Himbau Akhiri Polemik Pembubaran MUI, Pj Ketum PB HMI Minta Perbaiki Rekrutmen dilakukan Transparan
JAKARTA-- Desakan pembubaran Majelis Ulama Indonesia (MUI) menuai resistensi dari pelbagai pihak. Pasalnya, tak cukup alasan jika MUI dibubarkan lantaran disusupi kelompok terorisme, apalagi yang cukup lantang mendesak pembubaran istitusi berkumpulnya ulama dan para cendekiawan tersebut bertendensi politik sehingga berpotensi memecah belah persatuan umat karena jika dibubarkan bisa berhadapan dengan umat Muslim yang notabene identik dengan MUI.
Penolakan serupa juga disampaikan oleh Pj Ketua Umum PB HMI, Romadhon JASN.
Menurutnya, pembubaran Majelis Ulama Indonesia (MUI) sangat berlebihan dan tidak tepat karena bisa merusak harmoni dan kerukunan antar umat beragama.
"Soal polemik pembubaran MUI sebaiknya diakhiri saja, ini berlebihan karena jika wacana pembubaran ini terus diumbar bisa jadi menimbulkan kemarahan umat Islam, nah kita ngak mau terjadi pecah belah," kata Romadhon JASN, Selasa (23/11), kepada media di Jakarta.
Hanya saja Romadhon meminta institusi Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebaiknya melakukan evaluasi dan pembenahan secara komprehensif terutama dari aspek pola rekrutmen pengurus MUI supaya dilakukan pendataan ulang anggota MUI secara transparan dan akuntabel sehingga tidak mengulang kembali kejadian serupa.
"Yang jelas MUI udah kecolongan masa iya teroris jadi petinggi MUI bahaya ini, maka sekarang perlu pendataan ulang dan perbaiki model rekrtutmennya dilakukan secara transparan dan akuntabel," ujarnya.
Tak hanya itu, Romadhon juga meminta MUI tidak alergi kritik dan menerima pelbagai masukan dari pelbagai pihak terutama dalam merespons pelbagai kritik terkait ditangkapnya salah satu anggota fatwa Majelis Ulama Indonesia yang menggegerkan tersebut.
"Sekarang MUI harus terbuka jangan alergi kritik apalagi sekarang lagi disorot publik kan, wajar itu menurut saya kalau ada masukan atau kritik tidak usah reaktif cukup direspons secara egaliter," ungkap Romadhon.
Untuk itu lanjut Romadhon, tujuan pendataan ulang anggota dan perbaikan rekrutmen pengurus MUI dilakukan secara transparan dan terbuka tak lain adalah untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang bisa saja terjadi. Selain itu, pendataan anngota MUI dan perbaikan rekrutmen menjadi keniscayaan di tengah kekecewaan dan kegelisahan publik menyaksikan lembaga kredibel sebesar MUI yang selama ini menjadi tumpuan dan rujukan masyarakat justru kecolongan melahirkan terorisme
"Kita ngak kebayang kan lembaga sebesar MUI rujukan masyarakat tapi bisa lahir terorisme, nah ini ada apa, berarti ada yang salah dengan rekrutmen pengurus MUI karena tidak transparan, makanya benar kata Kiai Ma'ruf perlu pendataan anggota MUI," tandasnya.
Dengan demikian, Romadhon mengajak semua pihak termasuk anggota MUI yang terpapar radikalisme maupun terorisme untuk memperkuat rasa cinta kepada Indonesia sebagai negara majemuk, harmonis, toleran, rukun, dan berharap tidak terpengaruh dengan ideologi transansional Islam yang jelas-jelas mengancam integrasi dan keutuhan negara.
"Marilah kita kembali ke pangkuan ibu pertiwi yaitu Indonesia, negara bhinneka tunggal ika, kita majemuk, toleran, rukun, tentram, dan toleran, jangan terpengaruh ideologi transnasional yang tidak laku di negaranya sendiri lalu diimpor ke Indonesia mau merusak Indonesia," imbuh Romadhon.
Demikian juga terkait proses hukum terduga tindak pidana terorisme Ahmad Zain An najah, siapa pun tidak boleh intervensi karena proses penangkapan yang bersangkutan dilakukan secara transparan dengan bukti-bukti yang kuat. Sehingga kasus ini sebaiknya percayakan kepada pihak Polisi untuk melakukan proses penegakan hukum dengan tuntas.
"Kita ngak boleh intervensi karena penangkapan ini jelas bukti-buktinya, kita serahkan kepada polisi untuk diproses, kita berharap ngak ada lagi opini yang seolah-olah kriminalisasi, ini namanya bentuk intervensi dengan memengaruhi publik," tutup Romadhon.