House of Tea, Kisah Satria Gunawan Bergelut dengan Teh, dari Terpaksa Jadi Cinta
Tak ada yang bisa menebak perjalanan hidup. Setidaknya, ini yang dirasakan Satria Gunawan Suharno, pemilik usaha House of Tea, yang bergerak di sektor pembuatan teh.
Bayangkan, Gunawan yang tengah menekuni profesi sebagai pilot, harus banting setir menjadi petani teh. Kisahnya menarik. Dari awalnya memproduksi jenis teh yang massal, kini Gunawan bersama House of Tea-nya memproduksi teh spesial yang berkualitas alias artisan tea.
Teh artisan dikenal sebagai teh yang diolah dari bahan baku berkualitas tinggi dan dikombinasikan dengan bahan alami lain seperti rempah, bunga, dan buah.
Kini, House of Tea, mendapatkan kesempatan besar untuk membawa teh artisan asli Indonesia ke pasar global. House of Tea yang merupakan salah satu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) binaan Sampoerna Entrepreneurship Training Center (SETC), terpilih untuk berpartisipasi dalam Wiki Export 2023 di Jepang pada Agustus 2023. SETC merupakan program pemberdayaan UMKM yang digagas PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna) di bawah payung Program Keberlanjutan “Sampoerna Untuk Indonesia” (SUI).
Wiki Export, yang diluncurkan pada 2022, digagas Kamar Dagang Indonesia (KADIN) bersama Japan External Trade Organization (JETRO). Tujuannya, meningkatkan skala perusahaan menengah untuk menjadi bagian dari rantai pasokan global.
Bagi Gunawan, kesempatan mengikuti Wiki Export 2023 menjadi kejutan yang luar biasa bagi House of Tea.
“Bukan surprise lagi, untung saja jantung saya kuat. Ketika dikabarin, Subhanallah ini apa lagi yang diberikan Allah kepada saya melalui SETC,” kata Gunawan.
Bagaimana kisah Gunawan dan perjalanannya dengan House of Tea?
Dari terpaksa jadi “cinta”
Gunawan tak pernah terpikir menjadi petani teh. Pada tahun 1985, ia mulai bergelut dengan teh karena harus meneruskan usaha orangtuanya.
“Saya masuk ke petani, sebenarnya musibah membawa berkah. Itu yang saya rasakan, karena apa? Karena saya pendidikan bukan pertanian, tapi latar belakangnya adalah seorang pilot. Saya saat itu spesialis pilot helikopter,” kisah Gunawan.
Ia mengaku membutuhkan waktu beberapa tahun untuk benar-benar mendalami mencintai teh. Titik baliknya saat tahun 1987, kala Gunawan harus menangani kontrak ekspor teh ke Italia.
“Dari situ, hari demi hari harus berhadapan dengan tanaman teh dan produksi teh,” ujar dia.
Interaksi yang intens dengan para pembeli dari sejumlah negara yang sangat memahami teh, “memaksa” Gunawan untuk menyelami dunia teh lebih jauh.
Lama kelamaan, ia melihat sesuatu yang unik dari teh. Keunikan itu, menurut dia, dari satu tanaman teh bisa diolah menjadi berbagai macam varian. Di sinilah kecintaannya terhadap teh mulai muncul. Dari awalnya terpaksa, kini jadi cinta.
“Awalnya saya tidak tertarik, hingga mulailah mencintai dan mengenal teh,” kata Gunawan.
Pada 2009, Gunawan mulai mencoba menggeluti teh artisan, dan masih berjalan hingga saat ini. Awalnya, ia memasarkan teh artisan ini di lingkungan terbatas, seperti keluarga dan teman-temannya. Setelah melihat ada potensi pasar yang menjanjikan, Gunawan mendirikan usahanya sendiri, House of Tea, pada 2011. Empat tahun berikutnya, 2015, didirikanlah kafe House of Tea yang berlokasi di kawasan Gandaria Selatan, Jakarta Selatan.
“Alhamdulillah saat ini House of Tea berdiri sendiri. House of Tea lebih ke membina petani kecil,” ujar Gunawan.
House of Tea memproduksi teh dari perkebunan teh yang ada di beberapa wilayah seperti Cianjur, Jawa Barat; Solok, Sumatera Barat; Batam, Kepulauan Riau; dan Kulon Progo, DI Yogyakarta. Gunawan mengaku tak punya sejengkal tanah pun yang di atasnya ditanami tanamah teh. Ia memilih untuk mengajak para petani untuk bermitra.
Optimistis dengan teh Indonesia
Teh yang diolah House of Tea merupakan teh organik. Gunawan memastikan, produk hasil panen para petani mitra harus organik. Menurut dia, tanah Indonesia merupakan tanah yang subur dan bisa menyuburkan tanaman yang ditanam di atasnya.
“Kami percaya tanah Nusantara itu luar biasa, saya tidak ingin merusak itu dengan bahan kimia. Semua natural. Dan produk kami harus dari bahan baku organik. Untuk itu, ke petani, kami beri pemahaman, bahan baku seperti apa yang digunakan, bagaimana memetik teh, kapan waktu memetiknya, dan bagaimana cara produksinya,” kata Gunawan.
Kualitas teh Indonesia, lanjut dia, sangat bisa bersaing di pasar global. Menurutnya, teh yang ditanam di Indonesia diyakininya memiliki kualitas yang sangat baik.
Oleh karena itu, Gunawan berharap, kesempatan mengikuti Wiki Export bisa dimanfaatkannya dengan baik sehingga mengangkat teh Indonesia di dunia. Ia berterima kasih kepada SETC dan Sampoerna, yang sudah memberikan kesempatan bagi pelaku UMKM untuk berkembang dan bisa bersaing hingga pasar global.
House of Tea sudah sekitar 3 tahun menjadi UMKM binaan SETC. Pada Mei 2023, Gunawan juga mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan training of trainer (ToT) yang diselenggarakan SETC di Pasuruan, Jawa Timur. Ia dilatih menjadi mentor yang akan mendampingi UMKM lainnya.
“Saya bangga sekali mengikuti pelatihan ToT ini. Saking bangganya, saya unggah di Instagram, dan sejak itu saya jadi sering dipanggil ke sana-sini untuk berbagi. Pernah juga diundang acara Santri NU Berdikari yang dihadiri Menteri Sandiaga Uno,” kata Gunawan.
Dari SETC, Gunawan mendapatkan kesempatan-kesempatan lain untuk berbagi seputar bisnis, dan memperkenalkan House of Tea lebih luas lagi.
Bagi mereka yang baru merintis usaha, Gunawa berpesan, menjadi seorang wirausahawan tidak mudah, tetapi harus yakin jika sudah menjalaninya. Kuncinya, niat dan mental yang kuat, serta punya kemauan yang gigih.
“Menjadi entrepreneur itu menarik. Kalau kamu punya kemampuan, kemauan, ayolah jadi entrepreneur,” kata Gunawan.
Siapa yang mau atau sedang merintis jalan wirausaha? Semoga berhasil!