ERIA Angkat Perjalanan Perdamaian Kamboja Lewat Kuliah Kepemimpinan Bersama Samdech Techo Hun Sen
Jakarta, 6 Mei 2025 — Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) menyoroti pentingnya kepemimpinan dalam menciptakan perdamaian berkelanjutan melalui Kuliah Kepemimpinan ERIA School of Government yang kedua. Acara ini menghadirkan Presiden Senat Kamboja, Samdech Akka Moha Sena Padei Techo Hun Sen, sebagai pembicara utama.
Dalam kuliah tersebut, Samdech Techo Hun Sen membagikan kisah perjalanan Kamboja menuju rekonsiliasi nasional, menekankan pentingnya dialog dan penyelesaian politik sebagai fondasi stabilitas dan pembangunan jangka panjang.
Prof. Nobuhiro Aizawa, Dekan dan Direktur Pelaksana ERIA School of Government, menyampaikan kebanggaannya atas kehadiran Samdech Techo. Ia menyatakan bahwa pengalaman Kamboja dalam membangun perdamaian memberikan kontribusi besar bagi kestabilan Asia Tenggara. “Sebagai pengkaji Asia Tenggara, saya percaya keberhasilan rekonsiliasi di Kamboja adalah salah satu alasan kawasan ini bisa menikmati perdamaian saat ini,” ujarnya dalam sambutan di kantor ERIA, Jakarta.
Prof. Aizawa juga menekankan pentingnya mendokumentasikan pengalaman kepemimpinan agar bisa menjadi pelajaran bagi generasi mendatang. “Perjalanan Samdech Techo menjadi sumber inspirasi penting bagi para pembuat kebijakan dan pelajar di bidang pemerintahan,” tambahnya.
Presiden ERIA, Tetsuya Watanabe, turut mengapresiasi kontribusi Samdech Techo dalam membawa Kamboja keluar dari konflik menuju era perdamaian dan pembangunan. Ia menyebut nama Samdech Techo tak terpisahkan dari proses perdamaian Kamboja, berkat dedikasi dan diplomasi yang dijalankannya selama puluhan tahun.
Dalam pidato berjudul “Perdamaian dan Rekonsiliasi Nasional di Kamboja: Pelajaran bagi Asia Tenggara”, Samdech Techo Hun Sen menegaskan keberhasilan Kebijakan Win-Win yang berhasil mewujudkan perdamaian penuh dan menyatukan kembali wilayah Kamboja pada 1998 tanpa pertumpahan darah.
Ia juga mengenang keputusan penting pada 1977 untuk menyeberang ke Viet Nam, bukan untuk mencari suaka, melainkan meminta bantuan guna membebaskan rakyat Kamboja dari rezim Pol Pot. “Tanpa bantuan Viet Nam, tak ada negara yang berani menggulingkan rezim itu. Kita harus menjaga kebenaran sejarah ini agar tragedi serupa tak terulang,” tegasnya.
Samdech Techo juga memaparkan tantangan berat pasca-kemerdekaan Kamboja pada 7 Januari 1979, mulai dari membangun pemerintahan, memulihkan ekonomi, hingga memastikan ketahanan pangan rakyat. Ia menekankan tanggung jawab besar dalam membangun negara dari nol.
Selain itu, ia mengapresiasi peran Indonesia dalam proses perdamaian, khususnya dalam pertemuan Jakarta Informal Meeting (JIM) yang menjadi titik awal pembentukan Supreme National Council. Ia menegaskan bahwa perdamaian harus dicapai melalui dialog antarwarga, bukan kekerasan, serta pentingnya kesadaran sejarah untuk mencegah konflik di masa depan.
Acara ini dihadiri oleh berbagai tokoh dan akademisi, menegaskan komitmen ERIA School of Government dalam membentuk pemimpin masa depan yang menjunjung tinggi perdamaian, rekonsiliasi, dan kerja sama kawasan.