Pegiat Forum JICC: Permintaan Kopi Indonesia di Asia dan Eropa Masih Tinggi
Jakarta - Industri kopi di tanah air menurut Sekjen Asosiasi Kopi Spesial Indonesia (AKSI) Gusti Laksamana baru tumbuh dan berkembang sekitar 4 tahun kebelakang. Ibarat bayi yang baru lahir, dunia per-kopi-an di tanah air harus dirawat dengan baik agar tetap konsisten menjadi eksportir kopi kelas dunia.
"Walau booming kopi di Indonesia belum sampai 5 tahun, kita harus bangga mengingat secara produktivitas Indonesia menempati 4 besar dunia sebagai penghasil kopi. Namun demikian kita jangan terlena mengingat secara luas lahan Indonesia menempati peringkat 2 dunia namun secara produktivitas belum menempati posisi 2 besar" tandas Gusti Laksamana disela-sela talkshow Jakarta International Coffe Conference (JICC) yang digelar di Sarinah pada Sabtu (18/11).
Untuk memacu produktivitas kopi sekaligus menjaga cita rasa kopi khas Indonesia, Gusti berpendapat akses petani untuk mendapatkan berbagai hal dari regulator seperti kementerian pertanian dan stakeholdernya terus diperluas dan dipermudah.
Bagi Gusti saat ini akses petani untuk mendapat berbagai fasilitas seperti best pactice atau praktik terbaik bagaimana bertani kopi dari para ahli masih dirasa kurang. Sebagai contoh, Gusti memaparkan bahwa Vietnam dengan luas lahan yang jauh lebih kecil dari Indonesia, namun Vietnam menjadi penghasil kopi nomor dua terbesar di dunia.
"Ini menjadi refleksi diri bagi pemerintah, Indonesia yang memiliki lahan yang sangat luas hampir mencapai 2 juta kilo meter persegi, namun secara produktivitas kopi tertinggal jauh dari Vietnam yang hanya memiliki luas tak sampai 350 ribu kilometer persegi," lanjut Gusti menambahkan.
Sementara itu disisi lain, industri kopi di Indonesia menurut Yuanita Rachma selaku eksportir kopi sesungguhnya baik kuantitas maupun kualitas telah diperhitungkan oleh negara-negara penghasil kopi dunia. Hal tersebut tambah Yuanita ada kopi Indonesia yang dihargai senilai 86 USD/pound dan menjadi negara yang dipertimbangkan oleh negara lain untuk mengimport kopi.
Dengan terselenggaranya JICC di Sarinah Jakarta, para pegiat kopi tambah Yuanita tentu diuntungkan mengingat para regulator hadir sehingga para pelaku kopi di Indonesia dapat mengetahui perkembangan terkini dari regulasi dibidang kopi yang baru diterbitkan.
Bicara soal kopi di Indonesia, Yuanita melanjutkan bahwa saat ini permintaan kopi Indonesia di asia dan eropa tetap tinggi. "Swiss selalu melakukan permintaan kopi luwak, Jepang selalu mengimport kopi jenis longberry dan komasti. Begitu juga Korea akan mulai mengimpot kopi dari Indonesia pada Desember 2024," papar Yuanita.
Selain negara-negara yang disebutkan sebelumnya, eksportir kopi Indonesia papar Yuanita Rachma juga telah melakukan pengiriman kopi ke negara Jerman, Malaysia, Amerika serikat, Lebanon serta beberapa negara lainnya.
Jika dibandingkan dengan Vietnam sebagai kompetitor penghasil kopi dunia saat ini, Indonesia dimata importir kopi asal eropa dan asia jelas Yuanita memiliki citra yang lebih baik dari sisi kualitas kopi. "Saat ini di Vietnam ditemukan zat tertentu di pupuk yang berlebihan pada lahan kopi. Importir saat ini melarang membeli kopi dari Vietnam mengingat di negara-negara pembeli, zat kimianya telah melewati ambang batas," tandas Yuanita.
Adapun kopi Indonesia sendiri relatif lebih aman dikonsumsi masyarakat dunia mengingat lebih natural atau organik proses. Namun demikian, urai Yuanita petani kopi Indonesia harus merubah pola lama yang cenderung hanya memanen hasil tanpa memikirkan teknologi bercocok tanam yang baik.