Di Penghujung Tahun 2021, KMHDI Berikan Catatan untuk Pemerintah
Jum'at, 31 Desember 2021 - 22:54 WIB
JAKARTA-- Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) memberikan catatan kristis kepada pemerintah menjelang akhir tahun 2021. Catatan kritis ini merupakan himpuanan dari persoalan-persoalan yang muncul pada tahun 2021 yang harus dievaluasi serta dibenahi oleh pemerintah pada tahun 2022 nanti. Hal ini disampaikan Ketua Presidium KMHDI, I Putu Yoga Saputra.
"Tidak bisa dipungkuri bahwa Bangsa Indonesia masih punya catatan dan PR besar yang masih belum terselesaikan hingga tahun ini (2021). Hal inilah yang perlu dievaluasi serta dibenahi ditahun kedepan oleh pemerintah,” kata Yoga Saputra, Kamis (31/12), dalam keterangan tertulisnya.
Dalam bidang hukum misalnya, mengutip survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mencatat mayoritas responden menilai negatif kondisi penegakan hukum dalam dua tahun terakhir. Berdasarkan data tersebut, persepsi negatif dan ketidakpercayaan terhadap penegakan hukum di Indonesia masih tinggi.
“Contoh misalkan bagaimana dengan kelanjutan proses hukum kasus penistaaan agama yang dilakukan oleh Ibu Desak Made, sampai detik ini kelanjutan hukumnya tidak jelas ? atau bahkan tidak ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Maka tidak heran jika masih tinggi persepsi negatif dan ketidak percayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia, padahal dimata hukum semua adalah sama tanpa ada melihat latar belakang dalam proses penegakan hukum itu sendiri,” ujarnya.
Selain pada bidang hukum, KMHDI juga menyoroti terkait indeks demokrasi Indonesia yang dalam beberapa tahun belakangan mengalami kemunduran. Berdasarkan laporan 2021 Demokracy Report menempatkan Indonesia pada urutan 73 dari 179 negara dalam hal kebebasan berpendapat. Selain itu, ada juga The Ecomist Intelegence Unit (EIU) dan Indeks Demokrasi menggaris bawahi menurunya kebebasan berekspresi dan berpendapat sebagai pangkal utama menurunya kualitas demokrasi Indonesia. Laporan-laporan ini menunjukan bahwa adanya pergeseran dan kemunduran dalam pola demokrasi Indonesia.
“Indonesia sebagai negara demokrasi seharusnya menyediakan ruang-ruanag demokrasi bagi rakyatnya. Namun menyuarakan pendapat dan ekspresinya di muka publik dilarang dengan alasan Covid-19. Sedangkan menyuarakan pendapat dan ekspresi di media sosial selalu dibayang-bayangi serangan-serangan digital bahkan ancamana dikriminalisasi,” ungkap Yoga.
Sementara itu, pada bidang pendidikan, KMHDI menyoroti terjadinya apa yang disebut dengan “learning loss”. Hal ini diakibatkan oleh ketidaksiapan sistem pendidikan Indonesia merespon pandemi Covid-19. Sistem pendidikan tersebut menyangkut infrastruktur penunjang pendidikan seperti akses internet, akses terhadap gawai, selain itu ada metode belajar daring yang dirasa kurang efektif.
"Persoalan-persoalan pendidikan yang muncul pada masa pandemi Covid-19 ini, kemudian menambah persoalan-persoalan lainya yang sudah muncul sebelumnya yang sangat kompleks. Mulai dari infrastuktur, kesenjangan dan kesejahteraan guru, sistem pendidikan, dan lain sebagainya. Hal ini tentu harus segera dicarikan solusinya karena Pendidikan merupakan salah satu tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana tertulis di dalam pembukaan UUD 1945,' tandasnya.
Terakhir, ialah pada bidang ekonomi, menurut Yoga Saputra pada tahun 2022 Indonesia masih akan menghadapi ketidakpastian ekonomi akibat pandemi Covid-19. Hal ini terlebih saat ini kita melihat resiko adanya virus varian baru Omicron yang telah menyerang beberapa negara di dunia dan mulai masuk ke Indonesia. Selain itu kita juga masih menghadapi persoalan bahwa penyebaran vaksinasi yang masih belum merata, sehingga ketika terjadi gelombang ketiga ekonomi kita berpotensi untuk turun.
