Negara Hadapi Agenda Besar, Pengamat: Jokowi Butuh Panglima TNI yang Terbukti Loyal dan Berani
Jakarta - Posisi calon Panglima TNI pengganti Jenderal Andika Perkasa masih menjadi tanda tanya. Andika bakal meninggalkan jabatannya karena pensiun, atau tepatnya ketika memasuki usia 58 tahun pada 21 Desember 2022.
Sejumlah nama pun santer disebut sebagai calon penerus Andika. Mereka yakni KSAL Laksamana Yudoyono Margono, KSAD Jenderal Dudung Abdurachman, dan KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo.
Meski demikian, hingga di kini Presiden Jokowi belum mengirimkan surat presiden (surpres) pergantian Panglima TNI ke DPR RI. Hal tersebut lantaran Ketua DPR Puan Maharani selaku penerima masih berada di luar negeri.
"Mari kita sabar dan menahan diri terkait isu ini. Keputusan ini bukan hal yang mudah bagi Presiden sebab akan menentukan nasib bangsa, dalam menghadapi berbagai persoalan hingga juga suksesi 2024," kata pengamat militer Apep Agustiawan.
Apalagi, ditambahkannya, Presiden Jokowi merupakan sosok yang unik, memiliki talenta "out of the box" dalam memimpin. Apalagi, Panglima yang dipilih harus memiliki faktor kinerja dan produktifitas. Belum lagi faktor dinamika politik dan mengantisipasi sejumlah ancaman krisis, membuat Panglima yang dipilih harus loyal dan berani.
Misalnya saja, KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman yang digadang-gadang banyak pihak layak menjadi Panglima TNI, menggantikan Andika. Presiden Jokowi bisa memilih calon Panglima TNI dari kesatuan yang diinginkannya, tidak harus bergantian atau bergiliran dari kesatuan seperti AL, AD dan AU.
Jokowi juga diyakini memilih sosok calon Panglima TNI yang jejak rekamnya bersih, berintegritas, memiliki kapasitas dan kapabilitas. Sebab, sosok yang demikian dianggap mampu menjaga keamanan dan pertahanan Indonesia dari semua ancaman.
Nantinya, negara akan menghadapi agenda politik besar pergantian kepala daerah dan 2023 yang semuanya akan dipimpin pejabat yang ditunjuk/diangkat pemerintah (Pj).
Termasuk, 27 Gubernur yang akan dipilih presiden atas pengajuan Kemendagri. Ini karena tidak adanya Pilkada serentak 2022.
"Pak Jokowi pasti akan melakukannya namun perlu pertimbangan tepat dan waktu yang ideal. Pak Presiden tidak bisa dipaksa harus berpikir keras sendiri dalam mengatasi semua ini. Apalagi Presiden Jokowi memang terbiasa dalam hal kebijakan-kebijakan yang solutif," tambahnya.
Lebih jauh dikatakannya, biarlah Presiden Jokowi bekerja dan membuat asesmen, analisis, apa yang terbaik untuk dilakukan, dalam memutuskan pengemban posisi Panglima TNI.
"Sepenuhnya semua berada di bawah kendali presiden. Penyerahan hanya terkenda ketua DPR (Puan Maharani) yang belum ada di tempat. Terpenting, tidak mempengaruhi kesolidan di pemerintahan," paparnya.
Sementara itu, Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas mengatakan sebenarnya Supres Jokowi dapat dikirim tanpa harus menunggu Puan terlebih dahulu. "Sebenarnya pengajuan surpres bisa kapan saja, ada tidak ada Ketua DPR tidak menjadi masalah. Bisa jadi pengunduran pengiriman surat tersebut adalah hasil komunikasi Antara pimpinan DPR dan Mensesneg Pratikno," kata Anton, Jumat (25/11).
Anton berpandangan jika Supres Panglima ditunda tak menutup kemungkinan nama calon pengganti Andika akan berubah. Apalagi, selama ini masyarakat hanya menilai rumor yang beredar. "Apakah isi surat berubah atau tidak? Bisa iya atau tidak. Problemnya adalah dari awal publik tidak tahu siapa nama yang sedianya diajukan pada 23 November lalu. Artinya, kalau pun ada perubahan, kita tidak tahu pasti. Selama ini yang beredar sifatnya masih rumor," tutur dia.