AJPLI Gelar Ngobrol Peduli Lingkungan Bertajuk Kilas Balik Covid-19 : Pengelolaan Limbah Medis Selama Pandemi
JAKARTA -- Limbah medis Covid-19 membutuhkan penanganan yang baik dari hulu ke hilir. Sebab, limbah medis dapat membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan apabila dikelola layaknya sampah biasa.
Di sisi hulu atau sumber sampah itu berasal, limbah medis harus dipilah oleh masyarakat atau rumah tangga. Adapun di sisi hilir, penanganan limbah medis Covid-19 salah satunya membutuhkan keseriusan dan komitmen dari industri untuk mengelola limbah secara benar.
Hal tersebut menjadi intisari dari diskusi yang digelar Aliansi Jurnalis Peduli Lingkungan Indonesia (AJPLI), di Jakarta, Jumat (17/12). Diskusi tersebut menghadirkan tiga narasumber, yaitu General Manager PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) Yurnalisdel, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Asep Kuswanto, dan Anggota Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19 Lia G Partakusuma.
General Manager PPLI Yurnalisdel mengatakan, penanganan limbah medis yang tergolong dalam kategori bahan berbahaya dan beracun (B3) memang memerlukan pemahaman yang sama antara penghasil limbah, pelaku industri, dan regulator. Dari sisi industri, kata dia, perusahaan pengolah limbah harus memiliki komitmen yang kuat dalam melakukan pengolahan secara benar dan tidak mencemari lingkungan.
Agar hal tersebut berjalan baik, Yurnalisdel mendorong regulator memperketat pengawasan dan enforcement kepada industri pengolah limbah. "Tujuannya agar industri benar-benar mengelola limbahnya secara baik," kata dia.
Yurnalisdel menambahkan, pihaknya menyadari betul pentingnya pengelolaan limbah medis secara baik dan benar. Oleh karena itu, PPLI telah membangun insinerator dengan teknologi terbaru. "Insinerator yang kami miliki ini menggunakan teknologi terbaru dan mumpuni. Insinerator PPLI memiliki kapasitas pengolahan sebanyak 50 ton per hari. Kami bisa mengolah semua limbah yang dikategorikan sebagai limbah B3 termasuk limbah medis oleh pemerintah," katanya.
Ia menjelaskan, insinerator merupakan fasilitas pengolahan limbah secara termal yang memanfaatkan energi panas untuk membakar limbah. Proses pembakaran dilakukan secara terkendali pada suhu tinggi dalam suatu alat tertutup. Energi panas yang digunakan dalam proses insinerasi tidak hanya mampu menghancurkan polutan yang terkandung dalam limbah, tetapi juga mampu mengurangi massa dan volume limbah secara signifikan.
Menurut dia, salah satu kelebihan insinerator PPLI adalah dilengkapi peralatan pengendalian emisi, sehingga dapat memenuhi persyaratan emisi yang terketat sekalipun, seperti persyaratan emisi Uni Eropa.
"Kita mencoba menghadirkan di atas yang dipersyaratkan oleh regulasi, salah satunya adalah penggunaan continuous emission monitoring system (CEMS). CEMS tak hanya memantau temperatur, O2, dan CO2, tapi juga memantau HCI, NOX, SO2, CO, hingga dust concentration and moisture. Ini merupakan yang pertama dan satu-satunya di Indonesia," kata Yurnalisdel.
Selain itu, kata dia, PPLI memiliki landfill sendiri. Yurnalisdel menegaskan, perusahaan pengolah limbah perlu memiliki landfill sendiri agar tidak membuang limbah ke tempat lain, apalagi dibuang secara sembarangan. "Jadi memang, salah satu poin yang paling penting harus ada landfill tersendiri," ujar dia.
Anggota Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19 Lia G Partakusuma mengatakan, pengelolaan limbah medis tak hanya perlu dilakukan oleh rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan. Masyarakat sebagai komunitas juga perlu mengelola limbah medis.
Lia mengungkapkan, jumlah limbah medis mengalami peningkatan akibat pandemi Covid-19. Sebelumnya, kata dia, rata-rata limbah medis hanya sekitar 1 kg per satu hari untuk satu pasien. Namun, dengan adanya Covid-19, rata-rata limbah medis di rumah sakit naik menjadi 1,88 kg per satu hari per pasien.
"Ini karena tenaga medis memerlukan lebih banyak alat pelindung diri agar tak terinfeksi Covid-19. Jumlah limbah medis naik signifikan saat /peak/ kasus Covid-19 pada pertengahan tahun. Dari yang biasanya di satu RS sekitar 75 ton, menjadi 105 ton. Bahkan ada yang mencapai 403 ton per hari. Ada yang naik tiga kali lipat, ada yang naik lima kali lipat," katanya.
Lia menegaskan, limbah medis yang sedemikian banyak harus ada penyalurannya dan dikelola dengan baik. Sebab, limbah medis dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
"Kan bisa saja limbah itu, misalnya masker bekas orang terpapar Covid-19, dibuang sembarangan dan didaur ulang oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Itu tentu berbahaya. Inilah kenapa pentingnya pengelolaan limbah medis," katanya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, Pemprov DKI telah melakukan berbagai upaya untuk mengelola limbah medis, salah satunya dengan membangun sistem pengelolaan limbah medis dari rumah tangga berbasis wilayah.
Asep mengatakan, sistem pengelolaan limbah tersebut dibangun di level kecamatan dan kota. Di setiap kecamatan terdapat satu lokasi yang difungsikan sebagai tempat pengumpulan seluruh limbah medis yang bersumber dari rumah tangga di kecamatan tersebut.
"Jadi, kami membangun beberapa TPS limbah B3 skala kecamatan. Bentuknya memang bukan tempat pengolahan, tapi lebih ke tempat penampungan limbah-limbah medis seperti masker, sarung tangan, dan sebagainya," kata Asep.
Limbah medis yang dikumpulkan di skala kecamatan lalu diangkut ke TPS limbah B3 skala kota. Pengangkutan limbah medis dilakukan dengan truk box dari TPS limbah B3 skala kecamatan menuju TPS limbah B3 skala kota.
"Lalu, limbah yang terkumpul di TPS skala kota, diangkut pihak ketiga jasa pengolah limbah B3 menuju lokasi pemusnahan atau insinerator untuk memusnahkan limbah medis Covid-19 yang bersumber dari rumah tangga," ujar Asep.
Asep mengungkapkan, jumlah limbah medis Covid-19 yang terdapat di lima lokasi TPS limbah B3 skala kota mencapai mencapai 2.106,65 ton sepanjang 2021. Jumlah itu meningkat sekitar 36 persen dibandingkan 2020 yang tercatat sebanyak 1.538,77 kg.
"Peningkatannya memang cukup signifikan di 2021. Selain membuat sistem pengelolaan limbah yang bersumber dari rumah tangga, Pemprov DKI juga mengelola limbah medis di tempat isolasi terkendali," katanya.