Laporan WAP : Dampak Kesehatan Paling Merugikan Disebabkan oleh Industri Peternakan
Kamis, 07 April 2022 - 16:26 WIB
JAKARTA-- Penelitian baru yang dirilis hari ini pada Hari Kesehatan Dunia telah mengungkap dampak kesehatan manusia yang paling merusak terkait dengan industri peternakan, termasuk mengapa Resistensi Antimikobakteri dan penyakit serta penyakit bawaan makanan menjadi perhatian utama bagi Indonesia dan laporan akan menunjukkan bagaimana hal ini hanya akan terjadi lebih buruk karena permintaan daging terus tumbuh?.
Laporan terbaru World Animal Protection, The Hidden Health Impacts of Industrial Livestock Systems, mengungkap bagaimana pemerintah di seluruh dunia menutup mata terhadap kerugian kesehatan masyarakat dari peternakan serta penderitaan miliaran hewan ternak.
Pada tahun 2030, konsumsi daging diproyeksikan tumbuh 18 persen di Asia Pasifik. Permintaan yang meroket ini membuat miliaran hewan stres dimutilasi dan dikurung di kandang atau kandang yang sempit dan tandus sepanjang hidup mereka. Lebih dari tujuh puluh persen dari 80 miliar hewan darat yang diternakkan secara global dibesarkan dan disembelih dalam system industri peternakan setiap tahun.
Penelitian ini didasarkan pada konsep lima jalur yang melaluinya sistem pangan berdampak negatif terhadap kesehatan kita, yang digariskan oleh Organisasi Kesehatan Dunia dalam laporannya pada tahun 2021 Sistem Pangan Memberikan Kesehatan yang Lebih Baik.
World Animal Protection merinci bagaimana dampak negatif kesehatan ini secara langsung terkait dengan peternakan, dan selanjutnya mengidentifikasi bahwa lemahnya pengawasan, penegakan hukum dan literasi masyarakat terhadap produk pangan sangat berkontribusi pada peningkatan kasus bakteri resisten antibiotik dan penyakit yang dibawa oleh makanan di Indonesia.
Pada bulan Juni 2021, World Animal Protection and Consumer Group Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan bekerja sama dengan Center for Indonesia Veterinary Analytical Studies (CIVAS) telah menerbitkan laporan berjudul “Resistensi Antimikroba dalam Rantai Pangan Daging Broiler” yang menunjukkan jejak AMR dan melarang antibiotik dari sampel daging ayam dari rumah potong hewan dan gerai ritel di wilayah Jabodetabek.
Jacqueline Mills, Head of Farming - World Animal Protection, berkata: Industrialisasi peternakan membuat kami sakit. Di permukaan, daging, ikan, dan produk susu yang diternakkan di pabrik tampak murah, tetapi mereka merugikan kesehatan kita dan pemerintah mengeluarkan triliunan dolar setiap tahun untuk melakukan perbaikan terhadap dampak tersebut.
Kita perlu memutus siklus penderitaan dalam sistem pangan kita. regulasi dan penegakan pemerintah yang lemah atas kebijakan mereka sendiri sama dengan lebih banyak hewan yang diadu domba melalui peternakan pabrik yang kejam. Sekarang saatnya bagi pemerintah untuk fokus pada hasil kesehatan yang lebih baik bagi manusia, hewan, dan planet ini.
“Tidak ada masa depan bagi industry peternakan. Kami membutuhkan moratorium industry peternakan. Industri makanan perlu bersama sama menciptakan masa depan bahan pangan yang lebih manusiawi dan berkelanjutan di mana kita sebagian besar mengonsumsi pola makan nabati, dan hewan ternak dikelola dalam sistem kesejahteraan yang tinggi di mana mereka dapat memiliki kehidupan yang baik.”
Rully Prayoga, Indonesia Campaign Manager- World Animal Protection, mengatakan Perusahaan makanan terbesar di Indonesia sebetulnya dapat menjadi salah satu solusi terhadap permasalahan ini dengan mengubah kehidupan jutaan hewan ternak menjadi lebih baik dan mereka harus secara aktif mendengarkan konsumen Indonesia. Pada tahun 2019, World Animal Protection melakukan penelitian audiens di Indonesia dan menemukan bahwa 9 dari 10 orang memiliki kekhawatiran dengan metode peternakan ayam saat ini dan 76 persen berpikir merek makanan cepat saji bertanggung jawab.
“Beberapa kemajuan telah dilakukan oleh pemerintah dan sektor usaha terkait, tetapi semua perusahaan masih memiliki jalan panjang untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi ayam. Perusahaan-perusahaan ini juga harus menyadari bahwa 67 persen konsumen Indonesia mengatakan mereka akan membayar lebih jika ayam dibesarkan dengan standar kesejahteraan yang lebih tinggi," kata Rully, Kamis (7/4).
Perubahan secara sistemik diperlukan untuk memberikan keuntungan kesehatan terbesar bagi populasi kita. Beberapa di antaranya termasuk mengorientasikan kembali subsidi dari pertanian pabrik ke praktik yang manusiawi dan berkelanjutan, meningkatkan keterjangkauan makanan nabati, dan memberikan dukungan transisi bagi petani yang tidak lagi ingin terlibat dalam pertanian pabrik. Korporasi akan memainkan peran penting untuk mendukung pergeseran dengan mendengarkan permintaan konsumen.
