Adian Napitupulu : Demonstrasi Tolak Kenaikan Pertamax Untungkan Kelas Menengah Atas

Minggu, 10 April 2022 - 17:25 WIB
Politisi asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Adian Napitupulu mengomentari terkait rencana demonstrasi pada Senin (11/4/2022).
click to zoom
Aksi pada 11 April 2022 itu salah satunya disebut terkait kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di berbagai kota.
click to zoom
Jakarta - Politisi asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Adian Napitupulu mengomentari terkait rencana demonstrasi pada Senin (11/4/2022). Aksi pada 11 April 2022 itu salah satunya disebut terkait kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di berbagai kota.

Adian memberikan penjelasan bahwa kenaikan BBM tersebut tidak berpengaruh banyak terhadap rakyat kecil. Menurut Adian yang menjabat sebagai Sekjen Persatuan Nasional Aktivis 98 (Pena 98) harga BBM yang naik itu adalah jenis Pertamax, yakni dari Rp9.000 menjadi Rp12.500. Kenaikan tersebut disebabkan banyak faktor baik dalam dan luar negeri.

Kenaikan harga Pertamax tentu berdampak langsung pada ekonomi, khususnya ekonomi menengah ke atas karena yang menggunakan Pertamax umumnya adalah mobil atau motor pribadi yang masuk kategori menengah ke atas dengan kisaran harga mobil antara ratusan juta rupiah hingga miliaran.

"Jadi kalau ada aksi menolak kenaikan harga Pertamax maka tentu yang sangat terbela dan diuntungkan bukan tukang ojek, supir angkutan umum, angkutan sayur-mayur dan ekonomi lemah lainnya, tetapi sekitar 14 persen kelas menengah ke atas pengguna Pertamax, yang pendapatannya boleh jadi di kisaran Rp15 juta per bulan hingga tak terhingga," kata Adian melalui keterangan, Minggu (10/4/2022).

"Tapi ya sudahlah, cara pandang, kepentingan dan tujuan kan bisa beda-beda. Walau demikian mungkin tulisan tentang perbandingan harga BBM dari tiga presiden ini bisa untuk pembanding data dari yang lainnya. Perbandingan ini dibuat dengan beberapa catatan yaitu, pertama, harga BBM yang dibandingkan adalah jenis Premium dan atau Pertalite," tambahnya.

Masih dikatakan Adian, kedua, perbandingan menggunakan UMR Jakarta dalam beberapa kurun waktu. Pada tahun 1991 harga Premium Rp150, per liter sementara UMR saat itu Rp18.200 per bulan.

Dengan perbandingan itu maka upah pekerja dalam satu bulan hanya mampu membeli sekitar 121 liter Premium. Tahun 1998 Premium naik sekitar 700 persen dari tahun 1991. Dari Rp150 per liter menjadi Rp1.200 per liter, sementara UMR naik menjadi Rp154.000 per bulan. Jadi upah satu bulan setara dengan 128 liter Premium.

Pada saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dilantik menjadi presiden, harga Premium Rp1.810, sementara UMR saat itu Rp672.000 per bulan. Perbandingan upah 1 bulan setara dengan 371 liter Premium.

Sementara pada akhir pemerintahan SBY pada tahun 2014, harga Premium menjadi Rp6.500 per liter atau naik sekitar 259 persen dari harga awal SBY dilantik. Pada tahun terakhir SBY menjabat UMR berada di angka Rp2.441.000. Dengan besaran UMR tersebut dibanding harga Premium maka upah satu bulan setara dengan 375 liter premium.

Pada saat Jokowi dilantik, harga Premium per liter Rp6.500 lalu naik menjadi Rp7.500, tetapi turun lagi menjadi Rp6.450 per liter. Pada saat itu UMR perbulan Rp2.700.000, atau setara dengan 360 liter Premium.

Jelang delapan tahun pemerintahan Jokowi, jenis BBM Premium berkurang drastis dan digantikan dengan Pertalite yang secara kualitas lebih tinggi dari Premium, namun harga juga naik menjadi Rp7.650 per liter.

Jadi kenaikan harga Premium 2014 ke Pertalite 2022 berada di kisaran 16 persen. Di saat harga Pertalite Rp7.650 per liter, tingkat UMR saat ini Rp4.453.000 perbulan. Dengan demikian maka 1 bulan upah setara dengan 582 liter Pertalite.

Singkatnya di pemerintahan Soeharto BBM naik 700 persen, sementara dalam 10 tahun pemerintahan SBY, BBM naik 259 persen. Sedangkan di 8 tahun pemerintahan Jokowi kenaikan BBM Premium ke Pertalite naik sekitar 16 persen saja.

"Saya berharap semoga penjelasan ini bermanfaat untuk kita semua hingga dapat melihat permasalahan lebih logis dan terang benderang," pungkas anggota Komisi VII DPR itu.
(sra)
Foto Terkait
Foto Terpopuler
Foto Terkini More