Bubur Asyura 10 Muharram, Simbol Solidaritas dan Kebersamaan Warga Palembang
Ratusan warga Palembang antri menunggu pembagian bubur Asyura 10 Muharram 1446 H di halaman Majelis RoudhatulIlmi, Jalan KH Azhari, Kelurahan 12 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu II Palembang, Rabu (17/7/2024).
Ribuan porsi bubur disiapkan keluarga Almarhum Ustadz Taufik Hasnuri yang meneruskan tradisi bagi bagi bubur setiap tanggal 10 Muharram.
Bubur Asyura adalah hidangan yang memiliki makna historis dan kultural penting, terutama dalam masyarakat Muslim di Palembang. Tradisi ini terkait erat dengan peringatan 10 Muharram, atau dikenal juga sebagai Hari Asyura, yang merupakan hari bersejarah dalam kalender Islam.
Pada tanggal 10 Muharram, umat Muslim di berbagai belahan dunia memperingati berbagai peristiwa penting, termasuk penyelamatan Nabi Musa dari kejaran Firaun serta peristiwa Karbala yang melibatkan cucu Nabi Muhammad, Husain bin Ali. Dalam konteks Palembang, tradisi membuat bubur Asyura telah menjadi bagian integral dari budaya lokal.
Bubur Asyura di Palembang biasanya dibuat dari berbagai bahan seperti beras, jagung, kacang hijau, ubi, kelapa, dan rempah-rempah. Proses pembuatannya melibatkan banyak orang dan sering dilakukan secara gotong royong, yang mempererat ikatan sosial dalam komunitas.
Tradisi ini bukan hanya tentang makanan, tetapi juga tentang kebersamaan, berbagi, dan memperingati nilai-nilai religius serta sejarah yang penting bagi masyarakat. Setiap keluarga atau komunitas biasanya akan membuat bubur dalam jumlah besar untuk kemudian dibagikan kepada tetangga dan masyarakat sekitar, sebagai simbol solidaritas dan kebersamaan.
Foto Mushaful Imam