Diskusi Publik : BBM Untuk Nelayan Dalam mendukung Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur
Jum'at, 17 Desember 2021 - 23:34 WIB
JAKARTA-- Salah satu sektor potensial yang berkontribusi besar dalam perekonomian nasional yakni sektor perikanan dan kelautan. Pada 2020 sektor ini mempunyai nilai produktivitas mencapai US$ 5,2 miliar.
Namun sektor ini masih diliputi persoalan klasik dengan keterbatasan bahan bakar minyak (BBM) khususnya BBM bersubsidi yang dialami para nelayan untuk melaut menangkap ikan.
Menyikapi hal tersebut Mahasiswa Lintas Nusantara (MLN) mengadakan Diskusi Publik dengan tema "BBM Untuk Nelayan Dalam mendukung Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur", Jumat (17/12), di Hotel Gren Alia Cikini, Jakarta.
Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Hery Susanto, yang hadir sebagai keynote speaker dalam kegiatan tersebut menyampaikan bahwa Platform Perikanan Nasional memiliki tujuan Pembangunan Sustainable Development Goals (SDG's) yang bertumpu pada harmoni dari peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat, menjaga kualitas lingkungan hidup, dan pengelolaan yang berkelanjutan.
“Ombudsman berpendapat tata kelola kebijakan kelautan dan perikanan kita dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan diperlukan keterlibatan semua pihak secara bertanggung jawab dan berkelanjutan agar bisa mendukung kelestarian ekosistem dan mewujudkan kesejahteraan rakyat,” kata Hery salahsatu pria kelahiran Cirebon tersebut.
Diketahui bahwa Problematika BBM Bersubsidi Untuk Nelayan saat ini adalah Sulitnya menetapkan jumlah kebutuhan BBM yang tepat bagi kapal-kapal ikan, dikarenakan tidak ada/sulitnya mendapatkan data kapal dan data operasionalnya yang valid, lalu nelayan tidak bisa mengakses BBM bersubsidi, sebab nelayan tradisional banyak tidak memiliki surat rekomendasi untuk membeli BBM bersubsidi, Alokasi yang diberikan untuk SPBU-N seringkali sudah habis di pertengahan bulan (atau sebaliknya), hal ini terkait dengan musim melaut nelayan.
"Meski mayoritas nelayan bisa urus rekomendasi membeli BBM bersubsidi, namun barang itu masih sulit didapatkan karena terbatasnya kuota BBM bersubsidi hingga tidak ada stok di lapangan," ujarnya.
Hery, mengatakan bahwa skema pembelian BBM oleh nelayan umumnya BBM dibeli oleh juragan yang selanjutnya menyuplai paket BBM sehingga Nelayan tradisional sulit menemukan penjual bahan bakar bersubsidi di lingkungan sekitarnya dan selalu kehabisan BBM bersubsidi.
Lebih lanjut Alumni Pascasarjana Universitas Indonesia itu mengatakan Ombudsman RI akan melakukan investigasi inisiatif dan mengaktifkan Respons Cepat Ombudsman (RCO) terkait BBM bersubsidi untuk nelayan di tahun 2022 mendatang.
Ia, mengatakan salah satu solusi alternatif distribusi BBM Subsidi untuk nelayan dengan skema menggunakan kartu pintar, dengan sekali tap nelayan akan sangat dimudahkan dalam proses pembeliannya
“Karena sesuai dengan kuota yang diterima dalam rangka pengawasan dan pelaporan penyaluran BBM subsidi untuk nelayan dapat terintegrasi dan dipantau langsung oleh Dinas Kelautan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan maupun BPH Migas, namun harus diakui masih minim pengawasan," ungkap Hery.
Terkait dengan kebijakan penangkapan ikan secara terukur, Hery Susanto menjelaskan bahwa kebijakan ini harus berkorelasi dengan dukungan pemerintah dalam penyediaan BBM bersubsidi untuk nelayan secara proporsional dan terukur sesuai dengan jumlah data riil jumlah kapal nelayan kecil tradisional.
"Jika tidak itu akan membebani nelayan, sebab sudah sulit memperoleh BBM bersubsidi dan terpaksa membeli yang non subsidi, ditambah adanya pelaksanaan pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tentu merugikan nelayan," tandasnya.
Daniel Alhabsy mewakili PT Pertamina Petra Niaga mengatakan berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tentang bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hal tersebut menjadi landasan utama Pertamina dalam melakukan pelayanan Energi ditengah masyarakat.
“Tujuan Pengelolaan Energi juga tertuang dalam UU Energi No. 30 Tahun 2007 yang kemudia dikenal dengan 4A + 1 S yakni Availability, Accessibility, Affordability, Acceptability dan Sustainability," jelasnya.
