Protes Global di Jakarta, Massa Aksi Seret Pemimpin Israel Sebagai Penjahat Perang
Jakarta - Puluhan ribu orang hadir dalam unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jalan Merdeka Selatan, Monas, hingga Bundaran Hotel Indonesia.
Mereka bergabung dengan jutaan pejuang kemanusiaan lainnya dalam Global Day of Action atau Aksi Protes Global menuntut penghentian genosida di Jalur Gaza, Palestina.
Demonstrasi berlangsung di 100 kota di dunia, mulai dari Amerika, Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Swiss, Denmark, Afrika Selatan, Nigeria, Ghana, Jepang, Korea Selatan, Australia, Brasil, Yordania, Turki, hingga Indonesia.
People’s power ini mendesak seluruh pemerintahan di dunia dan lembaga internasional memperkuat komitmen kemanusiaan demi persamaan dan keadilan.
Di Jakarta, Aksi Protes Global diselenggarakan Majelis Ormas Islam (MOI) dan Koalisi Indonesia Bela Baitul Maqdis (KIBBM).
"Dalam 100 hari ini pembantaian massal yang dilakukan penjajah Israel telah merenggut tidak kurang dari 23.357 ribu nyawa dan 58.926 lainnya mengalami luka berat. Ironisnya, sebagian besar korban tewas adalah perempuan, bayi, dan anak-anak," ujar Ketua Majelis Ormas Islam (MOI) KH. Nazar Haris di Jakarta, Sabtu (13/1/2024)
Kejahatan brutal itu dipertontonkan tanpa rasa malu oleh Israel di hadapan masyarakat global dengan melanggar berbagai aturan internasional.
"Semua dilakukan zionis Israel dengan dukungan Amerika Serikat dan Inggris, baik materi maupun persenjataan dan kelengkapan militer. Pemerintah AS dan Inggris bahkan selalu memveto resolusi gencatan senjata yang disetujui oleh mayoritas anggota PBB," katanya lagi.
Sejak agresi dimulai 7 Oktober 2023, Israel telah menghujani Gaza dengan 2.000 rudal pembunuh dan 70.000 ton bom mengandung bahan yang terlarang digunakan dalam perang.
Tak cuma kematian. Aksi beringas Israel membuat lebih dari 65 persen bangunan di Gaza hancur dan rusak, 45 persen penduduk Gaza mengalami kelaparan, kekurangan makanan, air bersih, dan pasokan medis, serta lebih dari 2 juta orang mengungsi.
"Serangan brutal penjajah Israel tanpa pandang bulu dan tak henti-hentinya ini menunjukkan ciri genosida menurut hukum internasional, karena menggunakan pola kesengajaan untuk menghancurkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, etnis, ras, atau agama," ujarnya.
Ia bahkan menyebut apa yang sedang terjadi di Gaza sekarang, sebagai genosida terbesar sepanjang sejarah sejak Perang Dunia ke-2.
"Tidak berlebihan jika malapetaka yang dialami rakyat Palestina selama 100 hari ini juga dianggap sebagai pengulangan peristiwa Nakba tahun 1948, tapi dengan skala kehancuran yang lebih memilukan," tukasnya.
Untuk menutupi kejahatannya, Israel berupaya membungkam pemberitaan dengan membunuh lebih 110 jurnalis. Penjajah Israel juga melakukan disinformasi, misinformasi, bahkan fitnah dan pemutarbalikkan fakta perang di berbagai media.
Merespon bencana kemanusiaan ini, massa Aksi Protes Global menyampaikan 8 pernyataan sikap, yakni:
1. Menuntut gencatan senjata secara permanen dan penyelesaian politik jangka panjang bagi rakyat Palestina.
2. Mengultimatum Pemerintah Amerika Serikat (AS), Australia, Kanada, Belanda, Inggris, Korea, dan Bahrain untuk menghentikan dukungannya terhadap Israel.
3. Mendukung gugatan Afrika Selatan kepada Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ) atas kejahatan genosida yang dilakukan Israel terhadap bangsa Palestina.
4. Menuntut Mahkamah Internasional menjadikan Israel sebagai pelaku genosida karena telah melanggar Konvensi PBB tahun 1948 tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida.
5. Menuntut International Criminal Court (Mahkamah Pidana Internasional) untuk segera menyeret pemimpin Israel sebagai penjahat perang.
6. Menuntut PBB menghapus hak veto terhadap 5 negara anggota tetap Dewan Keamanan, karena resolusi gencatan senjata yang selalu dibatalkan oleh veto Amerika Serikat.
7. Menuntut dibukanya akses bantuan kemanusiaan secara menyeluruh menuju Gaza.
8. Mengapresiasi Menteri Luar Negeri Retno Marsudi atas partisipasinya sebagai saksi memberatkan kejahatan genosida israel dalam Mahkamah Internasional.