Kinerja Industri Minuman Tahun 2023 Serta Peluang dan Tantangan di Tahun 2024
Rabu, 13 Maret 2024 - 17:01 WIB
Jakarta, 13 Maret 2024 – Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) melaporkan hingga saat ini performa industri minuman ringan masih belum pulih sejak pandemi Covid-19 dan diprediksi masih akan menghadapi tantangan pada tahun 2024. Hal ini terlihat dari kinerja penjualan minuman ringan, di luar Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar 2.6 persen pada tahun 2023.
Informasi ini disampaikan ASRIM pada konferensi pers “Kinerja Industri Minuman Tahun 2023, serta Peluang dan Tantangan Tahun 2024”, hari ini (13/03/2024) di daerah Kuningan, Jakarta. Dalam acara yang sama, turut hadir Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, Merrijantij Punguan Pintaria, S.T., M.Eng. dan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, Ph.D.
Ketua Umum ASRIM, Triyono Prijosoesilo menyatakan bahwa kinerja industri minuman dengan pengecualian pada AMDK mengalami pertumbuhan yang negatif di tahun 2023. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti laju inflasi pangan di Indonesia yang naik sehingga dapat berimbas terhadap menurunnya daya beli masyarakat, meningkatnya biaya logistik yang dikarenakan oleh kondisi geopolitik yang tidak stabil, hingga meningkatnya harga bahan baku.
“Kemarau berkepanjangan telah mengakibatkan penurunan produktivitas pertanian di berbagai negara yang berakibat pada meningkatnya harga bahan baku. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa harga beras naik tinggi di 179 daerah di Indonesia. Menurut data BPS, harga rata-rata beras pada minggu pertama Februari 2024 naik 0,93 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan pada minggu kedua bulan ini melesat 1,65 persen daripada Januari 2024,” lanjut Triyono.
Di sisi lain, industri makanan dan minuman (mamin) berkontribusi signifikan terhadap total produk domestik bruto (PDB) Indonesia serta merupakan salah satu industri penyerap tenaga kerja terbesar. Menurut data Kemenperin RI, pada tahun 2023 industri makanan dan minuman berkontribusi 39,10% terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) di sektor nonmigas serta 6,55% terhadap PDB nasional. Hingga saat ini, menurut data BPS, industri mamin mempekerjakan sekitar 300.000 pekerja di seluruh rantai pasokan.
Data BPS 2022 mengungkapkan bahwa sektor manufaktur menyerap hingga 14,2% dari jumlah pekerja di seluruh Indonesia. Salah satu yang menyumbang penyerapan terbesar berasal dari industri makanan dan minuman. Data BPS tersebut juga menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja pada industri makanan dan minuman mencapai 4,23% dari jumlah pekerja di seluruh Indonesia.
Meski tingkat penjualan secara umum mengalami pertumbuhan sebesar 3,1 persen dari 2022 hingga 2023, tetapi di luar penjualan air mineral dalam kemasan, industri minuman mengalami pertumbuhan negatif. Menilik pada kategori yang lebih mendalam, data Nielsen tahun 2023 menunjukkan bahwa kinerja kategori Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) pada tahun 2023 turun drastis untuk seluruh jenis minuman, dengan penurunan terdalam pada minuman air teh kemasan yang mengalami penurunan sebesar 11.9 persen dari 2022 ke 2023.
Mengacu fakta tersebut, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin RI, Merrijantij Punguan Pintaria menyampaikan, “Dengan melihat dampak ekonomi yang besar dari industri minuman ringan, kami terus mendorong pemulihan kinerja industri lewat berbagai program pemerintah, seperti program pameran produk makanan dan minuman di dalam dan di luar negeri, restrukturisasi mesin peralatan, mendorong pemberian berbagai insentif fiskal seperti tax holiday, tax allowance dan super deduction tax, serta mendorong transformasi digital menuju industri 4.0. Kami berharap kinerja industri minuman bisa kembali tumbuh positif seperti sebelum pandemi.”
Ditemui pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, Ph.D mengungkapkan, “Melihat kondisi ekonomi saat ini, industri minuman ringan masih akan menemui tantangan dalam pertumbuhan usahanya, seperti penurunan daya beli masyarakat karena konsumen yang semakin selektif terhadap pos pengeluaran. Untuk itu, diharapkan peran pemerintah dan pengambil kebijakan dalam menentukan nasib industri minuman ringan yang menyerap banyak tenaga kerja ini.”
