Muktamar Bermartabat, Abdul Hamid Apresiasi Majelis Tahkim Muktamar NU
Tokoh muda NU Indonesia Timur Abdul Hamid Rahayaan mengapresiasi terbentuknya Majelis Tahkim sebagai lembaga etik dan sekaligus sebagai wadah penyelesaian perselisihan Muktamar NU ke 34 di Lampung yang akan digelar pada 23 -25 Desember 2021.
Menurut Abdul Hamid, keberadaan majelis tahkim tersebut dengan tujuan untuk dapat menengahi perselisihan yang berkaitan dengan Muktamar NU dan lebih dari itu yang terhimpun dalam majelis Tahkim adalah para ulama sepuh yang alim dan berintegritas dan merupakan panutan. "Maka dengan ini perlu kami menyampaikan padangan sebagai berikut," kata Abdul, Selasa (16/11), kepada pers di Jakarta.
Pertama, diharapkan majelis Tahkim dapat mengarahkan muktamirin agar sistem yang dipakai dalam pemilihan Rais Aam maupun Ketua Umum PBNU adalah Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) sehingga tidak terjadi permainan uang oleh para kandidat maupun tim sukses. "Jika tidak maka citra NU sebagai organisasi ulama akan hilang kepercayaan publik," ujarnya.
Kedua, dilarang kandidat Ketua Umum PBNU maupun tim sukses menebar fitnah untuk saling menjatuhkan antara satu kandidat dengan kandidat lain, Ketiga, calon Ketua Umum PBNU dilarang menjadikan politisi sebagai tim suksesnya apalagi politisi yang pernah terlibat masalah hukum dan yang ke Empat, calon Ketua Umum PBNU dilarang mencari dana atau disponsori perjuangannya oleh pengusaha bermasalah, politisi bermasalah, dan pejabat bermasalah. "Karena mengakibatkan Ketua Umum PBNU terpilih akan tersandera oleh kepentingan mereka," ungkap Abdul.
Hal yang kami kemukakan sangat penting untuk diterapkan dalam Muktamar Ke 34 di Lampung agar tidak terjadi kecurangan maupun kezaliman yang akan terjadi pada Muktamar nanti, kenapa ini perlu kami ingatkan? karena berangkat dari pengalaman Muktamar yang ke 33 di Kab. Jombang Provinsi Jawa Timur penuh dengan rekayasa dan kedzoliman akibat dari keterlibatan para politisi yang tidak peduli dengan kejujuran, kebenaran, akan tetapi lebih kepada bagaimana mencapai tujuan tanpa membedakan mana yang hak dan mana yang bathil.
"Dan jika hal ini dibiarkan terus menerus maka NU sebagai organisasi islam yang berpaham Ahlusunnah Waljamaah yang lebih mengedepankan kejujuran, kebenaran, akan dipertanyakan oleh umat," tandas Abdul.
Atas dasar itu, Abdul meminta kepada para kiyai dan ulama yang terhimpun di dalam struktur majelis Tahkim agar tidak mengenal kompromi dalam menegakkan etik dan juga tidak memberikan ruang bagi calon Ketua Umum PBNU yang melanggar etik dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, hal ini dalam rangka menjaga eksistensi dan kepercayaan Nahdlatul Ulama dari warga NU, rakyat, bangsa dan negara Indonesia.
"Demikian ide dan gagasan yang kami sampaikan kepada majelis Tahkim, warga NU, dan masyarakat bangsa dan negara dalam rangka menjaga eksistensi Nahdlatul Ulama sebagai organisasi dengan misi menegakkan kejujuran, kebenaran sekaligus sebagai organisasi yang berkontribusi terhadap berdirinya negara kesatuan republik Indonesia," tandasnya.