Suharso Disebut Mampu Pimpin PPP Semakin Kuat
Jakarta- Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa terus bergerak. PPP bertekad memperkuat kebersamaan demi persatuan bangsa.
Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menilai PPP di bawah kepemimpinan Soeharso, makin progresif, bergerak masuk panggung-panggung politik, termasuk masuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
"Hal itu langkah cerdas untuk bisa memperkuat PPP bersama-sama partai lain," kata Ujang kepada media ini, Minggu (5/6/2022).
Ditambahkan Ujang, KIB merupakan koalisi apik yang bisa menggabungkan kekuatan partai nasionalis (Golkar) dengan Partai Islam modern (PAN) dan Partai Islam berbasis massa Islam tradisional (PPP). Namun, ditegaskannya, tantangannya jangan sampai mereka cerai di tengah jalan.
"Paling tidak Soeharso harus mampu membawa PPP masuk Senayan lagi. Apalgi, 19 kursi di DPR saat ini sangat rawan," tambahnya.
Sebelumnya, Suharso Monoarfa bersama Ketua Umum Partai Golongan Karya Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan menggelar Silaturrahmi Nasional Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) di Hutan Kota Plataran, Sabtu (4/6/2022)
Silaturrahmi tersebut dalam rangka penandatanganan kesepakatan bersama antara ketiga partai.
Dalam pidatonya, Ketum Suharso menjelaskan prinsip-prinsip yang ingin dibangun dalam Koalisi Indonesia Bersatu.
Menurutnya, KIB yang dibangun harus mampu merespon kecerdasan rakyar dalam berdemokrasi. KIB juga hadir dengan optimisme agar kecerdasan rakyat berdemokrasi menjadi kecerdasan kolektif yang terus terasah dan efektif membangun peradaban demokrasi yang menyejahterakan dan berkeadilan.
Adapun prinsip-prinsip dasar yang Ketum jelaskan adalah sebagai berikut. Pertama, KIB menginginkan hubungan pemilih dengan partai politik bukan hubungan emosional dan personal, melainkan hubungan yang rasional dan impersonal. Di samping itu, KIB juga menekankan aspek kepribadian dan “ikatan pribadi”.
“Koalisi kita harus sepenuhnya menyadari itu. Kita tidak lagi bisa mengikat simpati, dukungan dan loyalitas hanya dengan ikatan emosional dan personal. Koalisi ini harus mencerdaskan kita semua dalam berdemokrasi,” ungkap Suharso.
Kedua, dia mengatakan bahwa populisme tidak lagi menjadi satu-satunya penentu keterpilihan pemimpin.
“Hari ini dan ke depan, calon pemimpin dituntut untuk memiliki gagasan-gagasan besar, rencana-rencana kerja yang konkrit dan terukur, sebagai wujud konkrit kecerdasan kolektif berdemokrasi,” ujarnya.
“Pemimpin dituntut untuk punya kemampuan teknokratis, memahami masalah dan menemukan solusinya, diikuti langkah optimis mulai dari tahapan perencanaan hingga eksekusi ke evaluasi,” pungkasnya.