Rintihan Petani Boyolali: Tega, Pemilu Dibuat Mahal Sementara Hasil Panen Dibiarkan Murah
Minggu, 17 April 2022 - 14:47 WIB
JAKARTA-- Presiden Joko Widodo menyebut anggaran pemilu 2024 diperkirakan mencapai Rp.110,4 triliun. Anggaran itu akan dialokasikan untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebesar Rp.76,6 triliun dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) senilai Rp.33,8 triliun.
Besarnya anggaran pesta demokrasi lima tahunan itu disorot sekelompok petani di Desa Butuh, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali.
Mereka tidak terima dengan sikap pemerintah yang seolah lebih sigap membiayai pemilu ketimbang membantu nasib petani.
“Saat harga wortel dan tomat anjlok negara kemana? Itu sampai dibagi-bagi ke orang, dibuang-dibuang saking kesalnya,” kata perwakilan petani Suroto (46), Minggu (17/4).
Menurutnya, para petani merugi hingga jutaan rupiah karena harga wortel dan tomat beberapa waktu lalu hanya Rp.1.000 per kilogram. Padahal, lanjutnya, dalam kondisi normal harga wortel berada di kisaran Rp.3.000 hingga Rp.5.000 /kg dan harga tomat Rp.5.000 sampai Rp.6.000/kg.
“Keadaan begini terus terang kami sangat berharap bantuan, kami ndak mikir apa itu pemilu,” tuturnya.
Dia, mengatakan umumnya para petani di sekitar lebih memikirkan kebutuhan pokok sehari-hari daripada pemilu. Mereka juga tidak peduli kapan pemilu dilaksanakan. Hanya saja, sambungnya, saat mendengar anggaran pemilu capai ratusan triliun pihaknya merasa terpanggil guna menuntut kepekaan pemerintah.
“Rakyat sedang susah kok (uang negara) malah dihamburkan buat pemilu,” tegas Suroto.
Hal sama diutarakan Ratimah (39). Dalam penilaiannya, saat ini pemilu bukanlah kebutuhan mendesak yang perlu dikedepankan oleh pemerintah. Sebaliknya, justru pemulihan ekonomi serta pengendalian harga pangan dan BBM yang mesti dijadikan perhatian utama. “Kesannya tega gitu lho, hasil panen dibiarin murah giliran pemilu dibuat mahal,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah beserta pihak terkait tidak menutup mata terhadap persoalan yang dihadapi petani.
Anggaran pemilu yang terlampau fantantis sebisa mungkin dipangkas serta dialihkan untuk membantu warga dari kesulitan ekonomi. "Dahulukanlah ekonomi warga,” pungkasnya.
Besarnya anggaran pesta demokrasi lima tahunan itu disorot sekelompok petani di Desa Butuh, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali.
Mereka tidak terima dengan sikap pemerintah yang seolah lebih sigap membiayai pemilu ketimbang membantu nasib petani.
“Saat harga wortel dan tomat anjlok negara kemana? Itu sampai dibagi-bagi ke orang, dibuang-dibuang saking kesalnya,” kata perwakilan petani Suroto (46), Minggu (17/4).
Menurutnya, para petani merugi hingga jutaan rupiah karena harga wortel dan tomat beberapa waktu lalu hanya Rp.1.000 per kilogram. Padahal, lanjutnya, dalam kondisi normal harga wortel berada di kisaran Rp.3.000 hingga Rp.5.000 /kg dan harga tomat Rp.5.000 sampai Rp.6.000/kg.
“Keadaan begini terus terang kami sangat berharap bantuan, kami ndak mikir apa itu pemilu,” tuturnya.
Dia, mengatakan umumnya para petani di sekitar lebih memikirkan kebutuhan pokok sehari-hari daripada pemilu. Mereka juga tidak peduli kapan pemilu dilaksanakan. Hanya saja, sambungnya, saat mendengar anggaran pemilu capai ratusan triliun pihaknya merasa terpanggil guna menuntut kepekaan pemerintah.
“Rakyat sedang susah kok (uang negara) malah dihamburkan buat pemilu,” tegas Suroto.
Hal sama diutarakan Ratimah (39). Dalam penilaiannya, saat ini pemilu bukanlah kebutuhan mendesak yang perlu dikedepankan oleh pemerintah. Sebaliknya, justru pemulihan ekonomi serta pengendalian harga pangan dan BBM yang mesti dijadikan perhatian utama. “Kesannya tega gitu lho, hasil panen dibiarin murah giliran pemilu dibuat mahal,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah beserta pihak terkait tidak menutup mata terhadap persoalan yang dihadapi petani.
Anggaran pemilu yang terlampau fantantis sebisa mungkin dipangkas serta dialihkan untuk membantu warga dari kesulitan ekonomi. "Dahulukanlah ekonomi warga,” pungkasnya.
(sra)