Komisi III Diminta Bela Nasib Karyawan Polo Ralph Lauren Indonesia dan Keluarga
Ribuan orang yang merupakan karyawan PT Polo Ralph Lauren Indonesia dan keluarganya, masih terus berharap keadilan dari Mahkamah Agung (MA). Ini terkait nasib mereka yang bergantung pada putusan sengketa merek dalam tahap peninjauan kembali (PK) yang akan diadili MA.
Sudah 10 kali mereka datang ke depan Gedung MA, untuk mencari keadilan, namun hingga kini belum didapat.
"Sampai saat ini kita cek di web belum ada pergantian (hakim agung). Artinya Ketua Mahkamah Agung belum merealisasikan apa yang menjadi tuntutan kita untuk mengganti hakim yang menangani perkara PK Polo di nomor 15," ujar perwakilan karyawan PT Polo Ralph Lauren Indonesia dan PT Manggala Putra Perkasa, Janli Sembiring saat berunjuk rasa di depan Gedung MA, Senin (27/5/2024).
Perkara PK yang akan ditangani MA, kata Janli ialah menyangkut hajat hidup orang banyak yang merupakan karyawan dan keluarga PT Polo Ralph Lauren Indonesia serta PT Manggala Putra Perkasa. Mereka sudah belasan tahun bekerja menggantungkan hidup pada perusahaan itu.
"Dan yang bekerja sudah ada yang 15 tahunan lebih, tentunya ini menyangkut hajat hidup orang banyak, menyangkut perut orang banyak, nafkah orang banyak yang bergantung pada perusahaan ini," tuturnya.
Adapun hakim yang dimintakan mereka untuk diganti, ialah Hakim Agung Rahmi Mulyati. Sebab, hakim tersebut pada putusan sebelumnya di tingkat kasasi dan PK, dianggap merugikan pihak PT Polo Ralph Lauren Indonesia. Hakim Rahmi diharapkan tak mengadili perkara PK PT Manggala Putra Perkasa Nomor 10 PK/Pdt.Sus-HKI/2024 dan Fahmi Babra Nomor 15 PK/Pdt.Sus-HKI/2024.
Putusan yang diputus sebelumnya oleh Hakim Rahmi, ialah PK PT Polo Ralph Lauren Indonesia Nomor 9 PK/Pdt.Sus-HKI/2024. Putusan yang memenangkan pihak MHB itu, dinilai janggal dan cacat hukum. Sebab sejak awal, kata dia MHB tidak memiliki merek Polo by Ralph Lauren, dimana hal itu dapat dilihat dari putusan nomor 140/Pdt.G/1995 Jkt Pst pada halaman 10. Serta pada halaman amar putusan, dimana tidak ada kata "Polo" dan tidak ada kata "by". MHB, kata Janli memenangkan sengketa itu hanya dengan bukti fotokopi dan merek Ralph Lauren, yang menurutnya sudah dihapus.
"Kami meminta nantinya hakim benar-benar memeriksa perkara 15 dan 10 karena ada putusan yang sangat jelas nomor 140 yang bertentangan dimana MHB tidak memiliki legal standing karena dia tidak memiliki merek Polo by Ralph Lauren. Jadi sangat aneh ketika diputus memiliki merek Polo by Ralph Lauren dan menghapus merek resmi yang terdaftar di DJKI," jelas dia.
Pihaknya pun kembali meminta perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas persoalan ini. Karyawan dan keluarga juga meminta Komisi III DPR RI, turut membantu mengawal kasus itu, sehingga tercapai keadilan yang diharapkan mereka.
Karyawan juga meminta Badan Pengawas MA, Komisi Yudisial hingga KPK, memeriksa tiga hakim yang telah memutus PK PT Polo Ralph Lauren Indonesia Nomor 9 PK/Pdt.Sus-HKI/2024. Putusan yang memenangkan MHB, tersebut dinilai bertentangan dengan dua putusan lain yakni putusan nomor 140/pdt.g/1995/PN.jkt.pst dan putusan MA nomor 3101 K/pdt/1999.
"Kami akan aksi di Istana, untuk memperhatikan kami, untuk memperhatikan nasib daripada karyawan atas adanya putusan yang cacat hukum. Kami juga akan meminta Komisi III untuk mengawal kami juga sebagai Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengawal perkara yang sedang berjalan di Mahkamah Agung saat ini," kata Janli, didampingi perwakilan kuasa hukum dari LQ Indonesia Law Firm dan Quotient TV, Putra Hendra Giri.
"Sehingga perkara 15 dan 10 dipegang oleh hakim-hakim yang kompeten, hakim yang menjaga marwah Mahkamah Agung, dikabulkan PK-nya dan mengembalikan merek-merek kami," sambungnya.