Untuk melakukan perubahan ini, World Animal Protection menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk memberlakukan moratorium peternakan dan memperkenalkan serta menegakkan standar kesejahteraan hewan ternak yang lebih tinggi.
Laporan terbaru World Animal Protection, The Hidden Health Impacts of Industrial Livestock Systems, mengungkap bagaimana pemerintah di seluruh dunia menutup mata terhadap kerugian kesehatan masyarakat dari peternakan serta penderitaan miliaran hewan ternak.
Pada tahun 2030, konsumsi daging diproyeksikan tumbuh 18 persen di Asia Pasifik. Permintaan yang meroket ini membuat miliaran hewan stres dimutilasi dan dikurung di kandang atau kandang yang sempit dan tandus sepanjang hidup mereka. Lebih dari tujuh puluh persen dari 80 miliar hewan darat yang diternakkan secara global dibesarkan dan disembelih dalam system industri peternakan setiap tahun.
Penelitian ini didasarkan pada konsep lima jalur yang melaluinya sistem pangan berdampak negatif terhadap kesehatan kita, yang digariskan oleh Organisasi Kesehatan Dunia dalam laporannya pada tahun 2021 Sistem Pangan Memberikan Kesehatan yang Lebih Baik.
World Animal Protection merinci bagaimana dampak negatif kesehatan ini secara langsung terkait dengan peternakan, dan selanjutnya mengidentifikasi bahwa lemahnya pengawasan, penegakan hukum dan literasi masyarakat terhadap produk pangan sangat berkontribusi pada peningkatan kasus bakteri resisten antibiotik dan penyakit yang dibawa oleh makanan di Indonesia.
Pada bulan Juni 2021, World Animal Protection and Consumer Group Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan bekerja sama dengan Center for Indonesia Veterinary Analytical Studies (CIVAS) telah menerbitkan laporan berjudul “Resistensi Antimikroba dalam Rantai Pangan Daging Broiler” yang menunjukkan jejak AMR dan melarang antibiotik dari sampel daging ayam dari rumah potong hewan dan gerai ritel di wilayah Jabodetabek.
Jacqueline Mills, Head of Farming - World Animal Protection, berkata: Industrialisasi peternakan membuat kami sakit. Di permukaan, daging, ikan, dan produk susu yang diternakkan di pabrik tampak murah, tetapi mereka merugikan kesehatan kita dan pemerintah mengeluarkan triliunan dolar setiap tahun untuk melakukan perbaikan terhadap dampak tersebut.
Kita perlu memutus siklus penderitaan dalam sistem pangan kita. regulasi dan penegakan pemerintah yang lemah atas kebijakan mereka sendiri sama dengan lebih banyak hewan yang diadu domba melalui peternakan pabrik yang kejam. Sekarang saatnya bagi pemerintah untuk fokus pada hasil kesehatan yang lebih baik bagi manusia, hewan, dan planet ini.
“Tidak ada masa depan bagi industry peternakan. Kami membutuhkan moratorium industry peternakan. Industri makanan perlu bersama sama menciptakan masa depan bahan pangan yang lebih manusiawi dan berkelanjutan di mana kita sebagian besar mengonsumsi pola makan nabati, dan hewan ternak dikelola dalam sistem kesejahteraan yang tinggi di mana mereka dapat memiliki kehidupan yang baik.”
Rully Prayoga, Indonesia Campaign Manager- World Animal Protection, mengatakan Perusahaan makanan terbesar di Indonesia sebetulnya dapat menjadi salah satu solusi terhadap permasalahan ini dengan mengubah kehidupan jutaan hewan ternak menjadi lebih baik dan mereka harus secara aktif mendengarkan konsumen Indonesia. Pada tahun 2019, World Animal Protection melakukan penelitian audiens di Indonesia dan menemukan bahwa 9 dari 10 orang memiliki kekhawatiran dengan metode peternakan ayam saat ini dan 76 persen berpikir merek makanan cepat saji bertanggung jawab.
“Beberapa kemajuan telah dilakukan oleh pemerintah dan sektor usaha terkait, tetapi semua perusahaan masih memiliki jalan panjang untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi ayam. Perusahaan-perusahaan ini juga harus menyadari bahwa 67 persen konsumen Indonesia mengatakan mereka akan membayar lebih jika ayam dibesarkan dengan standar kesejahteraan yang lebih tinggi," kata Rully, Kamis (7/4).
Perubahan secara sistemik diperlukan untuk memberikan keuntungan kesehatan terbesar bagi populasi kita. Beberapa di antaranya termasuk mengorientasikan kembali subsidi dari pertanian pabrik ke praktik yang manusiawi dan berkelanjutan, meningkatkan keterjangkauan makanan nabati, dan memberikan dukungan transisi bagi petani yang tidak lagi ingin terlibat dalam pertanian pabrik. Korporasi akan memainkan peran penting untuk mendukung pergeseran dengan mendengarkan permintaan konsumen.
Untuk melakukan perubahan ini, World Animal Protection menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk memberlakukan moratorium peternakan dan memperkenalkan serta menegakkan standar kesejahteraan hewan ternak yang lebih tinggi.
(sra)