50 Orang Telah Tewas dalam Aksi Protes Anti-pemerintah di Kenya
NAIROBI, 16 Juli (Reuters) - Sedikitnya satu orang tewas dalam protes anti-pemerintah terbaru di seluruh Kenya pada hari Selasa, kata seorang wartawan Reuters, ketika polisi bentrok dengan para demonstran yang menuntut Presiden William Ruto untuk mundur.
Protes yang dipimpin oleh para pemuda yang meletus sebulan yang lalu menentang kenaikan pajak yang diusulkan terus berlanjut bahkan setelah Ruto menarik kembali legislasi tersebut dan memecat hampir semua kabinetnya. Para aktivis mengatakan bahwa mereka ingin Ruto mengundurkan diri dan menyerukan perubahan sistemik untuk membersihkan korupsi dan mengatasi tata kelola pemerintahan yang buruk.
Sedikitnya 50 orang telah tewas dalam protes-protes tersebut hingga saat ini, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Kenya (KNCHR) yang didanai oleh pemerintah mengatakan pada hari Selasa.
Di Kitengela, sebuah kota di pinggiran selatan ibukota Nairobi, polisi menembakkan peluru berulang kali ke arah ratusan pengunjuk rasa, beberapa di antaranya melemparkan batu, demikian tayangan televisi Reuters. Para pengunjuk rasa juga membakar ban, mengibarkan bendera Kenya dan meneriakkan “Ruto harus pergi!”
Seorang wartawan Reuters melihat tubuh seorang pengunjuk rasa tergeletak di tanah dengan darah mengucur dari luka di kepala. Juru bicara kepolisian nasional menolak berkomentar.
Dalam sebuah pernyataan, kementerian dalam negeri tidak secara langsung menanggapi kejadian-kejadian pada hari Selasa, tetapi mengatakan bahwa badan-badan keamanan berada di bawah instruksi untuk menahan diri.
Demonstrasi pada hari Selasa tampaknya merupakan salah satu yang terbesar sejak Ruto menarik kenaikan pajak pada tanggal 26 Juni. Surat kabar The Nation melaporkan adanya protes di setidaknya 23 dari 47 kabupaten di Kenya.
Di pusat kota Nairobi, polisi anti huru-hara menembakkan gas air mata ke arah beberapa lusin pengunjuk rasa dan petugas medis terlihat membawa seorang yang terluka dengan tandu. Di Nakuru, seorang jurnalis terluka, dengan tayangan televisi yang menunjukkan pendarahan di pahanya.
Njeri Wa Migwi, seorang aktivis yang berunjuk rasa di pusat kota Nairobi, mengatakan bahwa demonstrasi tersebut berlangsung damai hingga polisi mulai menembakkan gas air mata.
“Hari ini terasa sangat berbahaya. Rasanya seperti polisi ingin menangkap kami,” katanya.
Laporan Thomas Mukoya and Monicah Mwangi