Mahasiswa Apoteker Serukan Boikot PN UKAI
AKARTA-- Universitas 17 Agustus 1945 (UTA '45) Jakarta bersama mahasiswa calon apoteker yang tergabung dalam Aliansi Korban UKAI Indonesia dan Aliansi Apoteker dan Apoteker Peduli Negeri, menyerukan pemboikotan terhadap Panitia Nasional Ujian Kompetensi Apoteker Indonesia (PN UKAI).
Mereka mendesak agar rektor, kaprodi, mahasiswa, wali mahasiswa dan pemilik yayasan perguruan tinggi apoteker seluruh Indonesia, untuk menarik diri dari kegiatan yang dilaksanakan PN UKAI.
Terlebih, kata mereka, tak lama lagi tepatnya awal Desember, PN UKAI mulai melaksanakannya aktivitasnya dengan menggelar try out (TO).
"Ini dilakukan guna mencegah lahirnya korban-korban baru dari kampus kita masing-masing karena penyelenggara uji kompetensi ilegal yang bertentangan dengan PP Nomor 51 pasal 37 dan Permenkes 889 pasal 10. Dan diduga terindikasi korupsi serta dugaan penipuan dan pemerasan," kata perwakilan mahasiswa apoteker, Muara, Kamis (1/12), dalam konferensi pers yang digelar di UTA '45 Jakarta.
Diketahui, aktivitas PN UKAI melakukan uji kompetensi calon apoteker dipertanyakan dasar hukumnya. Surat ketetapan Komite Farmasi Nasional (KFN) yang menjadi dasar pembentukan PN UKAI, dinilai tak sah, lantaran KFN dianggap tak memiliki kewenangan membentuk lembaga tersebut. Uji kompetensi sendiri, disebut hanya bisa dilakukan perguruan tinggi.
LKBH UTA '45, sebagai kuasa hukum Aliansi Korban UKAI Indonesia dan Aliansi Apoteker dan Apoteker Peduli Negeri, telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Mereka juga telah mengadukan persoalan ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan mendesak pihak terkait seperti Kemendikbudristek, untuk membenahi persoalan ini, karena ini masih masalah dengan bidang pendidikan dengan mahasiswa, bukan apoteker
Ketua Dewan Pembina Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945, Rudyono Darsono mengungkapkan pihaknya juga berencana melaporkan permasalahan ini ke Bareskrim Polri.
"Kita sudah diskusi dengan pihak Bareskrim. Kalau dengan pihak KPK kita sudah dua kali panggilan, sudah dua kali diskusi. Sedangkan pidana umumnya juga kita jalankan," tandas Rudy.
"Kita akan jalankan semua hukum positif yang berlaku di negeri ini. Itu langkah yang akan kita tempuh semua," imbuhnya.
Di Bareskrim, rencananya mereka akan menjerat terlapor dengan pasal dugaan pemerasan, penggelapan, penipuan dan pencucian uang. Orang-orang yang dilaporkan ialah pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab dalam aktivitas yang dilakukan PN UKAI.
Rudy menegaskan, pihaknya tak khawatir apabila gugatan mereka di PN Jakbar dan PTUN ditolak hakim. Rudy hanya mengingatkan bahwa apa yang mereka perjuangkan, adalah amanat peraturan perundang-undangan bukan kepercayaan benar atau salah.
"Apabila Gugatan ditolak kita bisa justru akan bertanya apakah sebagai rakyat kita sudah diperbolehkan membangkang atau melawan aturan perundang undangan yang ada,," ungkap Rudy.
"Yang kita jadikan sebagai alat bukti dalam gugatan ini adalah peraturan perundang-undangan yang resmi dan masih berlaku di negara ini sampai sekarang. Kalau peraturan perundang-undangan yang resmi di negara ini ditolak pengadilan akan di anggap mengijinkan masyatakat untuk melanggar peratiran perundang undangan, itu saja dan berarti peraturan negara ini sudah tidak berlaku terhadap rakyatnya, itu sama juga kita mengijinkan kaum radikal menjalankan aksinya di negeri Indonesia tercinta" imbuhnya.
Rudy pun mengungkapkan pihaknya tak khawatir dengan siapa pun pihak-pihak di balik PN UKAI. Termasuk apabila di belakang mereka adalah para pejabat tinggi negara maupun akademisi senior. Sebab, menurut dia apa yang dilakukannya sudah menjadi tugas dan kewajiban mereka sebagai akademisi dan pendidik untuk menjaga moral dan integritas generasi muda, bukan hanya berpikir tentang uang dan kekuasaan.
"Kita di dunia pendidikan, kalau kita takut menegakkan moralitas kita jangan jadi pendidik. Karena dunia pendidikan itu dunia moralitas dan integritas," ujar Rudy.
"Kalian pernah dengan cerita Daud dan Goliath? Jadi dalam hidup ini yang penting benar dulu. Jadi kalau raksasa yang kalian lawan, Goliath saja bisa mati sama Daud kan hanya dengan satu batu kerikil. Kita berdoa saja agar jangan sampai dapat (penegak hukum/hakim) wakil setan, semoga dapat wakil Tuhan dalam perjuangan kita," sambungnya.
Sementara, salah seorang mahasiswi apoteker, Aurel mengaku sedih dengan tudingan miring ke dirinya dan pihak-pihak yang bertentangan dengan PN UKAI.
"Kami dinilai seakan kami paling bodoh karena tak lulus uji kompetensi. Padahal kami sudah belajar sana-sini, ikut bimbel. Belum tentu juga yang lulus kompeten juga," ujarnya terisak.
Menurut Aurel, seluruh mahasiswa pastinya belajar karena ingin lulus uji kompetensi tersebut. Apalagi jika tidak lulus, kata dia tentunya kondisi ini menambah beban biaya dan pikiran orangtua mereka.
"Bukannya kami tidak belajar. Semua ingin lulus. Orangtua kami menunggu kami untuk pulang. Apalagi kami anak perantauan yang hidup di Jakarta ini tidak gratis, bayar," kata Aurel.
Pihaknya mengaku bingung kepada siapa lagi mengadu akan nasib mereka. Karenanya Aurel berharap agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan membantu mengatasi persoalan mereka.
"Kami tidak anti uji kompetensi. Yang kami pertanyakan hanya dasar hukum dari PN UKAI. Jangan kami mahasiswa hanya dituntut patuh peraturan yang ada, sementara Anda (PN UKAI/KFN) sendiri tidak," tandas mahasiswi asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.