”Kami berharap diskusi ini dapat memberikan pandangan bahwa industri minuman ringan masih memerlukan waktu untuk kembali pada pertumbuhan yang stabil. Dan diharapkan kedepannya, implementasi dari kebijakan yang akan diambil dapat tepat sasaran dengan mempertimbangkan kondisi yang ada, serta untuk melakukan evaluasi berkala terhadap dampak yang terjadi di industri,” tutup Triyono.
Informasi ini disampaikan ASRIM pada konferensi pers “Kinerja Industri Minuman Tahun 2023, serta Peluang dan Tantangan Tahun 2024”, hari ini (13/03/2024) di daerah Kuningan, Jakarta. Dalam acara yang sama, turut hadir Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, Merrijantij Punguan Pintaria, S.T., M.Eng. dan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, Ph.D.
Ketua Umum ASRIM, Triyono Prijosoesilo menyatakan bahwa kinerja industri minuman dengan pengecualian pada AMDK mengalami pertumbuhan yang negatif di tahun 2023. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti laju inflasi pangan di Indonesia yang naik sehingga dapat berimbas terhadap menurunnya daya beli masyarakat, meningkatnya biaya logistik yang dikarenakan oleh kondisi geopolitik yang tidak stabil, hingga meningkatnya harga bahan baku.
“Kemarau berkepanjangan telah mengakibatkan penurunan produktivitas pertanian di berbagai negara yang berakibat pada meningkatnya harga bahan baku. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa harga beras naik tinggi di 179 daerah di Indonesia. Menurut data BPS, harga rata-rata beras pada minggu pertama Februari 2024 naik 0,93 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan pada minggu kedua bulan ini melesat 1,65 persen daripada Januari 2024,” lanjut Triyono.
Di sisi lain, industri makanan dan minuman (mamin) berkontribusi signifikan terhadap total produk domestik bruto (PDB) Indonesia serta merupakan salah satu industri penyerap tenaga kerja terbesar. Menurut data Kemenperin RI, pada tahun 2023 industri makanan dan minuman berkontribusi 39,10% terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) di sektor nonmigas serta 6,55% terhadap PDB nasional. Hingga saat ini, menurut data BPS, industri mamin mempekerjakan sekitar 300.000 pekerja di seluruh rantai pasokan.
Data BPS 2022 mengungkapkan bahwa sektor manufaktur menyerap hingga 14,2% dari jumlah pekerja di seluruh Indonesia. Salah satu yang menyumbang penyerapan terbesar berasal dari industri makanan dan minuman. Data BPS tersebut juga menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja pada industri makanan dan minuman mencapai 4,23% dari jumlah pekerja di seluruh Indonesia.
Meski tingkat penjualan secara umum mengalami pertumbuhan sebesar 3,1 persen dari 2022 hingga 2023, tetapi di luar penjualan air mineral dalam kemasan, industri minuman mengalami pertumbuhan negatif. Menilik pada kategori yang lebih mendalam, data Nielsen tahun 2023 menunjukkan bahwa kinerja kategori Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) pada tahun 2023 turun drastis untuk seluruh jenis minuman, dengan penurunan terdalam pada minuman air teh kemasan yang mengalami penurunan sebesar 11.9 persen dari 2022 ke 2023.
Mengacu fakta tersebut, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin RI, Merrijantij Punguan Pintaria menyampaikan, “Dengan melihat dampak ekonomi yang besar dari industri minuman ringan, kami terus mendorong pemulihan kinerja industri lewat berbagai program pemerintah, seperti program pameran produk makanan dan minuman di dalam dan di luar negeri, restrukturisasi mesin peralatan, mendorong pemberian berbagai insentif fiskal seperti tax holiday, tax allowance dan super deduction tax, serta mendorong transformasi digital menuju industri 4.0. Kami berharap kinerja industri minuman bisa kembali tumbuh positif seperti sebelum pandemi.”
Ditemui pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, Ph.D mengungkapkan, “Melihat kondisi ekonomi saat ini, industri minuman ringan masih akan menemui tantangan dalam pertumbuhan usahanya, seperti penurunan daya beli masyarakat karena konsumen yang semakin selektif terhadap pos pengeluaran. Untuk itu, diharapkan peran pemerintah dan pengambil kebijakan dalam menentukan nasib industri minuman ringan yang menyerap banyak tenaga kerja ini.”
”Kami berharap diskusi ini dapat memberikan pandangan bahwa industri minuman ringan masih memerlukan waktu untuk kembali pada pertumbuhan yang stabil. Dan diharapkan kedepannya, implementasi dari kebijakan yang akan diambil dapat tepat sasaran dengan mempertimbangkan kondisi yang ada, serta untuk melakukan evaluasi berkala terhadap dampak yang terjadi di industri,” tutup Triyono.
(sra)