Hikmahbudhi: Zaman Jenderal Sigit, Polri Demokratis dan Terbuka
Selasa, 05 Juli 2022 - 06:51 WIB
JAKARTA-- Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (Hikmahbudhi) memandang Polri saat ini kian humanis. Khususnya dalam mengawal mahasiswa saat berunjuk rasa.
"Dalam mengawal penyampaian pendapat di muka umum, menurut saya mereka sudah humanis. Seperti saat aksi mahasiswa besar-besaran di DPR beberapa bulan lalu," kata Ketua Umum PP Hikmahbudhi, Wiryawan, Selasa (5/7).
Wiryawan mengungkit aksi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang naik ke atas mobil komando dan ikut berorasi di tengah mahasiswa. Menurutnya hal itu menunjukkan Polri bersikap terbuka terhadap aspirasi mahasiswa dan menjunjung demokrasi.
"Kan Bapak Kapolri juga turun langsung. Ini baru pertama kali ada Kapolri naik ke mobil komando massa. Saya pikir keterbukaan dan demokrasi Polri terhadap mahasiswa, kami rasakan di zaman beliau," ujarnya.
Ia lalu menyampaikan mulai ada perbaikan di Polri dalam hal kinerja. Terkait momen HUT Bhayangkara ke-76, Polri disebut sudah mulai kembali ke jalur yang profesional. "Saat ini Polri mulai on the track meski belum sempurna. Jadi prediktif, responsibilitas, transparansi, berkeadilan. Saya pikir perlu dipertahankan," ungkap Wiryawan.
Pernyataan itu, kata Wiryawan, didasari banyaknya kabar oknum polisi yang dipecat usai melakukan pelanggaran. Wiryawan menyebut Polri kini terbuka terkait perilaku menyimpang anggotanya, dan sanksi terhadap oknum.
"Banyak masalah di internal Polri yang saat ini diselesaikan atau dalam proses penyelesaian, baik disiplin anggota maupun penegakan hukum lainnya. Pengamatan saya, banyaknya kasus yang diungkap atau muncul di internal Polri memang dari transparan dan tegaknya penindakan yang dilakukan Polri sendiri," tandasnya.
"Kita lihat banyak kasus-kasus anggota yang melakukan tindakan di luar aturan banyak yang dipecat, dicopot," sambung Wiryawan.
Wiryawan menilai Jenderal Sigit tak menutup mata soal masih banyaknya anggota Polri yang menyimpang dari aturan. Karenanya Hikmahbudhi mendukung Sigit menindak tegas para oknum.
"Proses pendisiplinan anggota ini yang paling penting di Polri, karena bukan tidak menutup mata, Bapak Kapolri tahu banyak anggotanya yang nakal baik di tingkat polres, polda. Penindakan anggota penting dilakukan agar ada efek jera," jelasnya.
Pihaknya pun menyambut baik metode penyelesaian kasus yang tak melulu berakhir represif. Restorative justice, kata dia membuka ruang diskusi antarkedua belah pihak yang berperkara.
"Polri juga banyak menyelesaikan kasus dengan mengedepankan restorative justice, jadi ruang diskusi itu dibuka, bukan murni hanya penegakan hukum saja yang ditonjolkan. Tidak semua masalah diselesaikan dengan jalur pengadilan. Banyak sekali mediasi-mediasi yang dilakukan pihak jajaran polres maupun polda untuk menyelesaikan persoalan," papar dia.
Wiryawan lalu menyebut Polri memberikan kontribusi maksimal dalam penanganan pandemi Covid-19, yakni melalui akselerasi vaksinasi hingga tingkat desa, bersama TNI.
"Kontribusi Polri saat ini sudah maksimal, yang dilakukannya bersama TNI seperti vaksinasi massal hingga booster massal. Kalau tidak ada Polri dan TNI mungkin 'massal'-nya tidak ada. Mungkin jadinya vaksinasi biasa yang hanya dihadiri beberapa orang," katanya.
"Tapi ini Polri bekerja maksimal dengan strukturnya yang sampai ke tingkat desa, hingga vaksinasi Covid, pembagian sembako yang tak kalah penting saat negara hampir collapse karena pandemi, Polri berani digaris paling depan dan upayanya semua orang harus apresiasi itu," lanjut Wiryawan.
Wiryawan mengatakan, upaya Polri menggencarkan vaksinasi tak bisa dipungkiri dan patut diapresiasi. Dia menilai meratanya akselerasi vaksinasi tak lepas dari sosok Listyo Sigit yang ingin jajarannya bekerja secara kolektif.
