Merajut Nusantara Bakti Kominfo 'Melawan Hoax dan Hate Speech Dalam Upaya Mempertahankan Kemerdekaan'

Kamis, 25 Agustus 2022 - 14:11 WIB
Badan Aksebilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementrian Komunikasi dan Informasi (Bakti Kominfo) menyelenggarakan kegiatan Webinar Merajut Nusantara dengan menghadirkan narasumberMuhammad Farhan, SE selaku Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Nasional Demokrat
click to zoom
Badan Aksebilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementrian Komunikasi dan Informasi (Bakti Kominfo) menyelenggarakan kegiatan Webinar Merajut Nusantara dengan menghadirkan Aida Mardatillah selaku perwakilan Netfid Indonesia.
click to zoom
JAKARTA-- Badan Aksebilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementrian Komunikasi dan Informasi (Bakti Kominfo) menyelenggarakan kegiatan Webinar Merajut Nusantara dengan menghadirkan narasumber Muhammad Farhan, SE selaku Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Nasional Demokrat, Aida Mardatillah selaku perwakilan Netfid Indonesia, dan DR. Devie Rahmawati, sebagai Pegiat LiterasiDigital dengan tema "Melawan Hoax dan Hate Speech Dalam Upaya Mempertahankan Kemerdekaan”secara hybrid melalui aplikasi zoom meeting dan Live Youtube. Selanjutnya Acara dipandu oleh MC “Aida Nuraida” dan Di Moderatori oleh "Dedi Purnama".

Dalam pemaparannya Muhammad Farhan, SE mengutarakan bahwa penggunaan media sosial

merupakan sebuah kebutuhan yang primer secara umum selalu dimanfaatkan masyarakat menjadisebuah alat untuk menyampaikan ekspresi, berpendapat, hingga berkreasi. "Dalam demokrasi mediasosial terkadang menjadi sebuah hal yang dilema dan kerap kali menjadi sebuah alat untuk berekpresi," kata Farhan, Kamis (25/8).

Sebagai generasi muda tentu harus melihat potensi dari sejaksaat ini mulai dari usia 18 hingga 45 tahun agar dalam pengaplikasiannya tidak menjadi salah kaprah. Sebab, dalam merubah suatu kultur buruk tidah hanya memerlukan undang-undang melainkan juga diperlukan sebuah literasi karakter agar menjadi bangsa yang berkarakter."Dalam 5 hingga 25 tahun kedepan generasi muda akan menjadi penggerak roda kehiduan negara yang akan datang maka sebab itu generasi muda diharapkan dapat memahami bagaimana penggunaan media digital dengan baik," ujarnya.

Pada materi kedua yang disampaikan oleh Aida Mardatillah, S.H.,M.H yang menyampaikan bahwa hoaxdan hate speech pada saat ini memiliki alasan dilindungi dibawah konstitusi dengan mengatakan berkebebasan pendapat. Indonesia pada saat ini telah memasuki era hoax yang dinormalisasi atau dapat dikataan sebuah kebohongan yang diulang-ulang sehingga kebohongan itu dianggap sebuah kebenaran tentunya hal ini dapat mengancam ketahanan sebuah negara karena hoax dan hate speech dapatmenimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan.

"Dengan begitu masyarakat diharapkan memiliki sikap bijak dalam melakukan penggunaan media sosial dan tidak harus menebar hoax dan kebencian.

Kementerian Komunikasi dan Informasi telah mengidentifikasi sebanyak 175 konten dari berbagai isu yang terjadi dan tersebar secara luas di media, lalu Kemenkominfo juga menemukan 1000 lebih informas hoax di media sosial yang berdampak buruk," tandas Aida.

Sebagai masyarakat tentu harus selalu mengedepankan literasi digital untuk melawan hoax, apabila telah memahami dari literasi lakukan pemahaman dansuarakan anti hoax dan hate speech, dalam menanggulangi hal ini tentu pemerintah juga harus turun tangan dengan memberikan sebuah wadah pemahaman ruang digital yang tujuannya mengedukasi penggunaan media sosial dengan melakukan pemblokiran konten negatif serta membuat sebuah peraturan atau regulasi yang sediakalanya diterapkan kepada masyarakat.

"Selain pemerintah juga paraaktor politisi atau dalam hal lain partai politik yang juga harus berturut-turut menyuarakan melawan hoaxdan hate speech," ungkap Aida.

Pada materi yang terakhir disampaikan oleh Devie Rahmawati, M.Hum yang memaparkan bahwa manusia dapat beraktivitas dalam kegiatan digital dalam 60 detik, banyak pula diantaranya yang tidak dapat membedakan berita hoax dan berita fakta dari hal itu yang menjadi sebuah bencana dalam lingkupsosial masyarakat dalam bermedia sosial.

Lebih dari 7.800 siswa tidak dapat menanggapi atau membedakan sebah berita yang diterima tanpa mengkoreksi sumber dari berita yang diterima, bahkan mereka juga tidak dapat membedakan konten iklan dan konten berita, 80 persen mempercayai bahwa konten yang berisikan iklan sangat dipercayai, sehingga banyak diantaranya yang tidak mengetahui fakta dari berita yang menjadi kebenaran.

"Dengan begitu banyak oknum yang tidak bertanggung jawab yangmemanfaatkan hal tersebut sebagai ajang fitnah dan adu domba dengan menggunakan konten iklan," ujarnya.
(sra)
Foto Terkait
Foto Terpopuler
Foto Terkini More