“Maka dari itu, pemerintah harus mengarahkan kebijakan moneter dan fiskal domestik yang mengakomodir serta mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia. Selain itu, penguatan UMKM sebagai penggerak pemulihan ekonomi nasional juga sangat penting, caranya dengan memberikan stimulus atau memberikan subsidi murah bagi pelaku UMKM oleh pemerintah sehingga diharapkan pelaku UMKM dapat menjalankan usahanya dengan baik dan dapat membantu dalam proses percepatan pemulihan perekonomian nasional,” kata Yoga.
"Tidak bisa dipungkuri bahwa Bangsa Indonesia masih punya catatan dan PR besar yang masih belum terselesaikan hingga tahun ini (2021). Hal inilah yang perlu dievaluasi serta dibenahi ditahun kedepan oleh pemerintah,” kata Yoga Saputra, Kamis (31/12), dalam keterangan tertulisnya.
Dalam bidang hukum misalnya, mengutip survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mencatat mayoritas responden menilai negatif kondisi penegakan hukum dalam dua tahun terakhir. Berdasarkan data tersebut, persepsi negatif dan ketidakpercayaan terhadap penegakan hukum di Indonesia masih tinggi.
“Contoh misalkan bagaimana dengan kelanjutan proses hukum kasus penistaaan agama yang dilakukan oleh Ibu Desak Made, sampai detik ini kelanjutan hukumnya tidak jelas ? atau bahkan tidak ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Maka tidak heran jika masih tinggi persepsi negatif dan ketidak percayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia, padahal dimata hukum semua adalah sama tanpa ada melihat latar belakang dalam proses penegakan hukum itu sendiri,” ujarnya.
Selain pada bidang hukum, KMHDI juga menyoroti terkait indeks demokrasi Indonesia yang dalam beberapa tahun belakangan mengalami kemunduran. Berdasarkan laporan 2021 Demokracy Report menempatkan Indonesia pada urutan 73 dari 179 negara dalam hal kebebasan berpendapat. Selain itu, ada juga The Ecomist Intelegence Unit (EIU) dan Indeks Demokrasi menggaris bawahi menurunya kebebasan berekspresi dan berpendapat sebagai pangkal utama menurunya kualitas demokrasi Indonesia. Laporan-laporan ini menunjukan bahwa adanya pergeseran dan kemunduran dalam pola demokrasi Indonesia.
“Indonesia sebagai negara demokrasi seharusnya menyediakan ruang-ruanag demokrasi bagi rakyatnya. Namun menyuarakan pendapat dan ekspresinya di muka publik dilarang dengan alasan Covid-19. Sedangkan menyuarakan pendapat dan ekspresi di media sosial selalu dibayang-bayangi serangan-serangan digital bahkan ancamana dikriminalisasi,” ungkap Yoga.
Sementara itu, pada bidang pendidikan, KMHDI menyoroti terjadinya apa yang disebut dengan “learning loss”. Hal ini diakibatkan oleh ketidaksiapan sistem pendidikan Indonesia merespon pandemi Covid-19. Sistem pendidikan tersebut menyangkut infrastruktur penunjang pendidikan seperti akses internet, akses terhadap gawai, selain itu ada metode belajar daring yang dirasa kurang efektif.
"Persoalan-persoalan pendidikan yang muncul pada masa pandemi Covid-19 ini, kemudian menambah persoalan-persoalan lainya yang sudah muncul sebelumnya yang sangat kompleks. Mulai dari infrastuktur, kesenjangan dan kesejahteraan guru, sistem pendidikan, dan lain sebagainya. Hal ini tentu harus segera dicarikan solusinya karena Pendidikan merupakan salah satu tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana tertulis di dalam pembukaan UUD 1945,' tandasnya.
Terakhir, ialah pada bidang ekonomi, menurut Yoga Saputra pada tahun 2022 Indonesia masih akan menghadapi ketidakpastian ekonomi akibat pandemi Covid-19. Hal ini terlebih saat ini kita melihat resiko adanya virus varian baru Omicron yang telah menyerang beberapa negara di dunia dan mulai masuk ke Indonesia. Selain itu kita juga masih menghadapi persoalan bahwa penyebaran vaksinasi yang masih belum merata, sehingga ketika terjadi gelombang ketiga ekonomi kita berpotensi untuk turun.
“Maka dari itu, pemerintah harus mengarahkan kebijakan moneter dan fiskal domestik yang mengakomodir serta mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia. Selain itu, penguatan UMKM sebagai penggerak pemulihan ekonomi nasional juga sangat penting, caranya dengan memberikan stimulus atau memberikan subsidi murah bagi pelaku UMKM oleh pemerintah sehingga diharapkan pelaku UMKM dapat menjalankan usahanya dengan baik dan dapat membantu dalam proses percepatan pemulihan perekonomian nasional,” kata Yoga.
(sra)