IOM Indonesia Gelar Hybrid Global Migrasi Film Festival 2021
JAKARTA-- Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM)-Migrasi PBB, kembali menggelar Global Migrasi Film Festival (GMFF). GMFF tahun ke-6 ini, masih tetap menampilkan berbagai film dan dokumenter yang menceritakan bermacam kesempatan dan tantangan serta sumbangsih, para migran terhadap dunia sekitarnya.
"Tujuan dari GMFF ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada lebih banyak orang untuk terus berdiskusi dan mengenal isu terkait migrasi, termasuk kesempatan dan tantangannya," kata Wakil Kepala Misi IOM Indonesia, Theodora Suter, Kamis (16/12), dalam keterangannya.
Tahun ini, GMFF masih diselenggarakan dalam kondisi yang menantang lantaran dihelat di tengah berlanjutnya pandemi Covid-19. Meski begitu, kali ini GMFF dapat beradaptasi dengan situasi dan menyelenggarakan pemutaran film secara hybrid melalui pemutaran film langsung di tempat, namun dengan kapasitas terbatas dan juga secara daring untuk melanjutkan dialog publik tentang migrasi. "GMFF kali ini berlangsung di lima kota di Indonesia," ujarnya.
"Antara lain, di Universitas Boswa, Makassar pada 14 Desember 2021, SESMART, Tanjung Pinang, 15 Desember 2021, dan di @america, Jakarta pada 16-17 Desember 2021," ungkap Theodora.
Kemudian Institut Francais Indonesia & Conecworld, Surabaya pada 17 Desember 2021, Serempak.org, Pekanbaru pada 18 Desember 2021.
"Pada kesempatan kali ini, GMFF menampilkan berbagai film tentang migrasi yang dapat menggugah hati dan pikiran bagi banyak orang untuk dapat melihat dan menerima perbedaan yang ada disekitarnya," ungkap Theodora.
Film-film ini di antaranya, Ketchup and Sonya, sebuah film dokumenter yang menceritakan kisah percintaan yang menarik antara dua generasi dan budaya yang berbeda; generasi pertama migran keturunan Cina dan pasangannya yang berbeda latar belakang.
Kemudian Transition ‘X-buk alo?, film dengan latar belakang sebuah barbershop, film ini menceritakan tentang pertemuan antara generasi muda dengan generasi tua yang berbeda kebangsaan.
Lalu, Walking in My Shoes, dokumenter perihal donasi sepatu yang dilakukan oleh anak-anak di pinggiran Skotlandia bagi anak-anak pengungsi Suriah di Lebanon.
Kemudian yang terakhir, DreamHood, film yang menceritakan kehidupan dalam sebuah desa dengan nuansa internasional di Cleveland serta transformasi dan perubahan yang secara kontinyu terjadi dalam komunitas.
Pada tahun-tahun sebelumnya, Festival Film Migrasi Global IOM melakukan pemutaran film di 100 negara, menjangkau lebih dari 60.000 penonton setiap tahunnya. Film festival ini juga telah melintasi padang pasir di berbagai kamp-kamp pengungsi, pusat transit migran, serta di berbagai perpustakaan, universitas, dan klub film di berbagai kota di dunia.
"Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa Covid-19 telah memberikan dampak luar biasa pada mobilitas dan migrasi di seluruh dunia. Bahkan dalam Laporan Migrasi Dunia IOM yang baru saja dirilis diketahui terdapat miliaran orang yang mobilitasnya terhambat karena Covid-19. Sementara puluhan juta orang menjadi pengungsi di negara mereka sendiri," kata National Media and Communications Officer IOM Indonesia, Ariani Hasanah Soejoeti.
Ia mengatakan, setiap migran pasti memiliki cerita unik yang berjalan seiringan dengan pengalaman migrasinya. Sementara di sisi lain, film merupakan media untuk merekam dan menyampaikan pesan-pesan migrasi yang penuh dengan dinamika.
"Bagi IOM, GMFF adalah alat advokasi yang dapat menarik perhatian banyak mata terhadap kisah kehidupan para migran serta semangat yang mereka tularkan dalam komunitas. Selain itu, GMFF juga merupakan ajang untuk membuka kazanah pengetahuan dan wawasan banyak orang terhadap isu xenophobia atau penyalahgunaan hak asasi migran," tandas Ariani.
Foto Dok