Indonesia Re Dorong Integrasi ESG dalam Infrastruktur Berkelanjutan
Investasi di sektor infrastruktur memegang peran penting dalam pembangunan ekonomi dan keberlanjutan sosial, namun juga menghadirkan risiko yang signifikan di setiap tahapan proyek. Sejak perencanaan hingga operasional, berbagai risiko perlu dikelola secara strategis, terutama dengan mengintegrasikan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam setiap pengambilan keputusan investasi.
Indonesia Re, melalui Indonesia Re Institute, menyelenggarakan webinar bertema "Integration of ESG in Infrastructure Risk Management and Insurance Solutions". Acara ini adalah bagian dari Program iLearn yang merupakan bagian dari komitmen Indonesia Re untuk meningkatkan pemahaman dan kapabilitas sumber daya manusia di industri asuransi nasional, terutama dalam penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) pada proyek infrastruktur.
Peran Strategis ESG dalam Infrastruktur
Pada sambutannya, Robbi .Y Walid, Direktur Manajemen Risiko, Kepatuhan, SDM, dan Corporate Secretary Indonesia Re, menegaskan pentingnya penerapan ESG untuk mendukung pembangunan infrastruktur yang tangguh, berkelanjutan, dan bertanggung jawab.
"Pembangunan infrastruktur di Indonesia telah menjadi katalis pembangunan ekonomi selama satu dekade terakhir. Namun, integrasi prinsip ESG menjadi langkah penting untuk memastikan proyek-proyek ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga memperatikan keberlanjutan lingkungan, dampak sosial, dan tata kelola yang baik," jelas Robbi.
Aspek lingkungan menyoroti pengurangan emisi karbon, efisiensi sumber daya, dan penggunaan teknologi ramah lingkungan. Aspek sosial mengedepankan keterlibatan masyarakat lokal, pembukaan lapangan kerja, serta penguatan ekonomi. Sementara tata kelola yang baik memastikan transparansi dan kepatuhan dalam pelaksanaan proyek.
Indonesia Re berkomitmen untuk mendukung prinsip ESG melalui inovasi produk asuransi yang relevan.
"Asuransi memiliki peran strategis dalam melindungi proyek infrastruktur dari risiko finansial, sekaligus memberikan insentif bagi proyek-proyek yang mengadopsi prinsip keberlanjutan," tambah Robbi.
Sementara itu, Direktur Pengembangan dan Teknologi Informasi Indonesia Re, Beatrix Santi Anugrah, mengungkapkan bahwa webinar ini merupakan langkah nyata Indonesia Re dalam mendorong transformasi ESG di sektor reasuransi.
"Kami terus memperkuat ekosistem asuransi nasional dengan memfasilitasi diskusi dan pembelajaran bersama. Melalui tema ini, kami berharap dapat menginspirasi penerapan ESG secara lebih luas di Indonesia," ujar Beatrix.
Asuransi adalah komponen kunci dalam proyek infrastruktur karena melibatkan risiko besar, baik dari segi keuangan, operasional, maupun lingkungan. Produk asuransi yang didesain khusus untuk infrastruktur berkelanjutan dapat memberikan perlindungan terhadap risiko bencana alam, perubahan iklim, hingga ketidakpatuhan terhadap prinsip ESG. Penilaian risiko yang tepat oleh perusahaan asuransi dapat membantu stakeholders untuk membuat keputusan yang baik.
Keterkaitan antara proyek infrastruktur, asuransi, dan ESG (Environmental, Social, and Governance) memiliki implikasi yang signifikan dalam mendukung pembangunan berkelanjutan, mengelola risiko, serta meningkatkan daya tahan dan tanggung jawab sosial dalam sektor konstruksi dan pengembangan infrastruktur.
Indonesia Re berkomitmen untuk menjadi pionir dalam penerapan ESG di Industri Perasuransian Nasional. Sejak Februari, Indonesia Re telah membentuk Divisi TJSL (Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan) &ESG, yang berfokus pada:
* Penyusunan kebijakan ESG, baik umum maupun khusus, untuk jangka waktu lima tahun ek depan.
* Implementasi langkah-langkah konservasi seperti penghematan energi dan pemanfaatan air daur ulang.
* Investasi pada Green Bonds dan rencana instalasi panel surya di gedung Indonesia Re
"Kami juga berperan aktif dalam penyediaan kapasitas reasuransi untuk energi terbarukan melalui ASEAN Renewable Energy Pool (AREP), yang mendukung proyek energi hijau di kawasan." ujar Mardian Adhitya, Kepala Divisi TJSL &ESG Indonesia Re.
Pembelajaran dari Praktik Global
Ari Firmandi, Direktur Ernst & Young, Indonesia, turut berbagi pengalaman dalam penerapan ESG di berbagai proyek infrastruktur internasional, seperti efisiensi energi dan kolaborasi multi-stakeholder.
"Transformasi ESG kini menjadi kebutuhan utama, bukan sekadar tambahan," ungkap Ari.
Sebagai contoh, beberapa tahun lalu, konsep smart city sudah menjadi perhatian. Desain infrastruktur yang memperhatikan ketahanan gempa adalah hal yang rutin dilakukan dalam industri konstruksi, khususnya di kawasan rawan bencana. Namun, konteksnya kini berkembang lebih luas.
"Kita tidak hanya membahas ketahanan terhadap gempa atau desain yang efisien, tetapi juga efisiensi energi, dampak lingkungan, hingga keberlanjutan jangka panjang." ujar Ari.
ESG tidak lagi hanya menjadi wacana atau tren, melainkan kebutuhan. Sebagai contoh, jika dulu aspek keberlanjutan sering dilihat sebagai tambahan, sekarang ESG dipaketkan menjadi satu kesatuan yang terintegrasi dalam setiap tahapan proyek.
Mardian, Kepala Divisi TJSL & ESG Indonesia Re menekankan bahwa penerapan ESG adalah investasi jangka panjang bagi keberlanjutan.
"Dengan potensi energi hijau dan sumber daya alam yang besar, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pemain global dalam inisiatif keberlanjutan," ujar Mardian.
Darwin Djajawinata, Co-Founder of Sustainable Finance & Investment Research Center menjelaskan bahwa aspek ESG kini menjadi sorotan utama, baik saat ini maupun di masa mendatang, karena perubahan lingkungan hidup dan bisnis yang menuntut adaptasi serta adopsi. ESG bukan hanya sebuah tren, tetapi menjadi elemen penting dalam pengambilan keputusan investasi, khususnya pada infrastruktur.
"Mengingatkan pentingnya pengelolaan risiko dalam investasi infrastruktur, mulai dari tahap perencanaan, konstruksi, hingga operasional. Sistem manajemen risiko menjadi alat yang sangat efektif untuk menyusun langkah mitigasi risiko secara terstruktur." ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa risiko perlu dikelola oleh pihak yang memiliki kapabilitas optimal dalam mitigasi.
"Sebagai perusahaan pelat merah, lingkungan bisnis, termasuk kebijakan dan regulasi, memainkan peran penting dalam keberlanjutan proyek investasi." tutupnya.