Pernyataan JAKI Sebagai Majelis Rakyat Global untuk Mewujudkan Resolusi Konflik Laut China Selatan
Jum'at, 03 Desember 2021 - 05:15 WIB
JAKARTA-- Konflik Laut China Selatan menjadi menjadi salah satu pusat konflik global dunia saat ini yang mengingatkan kita pada persoalan sejarah abad ke-15 saat dimulainya penguasaan jalur ekonomi sebagai lahirnya kekuataan imperialisme dan kolonialisme dengan didasari perjanjian Tordesillas dan dilanjutkan perjanjian Zaragoza.
Meskipun dalam situasi politik global yang berbeda, namun setting sejarah Tordesillas dan Zaragoza memiliki karakteristik yang hampir sama dengan kepentingan dominasi kekuatan hegemoni Laut China Selatan yang berpotensi terjadinya Perang Dunia ke-3," kata Koordinator Eksekutif JAKI (Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional) Yudi Syamhudi Suyuti, Jumat (3/12).
Sejarah hitam dunia kita harapkan jangan sampai terulang kembali. Karena bagaimanapun, Perang Dunia ke-3 akan menghasilkan dominasi baru yang justru merusak tatanan kemanusiaan dan keadilan global.
"Tentu kita sebagai warga Negara yang berada di wilayah Laut China Selatan dan seluruh warga dunia akan merasakan dampak dari konflik yang semakin memanas hari ini. Konflik Laut China Selatan didasari oleh dua hal mendasar, yaitu alasan dan konsekwensi," ujarnya.
Alasan dan konsekwensi ini meliputi hasil keputusan hukum arbitrase internasional dibawah Konvensi PBB 2016 tentang Hukum laut (UNCLOS) 2016 yang menegaskan bahwa China hanya dapat menghasilkan dari laut territorial 12 mill laut.
"Penegasan ini didasari keputusan hukum pengadilan yang menyatakan bahwa tidak ada Kepulauan Spratly atau Beting Scarborough yang berhak atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
atau landas kontinen mereka sendiri. Oleh karena itu, sebagian besar sumber daya Laut China Selatan dimiliki oleh negara pantai terdekat
(Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, atau Vietnam) yang didasari oleh hukum internasional dan fakta sejarah yang dapat dibuktikan," ungkap Yudi.
Namun China memiliki tafsir sendiri tentang Laut China Selatan yang didasari alasan sejarah subyektif, bahwa telah beribu-ribu tahun orang-orang China telah mencari ikan di Laut China Selatan sehingga tafsir sejarah subyektif tersebut menjadikan Laut China Selatan ditetapkan China sebagai Laut Yurisdiksi, ng didasari oleh Hukum Nasional China.
"Persoalan Laut China Selatan, pada akhirnya menjadi sengketa yang lebih mengedepankan kepentingan hegemoni dan kekuatan untuk kekuatan. Karena hukum dan fakta sejarah menjadi tersingkir, seolah ada kepentingan tertentu untuk menciptakan hukum internasional baru. Sehingga pendekatan yang digunakan adalah pendekatan politik perang dan politik propaganda klaim kebenaran," tandasnya.
Untuk mengatasi persoalan konflik Laut China Selatan ini, kami dari JAKI yang merupakan bagian dari Majelis Rakyat Global yang di deklarasikan pada 22 September 2021, menyatakan sikap :Mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk hadir dalam penyelesaian ketegangan laut China
Selatan yang berpotensi mendorong terjadinya Perang Dunia ke-3, Laut China Selatan harus dikembalikan pada Hukum Internasional dan Fakta Sejarah Nusantara secara menyeluruh dan konkrit yang legal dengan dilakukan perundingan antara Negara-Negara ASEAN (Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam), China, Amerika Serikat, Rusia, Inggris dan Uni Eropa sebagai faktor sejarah Asia Pasifik dengan didasari semangat perdamaian untuk kemanusiaan dan keadilan sosial, Mendesak dibentuknya Pakta Perdamaian Laut China Selatan yang dipimpin ASEAN dengan melibatkan Pemerintah Nasional Negara-Negara ASEAN dan Kelompok Masyarakat Sipil, hal ini didasari oleh Sejarah Nusantara sebagai Konsep Kemaritiman ASEAN.
Keterlibatan Pemerintah Negara-Negara dan Kelompok Masyarakat Sipil adalah upaya perwujudan tercapainya titik temu antara kepentingan dari bawah ke atas dan dari atas ke bawah sehingga menjadi ke tengah,Mengajak Majelis Rakyat Global untuk ikut terlibat dalam pencapaian resolusi perdamaian atas ketegangan dan konflik Laut China Selatan dan mendorong dibentuknya Majelis Rakyat Global di Negara-Negara ASEAN, dimana Majelis Rakyat Global Indonesia akan dideklarasikan dalam waktu dekat, Mewujudkan kesepakatan-kesepakatan baru secara adil dan bermartabat antara ASEAN dan China dengan didasari hukum internasional, kedaulatan Negara-negara nasional dan sejarah, dimana kesepakatan-kesepakatan tersebut untuk mewujudkan kesetaraan Bangsa-Bangsa di dunia.
