BPJS TK Bakal Hadirkan Jaminan Kehilangan Pekerjaan, Yudi Syamhudi: Diharap Jadi Basic Income Masyarakat
JAKARTA-- Koordinator Eksekutif Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI), Yudi Syamhudi Suyuti menilai dunia saat ini sedang berubah. Perubahan ini juga terjadi di Indonesia, dimana tata kelola global dan nasional tidak lagi mengarah pada pola pembangunan yang dibangun dari satu arus pembangunan atas ke bawah atau top down, tapi dibangun dari bawah ke atas atau bottom up. Dan untuk mencapai titik temu, harus berada di tengah antara arus bottom up dan top down.
Atas itu, kata dia diperlukan tindakan bersama baik yang berada di level struktural negara maupun di level non struktural. Ini disampaikan Yudi menyikapi rencana hadirnya sebuah program layanan dari pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan (TK), yang produknya adalah Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
"Tentu program ini kita apresiasi sekaligus kita harapkan juga dapat dikembangkan menjadi basic income masyarakat, dimana bukan hanya diperuntukkan untuk masyarakat yang kehilangan pekerjaan saja, melainkan juga untuk masyarakat yang sejak lama belum memiliki pekerjaan," kata Yudi, Selasa (28/12), dalam diskusi daring bersama BPJS Ketenagakerjaan.
Yudi memandang, JKP merupakan program berbasis kemanusiaan dan keadilan sosial, dalam kerangka pembangunan kekuatan rakyat sebagai basis utama kekuatan negara.
Karena itu untuk menyukseskan program JKP, dimana anggaran yang digunakan merupakan anggaran rakyat yang dikelola BPJS senilai sekitar Rp480 triliun, menurutnya program tersebut harus benar-benar melibatkan rakyat warga negara secara langsung. Caranya dengan memaksimalkan kekuatan pilar demokrasi yang saat ini telah terbangun pilar kelima yaitu kekuatan rakyat setelah empat pilar kekuatan sebelumnya yaitu eksekutif, legislatif, yudikatif dan media massa.
"Artinya dalam program JKP ini ada dua komponen yang sangat berperan dalam keberhasilan tercapainya target program JKP ini, agar sesuai dengan tercapainya kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan sosial sesuai kepentingan nasional (rakyat warga negara dan negara) kita sekaligus tercapainya target SDG’s (Sustainable Development Goals) dalam konteks global. Dua komponen ini adalah media massa dan partisipasi warga," ujarnya.
Sehingga, program JKP dapat dikontrol langsung oleh masyarakat melalui media massa, dan melibatkan partisipasi warga.
"Tentu, nantinya partisipasi warga ini juga harus diwujudkan menjadi badan partisipasi rakyat warga negara sebagai badan formal sebagai kekuatan kelima demokrasi, yaitu kekuatan rakyat," ungkap Yudi.
Adapun dalam konteks demokrasi, media massa selain sebagai saluran komunikasi antara pemerintah dan masyarakat, menurutnya juga memiliki fungsi sebagai alat kontrol sosial. Oleh karena itu dalam program JKP ini, pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan harus benar-benar memberikan ruang sebesar-besarnya dalam hal sosialisasi dan kritik dari masyarakat dalam hal transparansi.
"Angka Rp.480 triliun ini tentunya jika dimanfaatkan secara well management akan menghasilkan wealth of people and the nation (kemakmuran rakyat dan bangsa)," tandasnya.
Adapun rencana Menteri Keuangan Sri Mulyani yang sedang diberikan tugas memimpin Satgas Kesehatan Keuangan (join finance health taskforce) dalam G20, kata dia, tentu harus mampu menempatkan kepentingan nasional di tengah-tengah kepentingan global. Khususnya dalam hal kesejahteraan, kemakmuran dan kadilan rakyat.
"Program JKP ini sangat memungkinkan menjadi kendaraan perubahan khususnya dalam hal perubahan ekonomi Indonesia. Di sinilah peran media massa begitu penting posisinya dalam hal sosialisasi dan kontrol sosial dan mendorong program JKP ini menjadi arus politik pembangunan ekonomi sosial," tutur Yudi.
Lebih lanjut, kekuatan rakyat sebagai pilar kelima demokrasi, kata dia perlu dimaterialkan menjadi sebuah badan legal formal dalam negara, sebagai badan partisipasi warga yang menjadi saluran langsung rakyat warga negara untuk terlibat dalam keputusan-keputusan negara melalui partisipasi langsung yang diatur dalam payung hukum negara. Sehingga, kata Yudi keterlibatan rakyat dalam program-program yang akan direalisasi melalui program JKP ini, benar-benar menyentuh kebutuhan-kebutuhan mendasar rakyat dalam konteks pemberdayaan dan penguatan ekonomi kerakyatan.
Saat ini, saluran partispasi warga dalam hal politik, ekonomi dan sosial dijalankan melalui saluran-saluran demokrasi parlemen, dimana mulai mengalami penurunan kepercayaan publik. Lalu, saluran ekstra parlementer dalam bentuk protes maupun saluran-saluran lainnya. Dan instrumen teknologi informasi atau media sosial menjadi sarana membangun ruang partisipasinya.
Akan tetapi, menurut Yudi, harus diakui bahwa partisipasi warga dalam pembangunan politik, ekonomi dan sosial masih jauh dari harapan tercapainya kedaulatan rakyat. Oleh karena itu dibutuhkan koalisi non struktural yang terdiri dari media massa dan kekuatan partisipasi warga melalui kelompok-kelompok masyarakat sipil (civil society groups) untuk dilibatkan dalam menjalankan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Terlebih-lebih, kata dia program ini tampak sebagai salah satu program pemulihan ekonomi dan kehidupan rakyat pasca Covid-19.
"Pemerintah, BPJS, media massa dan kelompok masyarakat sipil berperan penting sebagai lingkaran utama pembangunan program JKP ini agar sasaran dan tujuan program ini benar-benar tercapai dan menghasilkan pemulihan ekonomi yang kuat paska Covid-19. Selain itu, tugas media massa dan kelompok masyarakat sipil harus mendorong konsolidasi kekuatan politik bipartisan yang terdiri dari rakyat dan negara untuk bersatu mensukseskan program JKP yang akan diterbitkan pemerintah dan BPJS pada Februari 2022," tandas Yudi.