Kebakaran Hutan Menghancurkan Taman Nasional Chapada dos Veadeiros di Tengah Kekeringan Terburuk Brasil

Selasa, 10 September 2024 - 10:05 WIB
Api menyebar melalui kawasan perlindungan lingkungan Pouso Alto, di Taman Nasional Chapada dos Veadeiros, selama musim kemarau, di Colinas do Sul, negara bagian Goias, Brasil, Senin, 9 September 2024. (AP Photo/Eraldo Peres)
click to zoom
Api menyebar melalui kawasan perlindungan lingkungan Pouso Alto, di Taman Nasional Chapada dos Veadeiros, selama musim kemarau, di Colinas do Sul, negara bagian Goias, Brasil, Senin, 9 September 2024. (AP Photo/Eraldo Peres)
click to zoom
Api menyebar melalui kawasan perlindungan lingkungan Pouso Alto, di Taman Nasional Chapada dos Veadeiros, selama musim kemarau, di Colinas do Sul, negara bagian Goias, Brasil, Senin, 9 September 2024. (AP Photo/Eraldo Peres)
click to zoom
Api menyebar melalui kawasan perlindungan lingkungan Pouso Alto, di Taman Nasional Chapada dos Veadeiros, selama musim kemarau, di Colinas do Sul, negara bagian Goias, Brasil, Senin, 9 September 2024. (AP Photo/Eraldo Peres)
click to zoom
Api menyebar melalui kawasan perlindungan lingkungan Pouso Alto, di Taman Nasional Chapada dos Veadeiros, selama musim kemarau, di Colinas do Sul, negara bagian Goias, Brasil, Senin, 9 September 2024. (AP Photo/Eraldo Peres)
click to zoom
BRASILIA, Brasil (AP) — Brasil menghadapi kekeringan terburuk dalam sejarah pengukuran nasional, dengan 59% wilayah negara ini mengalami kekeringan yang meluas, mencakup area seluas sekitar setengah dari Amerika Serikat.

Sungai-sungai besar di lembah Amazon mencatat tingkat terendah dalam sejarah, sementara kebakaran hutan yang tidak terkendali menghancurkan kawasan lindung dan menyebarkan asap ke wilayah yang luas, mengakibatkan penurunan kualitas udara yang signifikan.

“Ini adalah pertama kalinya kekeringan melanda seluruh wilayah dari Utara hingga Tenggara,” kata Ana Paula Cunha, peneliti di Pusat Pemantauan dan Peringatan Dini Bencana Alam Nasional, dalam sebuah pernyataan pada Kamis. “Ini adalah kekeringan yang paling hebat dan meluas dalam sejarah.”

Pada Senin sore, asap dari kebakaran membuat Sao Paulo, wilayah metropolitan dengan 21 juta penduduk, mengalami kualitas udara tercemar terburuk kedua di dunia, setelah Lahore, Pakistan, menurut data IQAir, perusahaan teknologi udara asal Swiss.

Sekitar 1.100 kilometer ke utara, kebakaran melanda Taman Nasional Chapada dos Veadeiros, salah satu destinasi pariwisata paling terkenal di Brasil.

“Tahun ini, musim kemarau dimulai jauh lebih awal dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sementara musim hujan berlangsung intens namun singkat,” kata Nayara Stacheski, kepala taman nasional, kepada The Associated Press. “Angin kencang, kelembapan udara rendah, dan suhu yang sangat panas memperburuk kebakaran hutan.”

Pada hari Senin, satu titik api yang tidak terkendali terpantau di daerah terpencil. Sebuah helikopter direncanakan akan tiba untuk mengangkut petugas pemadam kebakaran. Kebakaran lainnya berhasil dikendalikan oleh 80 petugas pemadam kebakaran dengan bantuan dua pesawat. Namun, dua titik api lainnya mengancam akan memasuki taman nasional.

Kebakaran di Chapada dos Veadeiros, salah satu dari sedikit kawasan lindung di Cerrado, sabana Brasil, adalah bagian dari krisis kebakaran yang telah melanda negara ini selama berbulan-bulan. Dari awal tahun hingga 8 September, Brasil mencatat hampir 160.000 kebakaran, menjadikannya tahun terburuk sejak 2010. Di Pantanal, lahan basah terbesar di dunia, tahun ini merupakan tahun kebakaran terburuk kedua yang pernah tercatat.

Sebagian besar kebakaran disebabkan oleh aktivitas manusia dalam proses deforestasi atau pembukaan lahan pertanian. Sejauh ini, area seluas Italia telah terbakar di Brasil.

Kekeringan bukan satu-satunya masalah. Lebih dari 1.900 kilometer dari Chapada dos Veadeiros ke arah timur laut, Sungai Amazon dan anak sungainya, seperti Sungai Madeira, mencatat rekor rendah baru di kota Tabatinga. Hujan signifikan diperkirakan tidak akan turun hingga bulan Oktober.

Permukaan sungai yang rendah telah menyebabkan puluhan komunitas terisolasi, termasuk Fidadelfia, yang dihuni oleh 387 keluarga suku Tikuna. Kekurangan air minum menyebabkan anak-anak minum air kotor, meningkatkan risiko penyakit, sementara makanan menjadi langka akibat kematian tanaman dan kesulitan akses ke kota, menurut pemimpin lokal Myrian Tikuna.

Tikuna mengirimkan foto selfie yang diambil pada hari Senin di komunitasnya, menunjukkan lanskap yang kini didominasi oleh gundukan pasir, bukan air sungai.

“Dulunya ini adalah Sungai Amazon,” katanya. “Sekarang menjadi gurun. Jika keadaan memburuk, masyarakat kami akan hilang. Kami kini menyadari betapa parahnya perubahan iklim.”
(sra)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Foto Terkait
Foto Terpopuler
Foto Terkini More