Amandemen Konstitusi Non Perpanjangan atau 3 Periode Presiden Dimungkinkan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta para menteri tak lagi berbicara tentang penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden. Sebab, kondisi negara sedang menghadapi banyak persoalan akibat pengaruh global yang harus menjadi prioritas untuk diperhatikan. Sikap Jokowi ini diapresiasi.
"Presiden Jokowi pada Rabu, 6 April 2022 telah menyampaikan pernyataan di depan para pembantunya dengan sifat kenegarawanannya untuk tidak lagi bicara tentang masalah perpanjangan dan tiga periode masa jabatan presiden. Pernyataan Jokowi sebagai presiden ini patut diapresiasi," kata aktivis yang juga penggagas Fraksi Rakyat di parlemen, Yudi Syamhudi Suyuti, Kamis (7/4), dalam keterangannya.
Yudi juga menyoroti pernyataan Jokowi tentang persoalan mendasar terkait situasi di tingkat lokal, nasional dan global yang sedang dalam situasi yang penuh ketidakkepastian, yang jadi alasan mantan Wali Kota Solo memerintahkan jajarannya menyetop wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
"Tentu ketidakpastian ini berpotensi memicu terjadinya krisis di tingkat lokal, nasional dan global. Untuk itu kita perlu merespons pernyataan Jokowi sebagai pemimpin lembaga eksekutif, bahwa saatnya kita perlu menguatkan konsolidasi rakyat dan negara, dalam konteks pendekatan parlementariat," ujarnya.
"Dimana untuk memperkuat tersebut, diperlukan masuknya Fraksi Rakyat dalam parlemen bersamaan dengan penguatan peran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan dibuatnya PPHN (Pokok-Pokok Haluan Negara) melalui amandemen konstitusi non-perpanjangan kekuasaan atau tiga periode presiden. Termasuk juga dalam hal Penundaan Pemilu 2024," ungkap Yudi.
Amandemen konstitusi, kata dia harus benar-benar ditujukan untuk membangun internal struktural power atau kekuatan struktural nasional, dari rakyat dan negara.
Sekaligus untuk mencapai posisi external positioning power ataukah kekuatan posisioning nasional di tengah-tengah kepentingan global.
Yudi memandang, masih banyak persoalan dan tantangan yang harus dijawab untuk menyiapkan berbagai resolusi nasional yang tidak mungkin diselesaikan dengan pergantian kekuasaan melalui Pemilu 2024 saja. Dimana rakyat hanya mempercayakan pada partai-partai politik dan para calon presiden sebagai jaminan tantangan jaman, baik yang menyangkut masalah ekonomi, politik, sosial, pertahanan, keamanan dan masalah internasional maupun global.
"Oleh karena itu, amandemen konstitusi non-perpanjangan kekuasaan presiden tiga periode dan penundaan Pemilu 2024 tetap dibutuhkan. Hal ini untuk memulai mengevaluasi politik rakyat dan negara sebelum diadakannya Pemilu 2024," ungkap Yudi.
"Sehingga kita sebagai bangsa benar-benar siap dan kuat untuk membawa rakyat dan negara berhasil melewati ancaman turbulensi yang gelombangnya begitu besar," imbuhnya.
Prinsip-prinsip antisipatif dan adaptif dengan kondisi perubahan ini, menurutnya harus dipersiapkan mulai saat ini, dengan mempraktekkan manifesto politik Indonesia, pembukaan UUD 45. Dengan melakukan perubahan konstitusi untuk mengembalikan tujuan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan ikut menjaga ketertiban dunia, setidaknya demi kepentingan nasional. Tentunya, lanjut Yudi diperlukan penguatan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan sosial yang terlembagakan secara lebih inklusif dan demokratis dengan melibatkan partisipasi rakyat dalam keputusan-keputusan negara.
Hal ini, kata dia membuat diperlukannya Fraksi Rakyat yang berwujud Badan Partisipasi Warga sebagai badan alternatif pengganti fraksi utusan golongan yang lebih demokratis dan inklusif.
"Oleh karena itu, sudah saatnya gerakan-gerakan massa rakyat ekstra parlementer yang awalnya menuntut penolakan penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan jabatan presiden 3 periode, diarahkan mendorong masuknya Fraksi Rakyat di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)," tandas Yudi.
"Setelah Jokowi memerintahkan para pembantunya tidak lagi berbicara soal tiga periode dan penundaan pemilu, tentu masalah presidential treshold 20 persen juga menjadi ancaman bagi demokrasi dan keadilan sosial bagi kepentingan rakyat dan negara. Di sinilah kita perlu mendesak perubahan konstitusi untuk benar-benar terwujudnya prinsip-prinsip yang memperkuat kepentingan rakyat dan demokrasi melalui Fraksi Rakyat sekaligus disusunnya kembali konstitusi negara sesuai pembukaan UUD '45," imbuhnya.