Merawat Persatuan NU Jelang Muktamar di Lampung

Jum'at, 29 Oktober 2021 - 10:41 WIB
Tokoh muda NU Indonesia Timur Abdul Hamid Rahayaan berpandangan, bahwa NU sebagai organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia memiliki tanggungjawab besar terhadap keutuhan serta keberlangsungan bangsa dan negara, peran strategis itulah yang harus terus dirawat oleh kader NU di seluruh Indonesia.
click to zoom
KH. Said Agil Siroj menjadi salah satu calon kuat calon Ketua Umum PBNU
click to zoom
JAKARTA-- Tokoh muda NU Indonesia Timur Abdul Hamid Rahayaan berpandangan, bahwa NU sebagai organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia memiliki tanggungjawab besar terhadap keutuhan serta keberlangsungan bangsa dan negara, peran strategis itulah yang harus terus dirawat oleh kader NU di seluruh Indonesia.

"Karena itu secara kelembagaan NU harus tetap solid dan bebas dari berbagai kepentingan politik," kataHamid, Jumat (29/10), kepada pers di Jakarta.

Lebih lanjut, kata Hamid momentum Muktamar NU Ke-34 yang akan berlangsung di Provinsi Lampung menuai dinamika internal yang sangat luar biasa, aroma saling jegal antar sesama kader NU begitu mengemuka. "Tentu, situasi ini sangat riskan terhadap keutuhan NU dimasa mendatang yang diharapkan bisa menjadi garda terdepan dalam menjaga keutuhan bangsa dan negara," ujar penasehat pribadi Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj.

Dikatakannya,yang nampak dari persaingan antar kandidat lebih kepada kepentingan jangka pendek orang perorang dan juga kelompok, bukan pada kemaslahatan warga Nahdiyin dan masyarakat Indonesia secara umum. "Mestinya bagaimana menguatkan NU secara kelembagaan," ungkap Hamid.

Dari kedua nama yang santer beredar sebagai calon kuat Ketua Umum PBNU yakni KH. Said Aqil Siroj dan Gus Yahya, keduanya memiliki latar belakang organisasi yang berada, Said Agil adalah alumni PMII sementara Gus Yahya alumni HMI, perbedaan ini bisa memicu polarisasi yang tajam antar pengikut karena cenderung mengedepankan ego sektoral berdasarkan latar belakang organisasi.

Sementara itu, kata Hamid mengungkapkan masing-masing pendukung dari kedua kandidat hadir dengan motif politik berbeda dalam rangka mencapai kepentingan jangka pendek yang itu bisa merusak marwah NU sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia.

"Bila hal ini terus dibiarkan hingga pelaksanaan Muktamar Ke-34, maka dikhawatirkan akan terjadi perpecahan yang berdampak terhadap keutuhan jam'iyah Nahdlatul Ulama. Karenanya bagi pimpinan wilayah dan cabang NU di seluruh Indonesia agar kehadirannya di arena muktamar tidak sekedar memberikan suara kepada salah satu calon Ketua Umum, tapi yang lebih terpenting adalah memperhatikan dengan sungguh-sungguh keberlangsungan dan keberlanjutan jam'iyah Nahdlatul Ulama," tandas Hamid.

Sudah pasti bahwa antara pendukung KH. Said Agil Siroj dan Gus Yahya sulit dipertemukan sehingga keberlangsungan dan kebersamaan untuk membangun Nahdlatul Ulama patut dipertanyakan, oleh sebab itu peserta Muktamar Ke-34 yang cinta kepada Nahdlatul Ulama agar melakukan langkah penyelamatan terhadap keberlangsungan Nahdlatul Ulama.

Kerena itu, perlu dipikirkan jalan tengah dengan mencari figur alternatif yang dapat mengayomi dan merangkul semua potensi Nahdlatul Ulama agar bergandengan tangan dengan lebih mengendepankan kepentingan Nahdlatul Ulama serta kepentingan bangsa dan negara.

Jika peserta Muktamar Ke-34 datang memberikan suara atau dukungan kepada seseorang tanpa peduli tentang kebersamaan dan masa depan Nahdlatul Ulama, maka dipastikan yang terjadi adalah kehancuran. "Untuk itu saya mengharapkan kesadaran dari hati yang paling dalam dari semua peserta Muktamar Ke-34 dan warga Nahdiyin untuk memikirkan apa yang menjadi hambatan bagi perkembangan dan kemajuan Nahdlatul Ulama ke depan. Terima kasih," kataHamid.
(sra)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Foto Terkait
Foto Terpopuler
Foto Terkini More