapatkan solar. Di antara mereka bahkan terpaksa membeli solar ke toko eceran dengan harga yang lebih tinggi.
“Saya dengar karena kuotanya dikurangi oleh pusat, ada pula yang bilang karena dipasok ke penambangan ilegal,“ ujarnya.
Atas persoalan tersebut, ia mendesak pemerintah untuk menambah kuota solar bersubsidi serta mengusut para pihak yang melakukan penyelewengan.
Di samping itu, ia juga minta agar para nelayan diutamakan saat mengisi solar di Stasiun Pengisinan Bahan Bakar Umum (SPBU). “Sudah tahu permintaan naik, kuota malah dikurangi. Ini sama saja melarang kami melaut,” ungkap Syarifuddin.
Syarifuddin memahami bahwa penambahan kuota merupakan kewenangan pemerintah pusat serta sangat terkait dengan kebijakan anggaran dalam APBN. Akan tetapi, lanjutnya, masyarakat cenderung tidak mau tahu lantaran masalah kelangkaan solar di daerah sudah sangat mendesak.
“Jangan anggaran pemilu terus yang dibicarakan, ini lebih mendesak dari pemilu,” tandasnya.
Hal senada disampaikan M Yusuf. Menurutnya, ketimbang mengurusi anggaran pemilu lebih baik pemerintah segera menganggarkan penambahan kuota BBM bersubsidi. Terlebih saat ini kelangkaan solar sudah meluas ke berbagai daerah serta menjadi masalah nasional yang semakin mengkhawatirkan.
“Kalau memang tidak ada uang, alihkan anggaran pemilu untuk subsidi minyak, jangan dibilang (stok solar) aman tapi nyatanya kami ngantre,” tandasnya.
Dia menyayangkan sikap pemerintah pusat lamban bertindak hingga menyebabkan kelangkaan solar di daerahnya berlarut-larut.
Pemerintah beserta elit politik, sambungnya, tampak lebih bergairah membicarakan anggaran pemilu yang diusulkan KPU sebesar Rp 76,6 triliun.
“Kedepankan dululah masalah rakyat,” pungkas Yusuf.
(sra)