Krakatau Steel Pacu Produksi Baja Tahan Gempa untuk Jawab Kebutuhan Infrastruktur di Wilayah Rawan Bencana
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk bersama perusahaan joint venture-nya, PT Krakatau Posco, telah mencapai tonggak penting dalam industri baja nasional dengan memulai produksi massal baja tahan gempa (seismic grade steel).
Produk inovatif ini dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan material konstruksi di wilayah-wilayah Indonesia yang rawan bencana gempa bumi, sekaligus menandai kemajuan signifikan dalam upaya mencapai kemandirian industri baja nasional.
Kejadian gempa dahsyat berkekuatan magnitudo 7,7 yang berpusat di Myanmar baru-baru ini menyadarkan kita pentingnya baja tahan gempa ini. Sebuah gedung pencakar langit di negara tetangga, Thailand, yang masih dalam tahap pembangunan runtuh seketika karena getaran tersebut. Pengujian awal terhadap material yang dikumpulkan di lokasi menunjukkan adanya baja di bawah standar di antara reruntuhan bangunan setinggi 30 lantai tersebut.
Produk baja tahan gempa seperti JIS G3136 SN490 telah terbukti digunakan dalam berbagai proyek infrastruktur strategis nasional. Keunggulan utama produk ini terletak pada kemampuannya menahan deformasi akibat getaran gempa yang kuat, serta sifatnya yang mudah dimodifikasi dan diperbaiki jika terjadi kerusakan.
"Ini memenuhi standar ketahanan gempa untuk wilayah seismik seperti Indonesia," tegas Prof. Dr. Bambang Suhendro, pakar teknik sipil UI yang terlibat dalam pengujian produk tersebut di Laboratorium Bahan Konstruksi UI.
Mengurangi Ketergantungan Impor
Sebelum pencapaian ini, data Kementerian Perindustrian menunjukkan bahwa Indonesia masih sangat bergantung pada impor, dengan sekitar 60% kebutuhan baja khusus konstruksi, termasuk material tahan gempa, masih diimpor dari Jepang dan Korea Selatan.
Ketergantungan ini tidak hanya berdampak pada biaya proyek yang lebih tinggi, tetapi juga membuat pembangunan infrastruktur rentan terhadap fluktuasi pasokan global.
Situasi ini mulai berubah dengan beroperasinya Krakatau Posco Phase 2. Fasilitas produksi mutakhir ini telah meningkatkan kapasitas produksi menjadi 3 juta ton baja per tahun, termasuk jenis seismic grade. Produk andalannya, baja SNI 2052:2020, telah melalui serangkaian uji ketat dan berhasil membuktikan kemampuan ductility serta ketahanan deformasi yang memenuhi standar ketahanan gempa.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendukung penuh penggunaan baja tahan gempa dalam negeri. Kebijakan ini diperkuat melalui Permen PUPR No. 13 Tahun 2019 yang mewajibkan penggunaan baja tulangan SNI untuk proyek infrastruktur.
Tantangan dan Rencana Pengembangan
Meski telah menunjukkan kemajuan signifikan, industri baja nasional masih menghadapi tantangan besar. Kapasitas produksi saat ini baru mampu memenuhi sekitar 45% dari total kebutuhan nasional.
Untuk mengatasi hal ini, Krakatau Steel telah menyusun strategi komprehensif yang mencakup: 1) reaktivasi pabrik ISM BF yang akan menambah kapasitas produksi sebesar 1,2 juta ton per tahun, dan 2) Kolaborasi riset dengan BRIN untuk mengembangkan generasi baru material konstruksi, termasuk baja ramah lingkungan (green steel).
Proyeksi Pertumbuhan Industri Baja Nasional
| Tahun| Produksi (Juta Ton) | Pertumbuhan (%) | Keterangan I
|---------|-------------------|--------------|-------------------------------------------I
| 2020 | 5,2 | -8,5% | Kontraksi akibat pandemi |
| 2021 | 6,1 | +17,3% | Pemulihan ekonomi |
| 2022 | 7,3 | +19,7% | Akselerasi proyek infrastruktur |
| 2023 | 8,5 | +16,4% | Ekspansi KS - KP |
| 2024 | 9,8 (proyeksi) | +15,3% | Dampak Phase 3 KS – KP |
(Sumber: Kementerian Perindustrian RI, data Q3 2024)
Kontribusi untuk Pembangunan Berkelanjutan
Keberhasilan pengembangan baja tahan gempa ini memiliki makna strategis yang melampaui aspek teknis semata. Inovasi ini merupakan wujud nyata kemandirian industri nasional sekaligus kontribusi penting bagi keselamatan publik dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Dengan terus mengembangkan teknologi dan meningkatkan kapasitas produksi, Krakatau Steel siap menjadi tulang punggung industrialisasi nasional yang berdaya saing global.