Peringatan World Food Safety Day 2022
JAKARTA-- Pada peringatan World Food Safety Day pada tanggal 7 Juni 2022, YayasanLembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan World Animal Protection mengingatkan kembali laporan Pengujian Daging Kontaminasi Resistensi Antimikroba di Jabodetabek yang diluncurkan pada Juni 2021 sebagai pengingat produsen, dan tidak adanya respon dari pelaku usaha dan rantai pasok atas komitmen mereka dalam memberikan standar kesejahteraan yang tinggi ke dalam praktik.
Rekomendasi laporan inimenyoroti komitmen produsen untuk memastikan penerapan standar kesejahteraan yang tinggi untuk menghindari kontaminasi Antimycobacterial Resistance (AMR) ke dalam produk mereka.
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa sampel dari Rumah Potong Hewan (RPH) serta retails dalam studi ini ditemukan mengandung bakteri E.Coli yang resisten terhadap kelima antibiotik yang diuji; meropenem, sulfametoksazol, colistin, ciprofloxacin dan kloramfenikol. Antibiotik tersebut telah diklasifikasikan olehOrganisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai antibiotik pilihan terakhir ketika mengobati penyakit seperti telinga tengah, saluran pernapasan, lapisan perut, saluran kemih, saluran pencernaan, mata, atau infeksi kulit yang parah. Ketika bakteri resisten ditularkan dari hewan ke manusia, itu dapatmengurangi kemampuan antibiotik untuk mengobati infeksi bakteri, memperpanjang pengobatan, dan meningkatkan risiko kematian.
Menurut FAO (Food and Agricultural Organization of the United Nations), Indonesia adalah salah satu dari lima negara dengan persentase peningkatan konsumsi antimikroba terbesar yang diproyeksikan padatahun 2030.
Kelimanya, yang dipilih dari 50 negara dengan jumlah antimikroba terbesar yang digunakan pada ternak pada tahun 2010, termasuk Myanmar (205 persen), Indonesia (202 persen), Nigeria (163 persen), Peru (160 persen), dan Vietnam (157 persen).
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi, mengatakan sampai hari ini tidak ada respon dan tindak lanjut dari perusahaan yang menjadi bagian dari studi tersebut. "Kami prihatin dengan sikap diam dan ketidakpedulian para perusahaan tersebut terhadap hasil studi kami yang telah membunyikan alarm peringatan bahaya bagi para konsumen," kata Tulus, Selasa (7/6).
Pada World Food Safety Day 2022 ini , kami memanggil semua pelaku usaha, industripeternakan dan supermarket, termasuk restoran layanan cepat, untuk menerapkan kesejahteraan peternakan hewan untuk memastikan keamanan pangan, dan tentunya hal tersebut dapat melindungikonsumen.
"Indonesia memiliki 2.05.178 ton jutaan ayam daging yang dipelihara setiap tahunnya menderita di peternakan pabrik," ujarnya . Sebuah survei yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian pada tahun 2017
menunjukkan bahwa 81,4 persen petani menggunakan antibiotik pada unggas untuk pencegahan penyakit, 30,2 persen peternak menggunakan antibiotik untuk pengobatan dan 0,3 persen masih menggunakannya untuk
promosi pertumbuhan. Survei juga menemukan bahwa colistin berkontribusi sebanyak 34 persen dari semuaantibiotik yang digunakan oleh petani sebagai profilaksis atau untuk pengobatan unggas mereka, yang mengarah pada resistensi antibiotik dan masalah kesehatan masyarakat. "Pemerintah telah mengeluarkan peraturan untuk melarang colistin melalui Peraturan Menteri no 09160/PK.350/F/12/2019," ungkap Tulus.
Sementara itu,Rully Prayoga, Manajer Kampanye World Animal Protection Rully Prayoga, mengatakan, kami merasa mengecewakanbahwa setelah satu tahun, para pelaku usaha memilih untuk diam tidak memberikan respond perbaikan dan tetap mencari profit. "Hal tersebut dapat sekaligus membahayakan kesehatan masyarakat, dan membuat ratusan ribu ayam broiler tersiksa. Para pelaku usaha seharusnya segera mengambil tindakan perbaikan serta berkomitmen untuk kesejahteraan ayam pedaging," tandas Rully. Kami siap untuk bekerjasama untukmenuju pemenuhan komitmen dan menghasilkan produk yang sesuai dengan standard kesejahteraan tinggi.
Standar tersebut termasuk lingkungan dengan lebih banyak ruang, cahaya alami, dan pengayaan seperti bahan untuk bertengger dan mematuk untuk memberikan stimulasi dan mempromosikan perilaku alami, serta mendukung bibit ayam yang tumbuh lebih lambat, yang akan mengurangi stres dan meningkatkan kekebalan dan kesehatan ayam.
"Ini pada gilirannya menurunkan penggunaan antibiotik dan menurunkanrisiko terhadap kesehatan manusia.
World Animal Protection menyerukan agar semua pihak terkait, termasuk pelaku usaha, pemerintah agar dapat mewujudkan produk pangan dengan kesejahteraan yang tinggi. Bekerja sama dengan YLKI, kami akan meningkatkan pengetahuan konsumen dan mendorong komitmen dari pelaku usaha terhadap pentingnya kesejahteraan hewan ternak bagi kesehatan masyarakat, untuk menghindari pandemi berikutnya yang disebabkan oleh bakteri kebal antibiotik," tandas Rully.