Kesepakatan ini juga sekaligus dapat menjadi jalan menyelesaikan konflik Amerika Serikat dan China, Mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menetapkan UNWCI (UN World Citizen Initiative), UNPA (UN Parliement Assembly) dan Utusan Masyarakat Sipil di dalam Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kami menekankan untuk Negara-Negara yang mengerahkan kekuatan militernya di wilayah Laut China Selatan untuk menahan diri sampai terselesaikannya masalah Laut China Selatan, dan Mendesak semua pihak untuk menghentikan tindakan-tindakan pelanggaran hukum internasional.
Meskipun dalam situasi politik global yang berbeda, namun setting sejarah Tordesillas dan Zaragoza memiliki karakteristik yang hampir sama dengan kepentingan dominasi kekuatan hegemoni Laut China Selatan yang berpotensi terjadinya Perang Dunia ke-3," kata Koordinator Eksekutif JAKI (Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional) Yudi Syamhudi Suyuti, Jumat (3/12).
Sejarah hitam dunia kita harapkan jangan sampai terulang kembali. Karena bagaimanapun, Perang Dunia ke-3 akan menghasilkan dominasi baru yang justru merusak tatanan kemanusiaan dan keadilan global.
"Tentu kita sebagai warga Negara yang berada di wilayah Laut China Selatan dan seluruh warga dunia akan merasakan dampak dari konflik yang semakin memanas hari ini. Konflik Laut China Selatan didasari oleh dua hal mendasar, yaitu alasan dan konsekwensi," ujarnya.
Alasan dan konsekwensi ini meliputi hasil keputusan hukum arbitrase internasional dibawah Konvensi PBB 2016 tentang Hukum laut (UNCLOS) 2016 yang menegaskan bahwa China hanya dapat menghasilkan dari laut territorial 12 mill laut.
"Penegasan ini didasari keputusan hukum pengadilan yang menyatakan bahwa tidak ada Kepulauan Spratly atau Beting Scarborough yang berhak atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
atau landas kontinen mereka sendiri. Oleh karena itu, sebagian besar sumber daya Laut China Selatan dimiliki oleh negara pantai terdekat
(Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, atau Vietnam) yang didasari oleh hukum internasional dan fakta sejarah yang dapat dibuktikan," ungkap Yudi.
Namun China memiliki tafsir sendiri tentang Laut China Selatan yang didasari alasan sejarah subyektif, bahwa telah beribu-ribu tahun orang-orang China telah mencari ikan di Laut China Selatan sehingga tafsir sejarah subyektif tersebut menjadikan Laut China Selatan ditetapkan China sebagai Laut Yurisdiksi, ng didasari oleh Hukum Nasional China.
"Persoalan Laut China Selatan, pada akhirnya menjadi sengketa yang lebih mengedepankan kepentingan hegemoni dan kekuatan untuk kekuatan. Karena hukum dan fakta sejarah menjadi tersingkir, seolah ada kepentingan tertentu untuk menciptakan hukum internasional baru. Sehingga pendekatan yang digunakan adalah pendekatan politik perang dan politik propaganda klaim kebenaran," tandasnya.
Untuk mengatasi persoalan konflik Laut China Selatan ini, kami dari JAKI yang merupakan bagian dari Majelis Rakyat Global yang di deklarasikan pada 22 September 2021, menyatakan sikap :Mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk hadir dalam penyelesaian ketegangan laut China
Selatan yang berpotensi mendorong terjadinya Perang Dunia ke-3, Laut China Selatan harus dikembalikan pada Hukum Internasional dan Fakta Sejarah Nusantara secara menyeluruh dan konkrit yang legal dengan dilakukan perundingan antara Negara-Negara ASEAN (Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam), China, Amerika Serikat, Rusia, Inggris dan Uni Eropa sebagai faktor sejarah Asia Pasifik dengan didasari semangat perdamaian untuk kemanusiaan dan keadilan sosial, Mendesak dibentuknya Pakta Perdamaian Laut China Selatan yang dipimpin ASEAN dengan melibatkan Pemerintah Nasional Negara-Negara ASEAN dan Kelompok Masyarakat Sipil, hal ini didasari oleh Sejarah Nusantara sebagai Konsep Kemaritiman ASEAN.
Keterlibatan Pemerintah Negara-Negara dan Kelompok Masyarakat Sipil adalah upaya perwujudan tercapainya titik temu antara kepentingan dari bawah ke atas dan dari atas ke bawah sehingga menjadi ke tengah,Mengajak Majelis Rakyat Global untuk ikut terlibat dalam pencapaian resolusi perdamaian atas ketegangan dan konflik Laut China Selatan dan mendorong dibentuknya Majelis Rakyat Global di Negara-Negara ASEAN, dimana Majelis Rakyat Global Indonesia akan dideklarasikan dalam waktu dekat, Mewujudkan kesepakatan-kesepakatan baru secara adil dan bermartabat antara ASEAN dan China dengan didasari hukum internasional, kedaulatan Negara-negara nasional dan sejarah, dimana kesepakatan-kesepakatan tersebut untuk mewujudkan kesetaraan Bangsa-Bangsa di dunia.
Kesepakatan ini juga sekaligus dapat menjadi jalan menyelesaikan konflik Amerika Serikat dan China, Mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menetapkan UNWCI (UN World Citizen Initiative), UNPA (UN Parliement Assembly) dan Utusan Masyarakat Sipil di dalam Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kami menekankan untuk Negara-Negara yang mengerahkan kekuatan militernya di wilayah Laut China Selatan untuk menahan diri sampai terselesaikannya masalah Laut China Selatan, dan Mendesak semua pihak untuk menghentikan tindakan-tindakan pelanggaran hukum internasional.
(sra)