JAKI-Indonesian Club Siap Bela Keputusan Kapolri Angkat Novel Cs
JAKARTA-- Setelah mendapat perlawanan hukum dari Pergerakan Advokat Nusantara, giliran dukungan didapat dari keputusan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang mengangkat 57 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lolos tes wawancara kebangsaan (TWK).
Dukungan datang dari Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI) dan Indonesian Club. "Sebagai perwakilan kelompok masyarakat sipil (civil society group) yang berkedudukan di Indonesia, kami dari JAKI dan Indonesian Club menyatakan atas inisitaif kami untuk mewakili warga negara, dalam konteks sebagai wakil sosial menyatakan akan mengajukan sebagai pihak intervensi atau sebagai pihak ketiga dalam kasus gugatan ke Kapolri dalam hal pengangkatan 57 eks pegawai KPK melalui Peraturan Kepolisian Nomor 15 Tahun 2021," kata Koordinator Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI) Yudi Syamhudi Suyuti, Senin (20/12), kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta.
Upaya JAKI dan Indonesian Club in, kata Yudi bentuk inisiatif sebagai perwakilan kelompok masyarakat sipil atau civil society group, yang sedang memperjuangkan kepentingan hak-hak rakyat warga negara untuk memperkuat institusi penegak hukum dalam pemberantasan korupsi dan kejahatan keuangan.
"Selain itu JAKI dan Indonesian Club sebagai kelompok masyarakat sipil di Indonesia berhak atas partispasi sebesar-sebesarnya untuk mengadvokasi rakyat dan instititusi negara dalam hal penegakan hukum," ujarnya.
JAKI dan Indonesian Club, melalui UNWCI Indonesia Campaign, kata Yudi telah bekerja sama dengan Polri, Satgas Waspada Investasi OJK dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pemberantasan kejahatan keuangan pinjaman online ilegal.
Diangkatnya mantan pegawai KPK untuk memperkuat Polri, dirasa JAKI dan Indonesian Club perlu, guna mendukung pemberantasan korupsi, termasuk kejahatan keuangan di dalamnya.
"Oleh karena itu kami berkepentingan dalam gugatan yang akan dilakukan oleh Pergerakan Advokat Nusantara sebagai pihak ketiga yang akan terlibat dalam proses hukum acara demi menguatkan perundang-undangan yang berpihak pada kepentingan publik," ungkap Yudi.
"Khususnya dalam hal ini adalah pemberantasan korupsi dan kejahatan keuangan yang menjadi perhatian Kapolri dengan mengangkat 57 pegawai eks KPK yang memiliki keahlian, rekam jejak, kemampuan dan pengalamannya dalam tindakan pencegahan dan pemberantasan korupsi," tandas Yudi.
Lebih lanjut pihaknya menilai, pengangkatan Novel Baswedan cs telah sesuai ketentuan. Peraturan Kepolisian Negara No.15 tahun 2021 tentang pengangkatan 57 eks pegawai KPK, dianggap sepenuhnya telah memenuhi aturan-aturan hukum yang berlaku, yang terdiri dari UU No.5 Tahun 2014 tentang ASN, Pasal 1 ayat 3.
"Disebutkan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian, dalam hal ini Kapolri sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia," jelas Yudi.
Hal itu, juga didasarkan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.9 tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, Pasal 1 Ayat 3 yang menyatakan, "Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan, Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional serta Pimpinan Kesekretariatan Lembaga lain yang dipimpin oleh pejabat struktural eselon I dan bukan merupakan bagian dari Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen".
Selanjutnya, juga dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.11 Tahun 2017 Tentang Pegawai Negeri Sipil pada Bab I Pasal 1 Ayat 17 menyatakan pejabat pembina kepegawaian (PPK) adalah pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian pegawai ASN dan pembinaan manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundan-undangan.
Sedangkan pada Ayat 30 dinyatakan Badan Kepegawaian Negara (BKN) adalah lembaga pemerintah non kementerian yang diberi kewenangan melakukan pembinaan dan menyelenggarakan manajemen ASN secara nasional sebagaimana diatur dalam undang-undang.
"Dan dalam Peraturan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2020 tentang perubahan atas PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pasal 3 Ayat 1 menyebutkan, 'Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan PNS berwenang menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS'," papar Yudi.
Sementara terkait JAKI dan Indonesian Club yang menjadi pihak intervensi atau pihak ketiga, hal itu mengacu Pasal 279 Reglement op de Rechtsvordering (RV). Bunyinya, "Barangsiapa mempunyai kepentingan dalam suatu perkara perdata yang sedang berjalan antara pihak-pihak lain, dapat menuntut untuk menggabungkan diri atau campur tangan".
Dimana, kata Yudi Pasal 279 Reglement op de Rechtsvordering (RV) masih digunakan dalam acara hukum perdata, baik di tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi hingga pengadilan Mahkamah Agung.
Penggunaan RV oleh hakim pengadilan ini, lanjutnya, merupakan bentuk penjelasan Pasal 1 UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang merdeka, yang mengandung pengertian bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari kekuasaan negara lainnya dan kebebasan dari paksaan, direktiva, atau rekomendasi yang datang dari pihak ekstra yudisial.
Dalam menghadapi sebuah perkara, kata dia, hakim bebas dalam arti berupaya melakukan kegiatan memberi dan menemukan dasar-dasar dan asas-asas hukum melalui pendekatan yurisprudensi, doktrin ilmu hukum, nilai-nilai kekuatan ekonomi, sosial, agama, adat, kebiasaan, kepatutan dan kemanusiaan. Tentang kekuasaan kehakiman yang merdeka ini, kata Yudi merupakan manifestasi dari Pancasila dan UUD 45.
"Selanjutnya dalam waktu dekat, kami akan mengorganisir dan menggalang sebanyak-banyak perkumpulan advokat, LBH, kelompok masyarakat sipil, aktivis, pergerakan dan organisasi perkumpulan profesi bahkan individu untuk bergabung bersama kami dan ikut terlibat sebagai pihak ketiga atau pihak intervensi dalam memperkuat Kepolisian yang sedang bergerak ke arah reformasi Kepolisian," tandas Yudi.