Air Bersih dan Sanitasi Inklusif untuk Ketangguhan
Jakarta - Air dan sanitasi merupakan hak dasar manusia, namun masih ada 62 juta orang di pedesaan yang belum mendapatkan akses layak ke fasilitas sanitasi. Hingga kini bahkan ada 34 juta di antaranya masih mempraktikan Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Angka tersebut menunjukkan bahwa target Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) 2030 untuk akses sanitasi dan air minum yang layak untuk semua masih dalam perjalanan panjang.
Akses air bersih dan sanitasi yang mumpuni disetiap wilayah di Indonesia sudah darurat. Atas dasar itu Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) dan Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) berkolaborasi menggelar ‘Learning Event : Program Air dan Sanitasi yang Inklusif untuk Resiliensi’ yang bertujuan untuk meningkatkan praktik pembangunan air dan sanitasi yang lebih inklusif bagi semua kalangan dimana ajang pembelajaran bersama ini telah dimulai pada Selasa (7/12) hingga Rabu (8/12).
Adapun para pembicara yang turut hadir diantaranya adalah drg. R. Vensya Sitohang, M. Epid, Direktur Kesehatan Lingkungan, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI yang menjelaskan bahwa kebijakan harus mendukung pencapaian akses sanitasi yang universal.
“Arah kebijakan dan strategi saat ini adalah meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta yang melibatkan semua golongan termasuk penyandang disabilitas dalam STBM. Menurut penelusuran kami, komitmen yang kuat dari pimpinan daerah menjadi prasyarat percepatan ODF (Open Defecation Free). Komitmen pimpinan daerah ini sangat mempengaruhi terhadap implementasi di lapangan,“ ungkap Vensya.
Selain itu, Vensya juga menekankan perlunya menggerakkan dukungan pembiayaan pemerintah daerah, peran swasta dan alternatif pemanfaatan biaya sumber hibah, zakat dan ataupun kredit mikro ringan terhadap air dan sanitasi yg dikawal dengan ketat sesuai peraturan. Hal ini dilakukan dalam peningkatan supply dan kualitas sarana sanitasi menuju aman dan berkelanjutan.
Selanjutnya perlu dikembangkan dan mendukung alternatif solusi melalui inovasi teknologi tepat guna sesuai lokal spesifik yang telah terstandar untuk diimplementasikan dan replikasi. Monitoring pendampingan yang kuat untuk mengklaim keberhasilan dan percepatan penyelesaian solusi masalah di lapangan yang cepat dan tepat perlu dilakukan secara kontinyu oleh seluruh pemangku kepentingan pembangunan air minum dan sanitasi mulai dari kader, natural leader, kepala desa/lurah, sanitarian dan tingkatan jajaran pemangku kepentingan lainnya.
Sejak pandemi covid-19 di awal 2020, masyarakat Indonesia menghadapi hambatan dari berbagai segi kehidupan tidak terkecuali anak-anak, kaum muda terutama perempuan dan orang dengan disabilitas. Pandemi covid-19 telah menunjukkan pentingnya sanitasi, kebersihan dan akses yang memadai ke air bersih untuk mencegah dan mengendalikan penyakit.
Serafina Bete, Ketua PERSANI NTT, menyampaikan bahwa dalam meningkatkan akses sanitasi layak pada kelompok disabilitas perlu dukungan dari semua lapisan masyarakat.
“Anak-anak, kaum muda dan perempuan dengan disabilitas sering menghadapi hambatan dalam mengakses pembangunan termasuk sanitasi. Di situasi pandemi covid-19, akses dan mengubah perilaku higiene sanitasi sangat penting. Menyediakan sarana sanitasi yang bisa diakses dan menjangkau serta melibatkan semua kelompok tanpa terkecuali menjadi penting, termasuk penyandang disabilitas,” jelas Fina.
Laisa Wahanudin, Koordinator Sanitasi Kementerian PPN-Bappenas, menjelaskan bahwa partisipasi kelompok masyarakat termasuk kaum penyandang disabilitas sebagai pengambil keputusan sangat penting.
“Saat ini, organisasi masyarakat sipil seperti PKK dan Orrganisasi disabilitas sudah dirangkul oleh Pokja AMPL (Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan) sebagai mitra kunci dalam meningkatkan pelayanan air dan sanitasi,” ujar Wahanudin.
Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Yayasan Plan International Indonesia berpendapat bahwa berbagi akses air bersih adalah dasar pemenuhan hak asasi manusia, terutama anak.
“Dengan memenuhi akses dan kebutuhan air bersih dan sanitasi yang layak dan inklusif, kami percaya anak-anak, baik perempuan dan laki-laki maka risiko kekerasan dan kesehatan pada anak pun berkurang. Ketika kebutuhan dasar telah terpenuhi mereka dapat bertumbuh kembang dengan baik dan menggapai mimpinya,” jelas Dini.
Selama kurang lebih 20 tahun terakhir, Plan Indonesia telah bekerja sama dengan pemerintah dalam berbagai upaya peningkatan akses dan perilaku sanitasi dengan pendekatan inovatif yang sudah diadopsi di dalam maupun di luar negeri.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, melalui berbagai bencana alam dan pandemik covid-19, implementasi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang berkesetaraan gender dan inklusif (STBM-GESI) di daerah intervensi plan menunjukkan banyak praktik baik yang telah mendukung ketangguhan masyarakat untuk tetap hidup sehat. Contohnya, dengan inovasi masker transparan untuk kelompok penyandang disabilitas, penambahan fasilitas ramah disabilitas, dan pencegahan penularan covid-19 melalui pengolahan limbah infeksius skala rumah tangga.