Untuk membantu para masyarakat maupun nelayan di wilayah 3 T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal) Pertamina memberlakukan program Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga dengan layanan BBM yang telah tersebar dari MOR I sd MOR VIII dengan total jumlah outlet adalah 7.596 outlet meliputi 380 SPBU-N dan 7.216 SPBU.
Pertamina juga memiliki komitmen bekerjasama dengan KKP terkait kebutuhan BBM Non Subsidi nelayan yang dapat dipenuhi melalui Pertashop sejalan dengan pemenuhan kebutuhan BBM oleh SPBUN eksisting dan yang dalam proses pembangunan.
“Pertamina berkomitmen dan mendukung pemenuhan kebutuhan BBM nelayan melalui penambahan SPBUN di sentra-sentra nelayan”, jelasnya.
Sementara itu, Direktur Kepelabuhan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Ady Candra, menyampaikan bahwa Potensi investasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerapkan Kebijakan Penangkapan Terukur di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) pada awal tahun 2022.
Kebijakan penangkapan terukur dengan pelaksanaan pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan langkah guna memeratakan kesejahteraan ekonomi.
“Untuk mewujudkan hal tersebut maka ada beberapa hal yang telah dilakukan agar nelayan memiliki kemudahan akses BBM Bersubsidi diataranya Penyerderhaan Regulasi Penyaluran BBM Bersubsidi Melalui Perka BPH Migas No 17 tahun 2019," kata Ady.
Sementara Pengamat Ekonomi Hamli Suaifullah berpandangan bahwa koordinasi dibutuhkan untuk mengatur proses pemberian subsidi dari pemerintah terhadap para nelayan. “Sehingga dengan adanya koordinasi yang jelas, maka subsidi BBM akan dapat berjalan tepat sasaran”, ucapnya.
Sedangkan Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradional Indonesia menyampaikan dukungan terhadap kebijakan penangkapan terukur dari KKP “KNTI siap berkolaborasi untuk menyukseskan program-program KKP”, ucapnya.
Kegiatan Diskusi Publik tersebut dihadiri Hery Susanto (Anggota Ombudsman Republik), Daniel Alhabsy (Pertamina Patra Niaga) Dani Setiawan (Ketua Harian KNTI), Hamli Saifullah (Pengamat Ekonomi), Ady Candra (Direktur Kepelabuhan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI), Muhammad Khotim (Asisten Ombudsman Republik Indonesia) dan Ahmad Rouf (Jurnalis).
Namun sektor ini masih diliputi persoalan klasik dengan keterbatasan bahan bakar minyak (BBM) khususnya BBM bersubsidi yang dialami para nelayan untuk melaut menangkap ikan.
Menyikapi hal tersebut Mahasiswa Lintas Nusantara (MLN) mengadakan Diskusi Publik dengan tema "BBM Untuk Nelayan Dalam mendukung Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur", Jumat (17/12), di Hotel Gren Alia Cikini, Jakarta.
Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Hery Susanto, yang hadir sebagai keynote speaker dalam kegiatan tersebut menyampaikan bahwa Platform Perikanan Nasional memiliki tujuan Pembangunan Sustainable Development Goals (SDG's) yang bertumpu pada harmoni dari peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat, menjaga kualitas lingkungan hidup, dan pengelolaan yang berkelanjutan.
“Ombudsman berpendapat tata kelola kebijakan kelautan dan perikanan kita dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan diperlukan keterlibatan semua pihak secara bertanggung jawab dan berkelanjutan agar bisa mendukung kelestarian ekosistem dan mewujudkan kesejahteraan rakyat,” kata Hery salahsatu pria kelahiran Cirebon tersebut.
Diketahui bahwa Problematika BBM Bersubsidi Untuk Nelayan saat ini adalah Sulitnya menetapkan jumlah kebutuhan BBM yang tepat bagi kapal-kapal ikan, dikarenakan tidak ada/sulitnya mendapatkan data kapal dan data operasionalnya yang valid, lalu nelayan tidak bisa mengakses BBM bersubsidi, sebab nelayan tradisional banyak tidak memiliki surat rekomendasi untuk membeli BBM bersubsidi, Alokasi yang diberikan untuk SPBU-N seringkali sudah habis di pertengahan bulan (atau sebaliknya), hal ini terkait dengan musim melaut nelayan.
"Meski mayoritas nelayan bisa urus rekomendasi membeli BBM bersubsidi, namun barang itu masih sulit didapatkan karena terbatasnya kuota BBM bersubsidi hingga tidak ada stok di lapangan," ujarnya.
