Penuntasan Kasus Semanggi I dan II Harus Tetap Melalui Pengadilan

Sabtu, 30 April 2022 - 14:37 WIB
Aksi Aliansi Korban Kekerasan Negara (AKKRA) dan sejumlah Aktivis 98 dalam acara pernyataan sikap bersama yang dibacakan di Jakarta, Sabtu (30/4).
click to zoom
Aksi Aliansi Korban Kekerasan Negara (AKKRA) dan sejumlah Aktivis 98 dalam acara pernyataan sikap bersama yang dibacakan di Jakarta, Sabtu (30/4).
click to zoom
JAKARTA-- Demikian tuntutan Aliansi Korban Kekerasan Negara (AKKRA) dan sejumlah Aktivis 98 dalam acara pernyataan sikap bersama yang dibacakan di Jakarta, Sabtu (30/4).

Sudah 24 tahun Era Reformasi berjalan, namun penuntasan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia di era Orde Baru dan setelahnya belum juga mendapat titik terang.

Menyikapi hal tersebut, aktivis’98 dari Unika Atma Jaya Jakarta, Alex Leonardo menyatakan kasus pelanggaran HAM berat harus diselesaikan secara hukum agar menjamin kebenaran dan keadilan untuk keluarga korban.

Menanggapi penghargaan kepada korban Tragedi Trisakti dilakukan pemerintah melalui Menteri BUMN Erick Tohir yang baru saja dilakukan, aktivis 98 ini berpendapat hal itu akan menjadi momentum untuk membuka dan menjalankan kembali proses hukum terhadap pelanggaran HAM berat masa lalu.

“Saya harap penghargaan yang diberikan Menteri BUMN Erick Thohir tersebut tidak menghentikan proses hukum bagi kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu seperti penculikan aktivis, Trisakti, Semanggi I dan II, Tragedi Mei 98 dan banyak kasus lainnya. Para korban tetap menunggu keadilan," kata Alex.

Sementara aktivis’98 dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Prio Utomo menagih janji Presiden Jokowi yang diucapkan saat Rembuk Nasional Aktivis 98 yang lalu agar memerintahkan jajarannya untuk menjalankan proses hukum kasus pelanggaran HAM sebagai salah satu amanat reformasi’98.

“Presiden sebagai pemegang pucuk pimpinan tertinggi negeri ini harus mampu memerintahkan jajarannya untuk menjalankan amanat reformasi, salah satunya adalah penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu. Contohnya kasus Tragedi Semanggi I dan II dimana saat ini bola ada di Kejaksaan Agung, itu harus kembali dibuka," tandas Prio.

Aktivis AKKRA dari Universitas Jakarta, Irwansyah juga berharap pemberian penghargaan bagi para korban pelanggaran HAM jangan menjadi komoditas politik.

"Penghargaan yang dilakukan Menteri BUMN jangan menjadi komoditas politik semata, tapi harus ditunjukan pula dengan langkah nyata pengungkapan dan penyelesaian kasus," ujar Irwansyah yang juga menjadi korban penembakan saat Tragedi Semanggi.

Sementara aktivis’98 dari Rumah Gerakan’98, Ignatius Indro berharap pemberian penghargaan juga dilakukan untuk korban-korban pelanggaran HAM kasus lainnya agar ada keadilan yang dirasakan para korban.

“Penghargaan atau apresiasi sebaiknya diberikan juga kepada korban pelanggaran HAM lainnya, jangan hanya untuk 1 kasus saja. Karena banyak juga korban-korban lain yang hingga saat ini hidup berkesusahan ditambah dengan rasa trauma yang mereka rasakan,” ungkap Indro.

Hadir pula dalam acara pernyataan sikap aktivis’98 lainnya seperti Bernard Haloho (Rumah Gerakan'98) , Ed Berman , Ari Purnama (ITI), Wimbo (Universitas Sahid), Tino (STF Driyarkara), Martin Sinaga (Universitas Pancasila), Denny Pohan (Unika Atma Jaya), Andrew dan Maman.

Tragedi Semanggi yang terjadi tahun 1998 telah mengakibatkan 17 orang tewa s dan ratusan korban terluka akibat penembakan oleh aparat. Saat itu, mahasiswa sedang melakukan demonstrasi menolak Sidang Istimewa MPR.
(sra)
Foto Terkait
Foto Terpopuler
Foto Terkini More