Potensi Kebocoran Tinggi, Pengamat Sarankan Mendag Lebih Banyak Libatkan Kapolri
Rabu, 25 Mei 2022 - 08:31 WIB
JAKARTA-- Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo baru saja menerbitkan surat telegram yang memerintahkan jajaran Polda untuk mengawal kebijakan pemerintah terkait dengan minyak goreng curah.
Surat Telegram Nomor ST/990/V/RES.2.1/2022 tanggal 20 Mei 2022 itu ditujukan untuk memastikan ketersediaan minyak goreng, kelancaran distribusi, juga harga penjualan mulai dari pelaku usaha hingga konsumen akhir.
Menanggapi hal tersebut Pengamat Sosial Yudi Syamhudi Suyuti mengatakan, langkah Kapolri sudah tepat. Pasalnya, potensi kebocoran minyak goreng curah sangat tinggi pada tingkat distribusi.
“Kelemahan intervensi kebijakan semacam ini adalah implementasi, banyak kebocoran sehingga sulit mencapai level harga eceran tertinggi,” kata Yudi, Rabu (25/5), melalui keterangan tertulis kepada wartawan.
Dia menyatakan, pemerintah sudah lama menetapkan HET minyak goreng curah sebesar Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram. Sejumlah program turunan juga sudah dijalankan serta terus disempurnakan, seperti aplikasi Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH) dan program MigorRakyat.
Namun, lanjut Yudi, program tersebut belum efektif dalam mengatur pasokan, distribusi, dan harga bagi masyarakat dan pelaku usaha mikro dan usaha kecil.
“Saya juga kurang yakin syarat pembelian dengan KTP bisa jamin tepat sasaran, karena kita tahu KTP tidak terintegrasi dengan data tingkat kesejahteraan seseorang,” ujarnya.
Menurut dia, kelemahan sistem tersebut terletak pada basis data sehingga berpotensi terjadi penyelewengan.
Selain itu, masyarakat, pelaku usaha, agen dan pengecer banyak yang belum akrab dengan aplikasi sehingga menghambat saluran distribusi.
“Saya kira di sinilah pemerintah, Mendag, perlu lebih banyak libatkan Kapolri supaya polisi juga bantu sosialisasi pelaksanaan teknis program dan penggunaan aplikasi,” tegasnya.
Dia menyebutkan, Polri memiliki personil yang cukup sampai ke pelosok daerah. Aparat Polri juga dinilai mampu mengidentifikasi titik-titik lokasi distribusi dari pelaku usaha ke pembeli.
“Untuk pasar tradisional, di sekitar pasar biasanya ada kantor atau pos polisi. Akan bagus jika aparat tidak saja mengawasi dan menegakkan hukum, tapi juga dilibatkan membantu pelaksanaan teknis program,” usulnya.
Ia berpendapat, keterlibatan polisi dalam pengawasan sekaligus pelaksanaan program akan berkontribusi terhadap suksesnya kebijakan presiden.
“Lagi-lagi, reputasi presiden dipertaruhkan di sini. Semua celah kebocoran harus ditutup serta segala upaya dan sumber daya harus dimaksimalkan,” tutupnya.
Untuk diketahui, berdasarkan laporan Ikatan Pedagang Tradisional Indonesia, saat ini kisaran harga minyak goreng curah di berbagai daerah masih di atas Rp 17.000-20.000 per liter. Bahkan di Papua mencapai Rp 28.500 per kilogram. Padahal, pemerintah telah mengeluarkan sjumlah kebijakan seperti menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET), Domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO), hingga larangan ekspor (CPO) yang saat ini sudah dicabut kembali.
Foto Dok MPI
Surat Telegram Nomor ST/990/V/RES.2.1/2022 tanggal 20 Mei 2022 itu ditujukan untuk memastikan ketersediaan minyak goreng, kelancaran distribusi, juga harga penjualan mulai dari pelaku usaha hingga konsumen akhir.
Menanggapi hal tersebut Pengamat Sosial Yudi Syamhudi Suyuti mengatakan, langkah Kapolri sudah tepat. Pasalnya, potensi kebocoran minyak goreng curah sangat tinggi pada tingkat distribusi.
“Kelemahan intervensi kebijakan semacam ini adalah implementasi, banyak kebocoran sehingga sulit mencapai level harga eceran tertinggi,” kata Yudi, Rabu (25/5), melalui keterangan tertulis kepada wartawan.
Dia menyatakan, pemerintah sudah lama menetapkan HET minyak goreng curah sebesar Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram. Sejumlah program turunan juga sudah dijalankan serta terus disempurnakan, seperti aplikasi Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH) dan program MigorRakyat.
Namun, lanjut Yudi, program tersebut belum efektif dalam mengatur pasokan, distribusi, dan harga bagi masyarakat dan pelaku usaha mikro dan usaha kecil.
“Saya juga kurang yakin syarat pembelian dengan KTP bisa jamin tepat sasaran, karena kita tahu KTP tidak terintegrasi dengan data tingkat kesejahteraan seseorang,” ujarnya.
Menurut dia, kelemahan sistem tersebut terletak pada basis data sehingga berpotensi terjadi penyelewengan.
Selain itu, masyarakat, pelaku usaha, agen dan pengecer banyak yang belum akrab dengan aplikasi sehingga menghambat saluran distribusi.
“Saya kira di sinilah pemerintah, Mendag, perlu lebih banyak libatkan Kapolri supaya polisi juga bantu sosialisasi pelaksanaan teknis program dan penggunaan aplikasi,” tegasnya.
Dia menyebutkan, Polri memiliki personil yang cukup sampai ke pelosok daerah. Aparat Polri juga dinilai mampu mengidentifikasi titik-titik lokasi distribusi dari pelaku usaha ke pembeli.
“Untuk pasar tradisional, di sekitar pasar biasanya ada kantor atau pos polisi. Akan bagus jika aparat tidak saja mengawasi dan menegakkan hukum, tapi juga dilibatkan membantu pelaksanaan teknis program,” usulnya.
Ia berpendapat, keterlibatan polisi dalam pengawasan sekaligus pelaksanaan program akan berkontribusi terhadap suksesnya kebijakan presiden.
“Lagi-lagi, reputasi presiden dipertaruhkan di sini. Semua celah kebocoran harus ditutup serta segala upaya dan sumber daya harus dimaksimalkan,” tutupnya.
Untuk diketahui, berdasarkan laporan Ikatan Pedagang Tradisional Indonesia, saat ini kisaran harga minyak goreng curah di berbagai daerah masih di atas Rp 17.000-20.000 per liter. Bahkan di Papua mencapai Rp 28.500 per kilogram. Padahal, pemerintah telah mengeluarkan sjumlah kebijakan seperti menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET), Domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO), hingga larangan ekspor (CPO) yang saat ini sudah dicabut kembali.
Foto Dok MPI
(sra)