Hery, mengatakan bahwa skema pembelian BBM oleh nelayan umumnya BBM dibeli oleh juragan yang selanjutnya menyuplai paket BBM sehingga Nelayan tradisional sulit menemukan penjual bahan bakar bersubsidi di lingkungan sekitarnya dan selalu kehabisan BBM bersubsidi.
Lebih lanjut Alumni Pascasarjana Universitas Indonesia itu mengatakan Ombudsman RI akan melakukan investigasi inisiatif dan mengaktifkan Respons Cepat Ombudsman (RCO) terkait BBM bersubsidi untuk nelayan di tahun 2022 mendatang.
Ia, mengatakan salah satu solusi alternatif distribusi BBM Subsidi untuk nelayan dengan skema menggunakan kartu pintar, dengan sekali tap nelayan akan sangat dimudahkan dalam proses pembeliannya
“Karena sesuai dengan kuota yang diterima dalam rangka pengawasan dan pelaporan penyaluran BBM subsidi untuk nelayan dapat terintegrasi dan dipantau langsung oleh Dinas Kelautan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan maupun BPH Migas, namun harus diakui masih minim pengawasan," ungkap Hery.
Terkait dengan kebijakan penangkapan ikan secara terukur, Hery Susanto menjelaskan bahwa kebijakan ini harus berkorelasi dengan dukungan pemerintah dalam penyediaan BBM bersubsidi untuk nelayan secara proporsional dan terukur sesuai dengan jumlah data riil jumlah kapal nelayan kecil tradisional.
"Jika tidak itu akan membebani nelayan, sebab sudah sulit memperoleh BBM bersubsidi dan terpaksa membeli yang non subsidi, ditambah adanya pelaksanaan pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tentu merugikan nelayan," tandasnya.
Daniel Alhabsy mewakili PT Pertamina Petra Niaga mengatakan berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tentang bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hal tersebut menjadi landasan utama Pertamina dalam melakukan pelayanan Energi ditengah masyarakat.
“Tujuan Pengelolaan Energi juga tertuang dalam UU Energi No. 30 Tahun 2007 yang kemudia dikenal dengan 4A + 1 S yakni Availability, Accessibility, Affordability, Acceptability dan Sustainability," jelasnya.
Untuk membantu para masyarakat maupun nelayan di wilayah 3 T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal) Pertamina memberlakukan program Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga dengan layanan BBM yang telah tersebar dari MOR I sd MOR VIII dengan total jumlah outlet adalah 7.596 outlet meliputi 380 SPBU-N dan 7.216 SPBU.
Pertamina juga memiliki komitmen bekerjasama dengan KKP terkait kebutuhan BBM Non Subsidi nelayan yang dapat dipenuhi melalui Pertashop sejalan dengan pemenuhan kebutuhan BBM oleh SPBUN eksisting dan yang dalam proses pembangunan.
“Pertamina berkomitmen dan mendukung pemenuhan kebutuhan BBM nelayan melalui penambahan SPBUN di sentra-sentra nelayan”, jelasnya.
Sementara itu, Direktur Kepelabuhan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Ady Candra, menyampaikan bahwa Potensi investasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerapkan Kebijakan Penangkapan Terukur di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) pada awal tahun 2022.
Kebijakan penangkapan terukur dengan pelaksanaan pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan langkah guna memeratakan kesejahteraan ekonomi.
“Untuk mewujudkan hal tersebut maka ada beberapa hal yang telah dilakukan agar nelayan memiliki kemudahan akses BBM Bersubsidi diataranya Penyerderhaan Regulasi Penyaluran BBM Bersubsidi Melalui Perka BPH Migas No 17 tahun 2019," kata Ady.
Sementara Pengamat Ekonomi Hamli Suaifullah berpandangan bahwa koordinasi dibutuhkan untuk mengatur proses pemberian subsidi dari pemerintah terhadap para nelayan. “Sehingga dengan adanya koordinasi yang jelas, maka subsidi BBM akan dapat berjalan tepat sasaran”, ucapnya.
Sedangkan Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradional Indonesia menyampaikan dukungan terhadap kebijakan penangkapan terukur dari KKP “KNTI siap berkolaborasi untuk menyukseskan program-program KKP”, ucapnya.
Kegiatan Diskusi Publik tersebut dihadiri Hery Susanto (Anggota Ombudsman Republik), Daniel Alhabsy (Pertamina Patra Niaga) Dani Setiawan (Ketua Harian KNTI), Hamli Saifullah (Pengamat Ekonomi), Ady Candra (Direktur Kepelabuhan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI), Muhammad Khotim (Asisten Ombudsman Republik Indonesia) dan Ahmad Rouf (Jurnalis).
(sra)