Demi Menjaga NU, Abdul Hamid: Sebaiknya Muktamar Tetap Memakai Sistem Ahwa
JAKARTA-- Tokoh muda NU Indonesia Timur Abdul Hamid Rahayaan menawarkan solusi terbaik untuk pemilihan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU pada Muktamar NU di Lampung nanti, yaitu dengan tetap memakai sistem Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA). "Jadi sebaiknya kembali ke sistim Ahwa saja, untuk menghindari segala bentuk kemungkaran dan demi kebaikan bersama," kata penasehat pribadi Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Senin (1/11), kepada pers di Jakarta.
Lebih lanjut, kata Hamid solusi itu berangkat dari hasil diskusi bersama teman-teman dari kalangan aktivis NU setelah membaca pandangannya di berbagai media online terkait persiapan Muktamar Ke-34 di Lampung termasuk persaingan menjelang Muktamar yang memanas antar kandidat dalam rangka memenangkan pertarungan yang kian memperburuk hubungan silaturrahmi antar sesama warga Nahdiyin.
"Mereka memiliki pandangan yang berbeda tetapi ada kesamaan prinsip yaitu bagaimana menyelamatkan Nahdlatul Ulama dari persaingan tak sehat," ujarnya.
Bahkan, kata Hamid sebagian besar dari mereka merasa prihatin dengan kondisi jelang Muktamar karena cara yang digunakan untuk bisa menang dalam pemilihan berlawanan dengan nilai-nilai yang dianut Nahdlatul Ulama selama ini, karenanya mereka tidak begitu mempersoalkan figur mana yang nantinya terpilih menjadi ketua umum PBNU, tapi lebih kepada mengevaluasi sistem pemilihan yang akan digunakan dalam menentukan calon terpilih.
"Mereka lebih setuju bila penentuan Rois Aam dan Ketua Umum PBNU menggunakan sistem Ahwa yakni masing-masing perwakilan NU dari wilayah dan cabang memilih sembilan orang ulama sepuh yang nantinya bermusyawarah untuk menentukan Rois Aam dan Ketua Umum PBNU masa bakti 2021-2026," ungkap Hamid.
Menurutnya, sistem Ahwa adalah sistem yang sangat tepat dengan alasan, Pertama, untuk mengembalikan hak ulama sebagai pemilik wadah berkumpulnya Jam,iyah Nahdlatul Ulama, Kedua, agar para kandidat Ketua Umum beserta timnya tidak berusaha untuk mendapatkan dukungan dengan cara-cara yang tidak elegan.
Ketiga, para politisi tidak mendapatkan ruang untuk mengobok-obok Nahdlatul Ulama untuk memenuhi keinginan meraka, dan Kempat Ketua Umum terpilih dapat diterima oleh seluruh warga Nahdiyin karena dilahirkan dari produk Ulama selaku pemilik wadah berhimpun Jam,iyah Nahdlatul Ulama.
Dengan demikian apabila sistem Ahwa yang digunakan, maka kepemimpinan Ketua Umum PBNU Periode 2021-2026 akan bermanfaat bagi warga Nahdiyin dan seluruh masyarakat Indonesia karena dihasilkan melalui sistem yang baik.
"Tentu semuanya terpulang pada kesadaran wilayah dan cabang NU di seluruh daerah sebagai pemilik mandat dalam menentukan tata tertib sebagai pedoman dalam pelaksanaan Muktamar," ungkap Hamid.