Melepas Penat Kerja, Biker Portugal Geber Motor Sembunyi di Kesunyian Curug Cibeureum
JAKARTA - Lelah setelah menjalani rutinitas kerja, membuat sekelompok biker yang menamakan diri Portugal memutuskan mencari suasana baru. Akhir pekan lalu mereka sepakat untuk berkemah semalam.
Lokasi yang mereka pilih adalah Curug Cibeureum yang berada di kawasan Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Tempat ini dipilih karena tidak terlalu jauh dari Jakarta, namun memiliki pemandangan indah dan suasana yang sangat tenang.
Para biker Portugal yang terdiri dari berbagai aliran motor ini berkumpul di kawasan Depok, Jawa Barat. Tepat jam 09.00 pagi mereka mulai menyusuri jalanan kawasan Depok dan Bogor. Tepat jam 14.00 tibalah mereka di Curug Cibeureum yang berada di ketinggian lebih kurang 1.700 meter dari permukaan laut (MDPL).
Sepanjang perjalanan menuju curug, sesekali mereka berhenti untuk istirahat sembari menyeruput kopi warung. Ransel berisi tenda dan perlengkapan kemping lainnya serta pantat panas tak membuat mereka merasa lelah. Bahkan para biker yang rata-rata sudah paruh baya ini selalu bersenda gurau saat istirahat.
Curug Cibeureum yang memiliki ketinggian antara 40-50 meter ini masih terletak di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) Cibodas karena lokasinya berada di lereng Gunung Pangrango.
Dinamakan Cibeureum karena konon air yang mengalir berwarna merah. Ci (Sunda, artinya air) dan beureum (Sunda, artinya merah). Warna merah ini berasal dari dinding tebing curug yang ditumbuhi lumut merah (Sphagnum gedeanum). Jika terkena sinar matahari, warna air pun terlihat berubah menjadi merah.
Selain mitos berupa air yang berwarna merah tersebut, terdapat juga mitos yang lain yaitu diyakininya keberadaan seorang pertapa sakti yang sedang melakukan laku ritual (bertapa). Dikarenakan bertapa sangat lama dan tekun akhirnya pertapa tersebut berubah menjadi batu. Konon batu besar yang berada di tengah-tengah air terjun Cibeureum ini adalah perwujudan seorang pertapa sakti tersebut.
Siang itu, tenda segera mereka dirikan, matras digelar lebar, peralatan masak dikeluarkan dari ransel, lengkap dengan cemilan dan aneka minuman. Mereka berbincang dan bercanda hingga petang.
Selepas maghrib, saat suasana menjadi gelap, kompor mini dinyalakan, dan api unggun mulai dibakar. Tak ketinggalan, menu makan malam disiapkan. Suasana masak memasak semakin meriah ketika mereka saling melemparkan candaan. Keakraban diantara mereka semakin lengkap saat bercerita ngalor-ngidul tentang awal berjumpa, hingga cerita hidup masing-masing.
Malam itu tak sedikitpun tersirat rasa penat. Kegembiraan menyelimuti sepanjang percakapan, hingga satu persatu terlelap dipeluk dingin dan sunyinya Curug Cibeureum.
Foto/Teks: Ruandi