Potret Tradisi Pelebon, Pembakaran Jenazah Kaum Bangsawan di Bali

Selasa, 11 Juni 2024 - 05:23 WIB
Umat Hindu Bali menggendong anggota keluarga kerajaan Ubud selama prosesi upacara kremasi kerajaan, yang dikenal sebagai 'Pelebon', Tjokorda Istri Rai Dharmawati, anggota istana kerajaan Ubud, di Ubud, Gianyar, Bali, Indonesia, 10 Juni 2024. REUTERS/Johannes P. Christo
click to zoom
Patung banteng yang berisi peti mati almarhum Tjokorda Istri Rai Dharmawati, anggota istana Ubud, terbakar selama prosesi upacara kremasi kerajaan, yang dikenal sebagai 'Pelebon', di Ubud, Gianyar, Bali, Indonesia, 10 Juni 2024. REUTERS/Johannes P. Christo
click to zoom
Umat Hindu Bali membawa peti mati Tjokorda Istri Rai Dharmawati, anggota kerajaan Ubud, selama prosesi upacara kremasi kerajaan, yang dikenal sebagai 'Pelebon', di Ubud, Gianyar, Bali, Indonesia, 10 Juni 2024. REUTERS/Johannes P. Christo
click to zoom
Umat Hindu Bali bersorak saat mereka berhasil mengangkut peti mati Tjokorda Istri Rai Dharmawati, anggota istana Ubud, selama prosesi upacara kremasi kerajaan, yang dikenal sebagai 'Pelebon', di Ubud, Gianyar, Bali, Indonesia, 10 Juni 2024. REUTERS/Johannes P. Christo
click to zoom
Patung banteng yang berisi peti mati almarhum Tjokorda Istri Rai Dharmawati, anggota istana Ubud, terbakar selama prosesi upacara kremasi kerajaan, yang dikenal sebagai 'Pelebon', di Ubud, Gianyar, Bali, Indonesia, 10 Juni 2024. REUTERS/Johannes P. Christo
click to zoom
Patung banteng yang berisi peti mati almarhum Tjokorda Istri Rai Dharmawati, anggota istana Ubud, terbakar selama prosesi upacara kremasi kerajaan, yang dikenal sebagai 'Pelebon', di Ubud, Gianyar, Bali, Indonesia, 10 Juni 2024. REUTERS/Johannes P. Christo
click to zoom
Patung banteng yang berisi peti mati almarhum Tjokorda Istri Rai Dharmawati, anggota istana Ubud, terbakar selama prosesi upacara kremasi kerajaan, yang dikenal sebagai 'Pelebon', di Ubud, Gianyar, Bali, Indonesia, 10 Juni 2024.

Istilah upacara pelebon biasanya disematkan untuk prosesi pembakaran jenazah kaum tertentu, seperti dari kalangan brahmana dan ksatria di Bali. Upacara pelebon biasanya digelar lebih besar dan Waktu yang Panjang jika dibandingkan dengan ngaben biasa.

Selama disemayamkan di rumah, jenazah biasanya diberikan suguhan tertentu oleh keluarga seakan-akan almarhum masih hidup. Sedangkan untuk upacara ngaben, biasanya yang dibakar adalah kerangka dari jenazah yang sebelumnya sudah dikubur terlebih dahulu dalam kurun waktu tertentu. Hampir sama seperti ngaben, upacara pelebon diawali dengan penentuan hari baik untuk pelaksanaan upacaranya.

Nama istilahnya adalah nuasen karya, untuk memohon upacara agar berjalan lancar secara sekala maupun niskala. Lalu dilanjutkan dengan berbagai prosesi lainnya seperti memandikan jenazah, memindahkannya ke bale gede, dan prosesi lain yang berlangsung selama berminggu-minggu.

Prosesi lain yang terkadang menjadi pembeda antara pelebon dan ngaben adalah kehadiran sarana upacara berupa Naga Banda.

Naga Banda ini akan diletakkan berdampingan dengan jenazah. Kepala Naga Banda menghadap ke arah Kelod-Kauh (Barat Daya), dan ekornya ke arah Kaja Kangin (Timur Laut).

Pada saat acara puncaknya pelebon, Naga Banda ini secara simbolis akan dipanah oleh seorang sulinggih yang memimpin upacara tersebut.

Lalu Naga Banda ikut mengiringi jenazah sampai ke setra (Kuburan).Selama menuju ke setra ini, jenazah diusung di atas bade. Sesampai di setra, jenazah dipindah ke petulangan berupa wahana Lembu. Kalau kaum brahmana, biasanya lembu dibuat berwana putih. Sedangkan kaum ksatria, biasanya berwarna hitam.

Begitu sudah berada di dalam lembu inilah jenazah dibakar. Setelah proses pembakaran jenazah selesai, masih dilanjutkan dengan upacara nuduk galih atau mengumpulkan sisa-sisa tulang untuk diupacarai. Sisa tulang ini selanjutnya dilarung ke laut atau sungai.

REUTERS/Johannes P. Christo
(sra)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Foto Terkait
Foto Terpopuler
Foto Terkini More