"Tidak hanya kelompok mahasiswa, tapi saya pikir semua kelompok masyarakat harus mengapresiasi Polri terlepas dari masih banyaknya kekurangan, itu kan hal yang wajar. Kapolri sekarang ini, saya melihat, dia ingin jajarannya bekerja kolektif," papar Wiryawan.
"Ketika beliau bekerja di pusat melakukan misalnya vaksinasi dengan kelompok mahasiswa, daerahnya pun diajak. Kapolda, kapolres pun diajak melakukan hal yang sama. Ini sisi positif menurut saya, ketika ada sinkronisasi gerakan Polri di pusat kemudian diikuti oleh daerah di tingkat daerah, polres hingga polsek," imbuhnya.
Walau begitu, Wiryawan menagih perkembangan kasus kasus meme stupa Candi Borobudur yang diedit mirip Presiden Joko Widodo. Dia berharap polisi segera menetapkan tersangka di kasus tersebut.
"DariHikmahbudhi sendiri, saat ini kami sedang mengawalkasusnya RoySuryo kan di Polda Metro Jaya. Secara prinsip kami dukung upaya dan langkah yang dilakukan Polri, karena ini akan menjadi efek domino ke depan, orang akan lebih berhati-hati lagi kalau bermain di lingkup agama," tegas dia.
"Ini penting sekali, hukum ditegakkan untuk menjadi contoh ke depan bagi pihak-pihak yang tak bertanggung jawab, supaya tidak melakukan hal serupa," sambungnya.
Wiryawan selanjutnya menyinggung soal cepatnya proses hukum di kasus dugaan penistaan agama promosi minuman beralkohol yang menjerat petinggi serta karyawan kafe Holywings. Menurutnya, kasus meme stupa terkesan berjalan lambat karena tekanan publik lebih sedikit dibanding kasus Holywings.
"Itu yang saat ini paling kami soroti. Tapi penanganannya ada perbedaan dengan kasus Holywings. Ini kan persoalannya agak-agak mirip, soal agama. Mungkin yang membedakan karena porsi tekanan publiknya, mungkin karena masalah meme stupa tekanan publiknya sedikit, ini yang menyebabkan penanganan kasusnya lambat. Tapi Polri tidak harus mengacu pada tekanan publik seharusnya," tutur Wiryawan.
"Proses penegakan hukum ini mestinya tidak harus berdasarkan tekanan publik. ketika memang delik pidana sudah ada dan terang saya pikir proses hukumnya akan sama saja. Kapan mau ditetapkan tersangka? Kan sudah dipanggil saksi juga, dari kita sudah dimintai keterangan. Sementara Holywings yang hanya beberapa hari sudah ada tersangka. Proses penegakan hukum jangan karena tekanan publik yang ada. Tapi kalau sudah ada delik pidananya sudah kuat, apa yang ditakutkan polisi?," tandasnya.
"Dalam mengawal penyampaian pendapat di muka umum, menurut saya mereka sudah humanis. Seperti saat aksi mahasiswa besar-besaran di DPR beberapa bulan lalu," kata Ketua Umum PP Hikmahbudhi, Wiryawan, Selasa (5/7).
Wiryawan mengungkit aksi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang naik ke atas mobil komando dan ikut berorasi di tengah mahasiswa. Menurutnya hal itu menunjukkan Polri bersikap terbuka terhadap aspirasi mahasiswa dan menjunjung demokrasi.
"Kan Bapak Kapolri juga turun langsung. Ini baru pertama kali ada Kapolri naik ke mobil komando massa. Saya pikir keterbukaan dan demokrasi Polri terhadap mahasiswa, kami rasakan di zaman beliau," ujarnya.
Ia lalu menyampaikan mulai ada perbaikan di Polri dalam hal kinerja. Terkait momen HUT Bhayangkara ke-76, Polri disebut sudah mulai kembali ke jalur yang profesional. "Saat ini Polri mulai on the track meski belum sempurna. Jadi prediktif, responsibilitas, transparansi, berkeadilan. Saya pikir perlu dipertahankan," ungkap Wiryawan.
Pernyataan itu, kata Wiryawan, didasari banyaknya kabar oknum polisi yang dipecat usai melakukan pelanggaran. Wiryawan menyebut Polri kini terbuka terkait perilaku menyimpang anggotanya, dan sanksi terhadap oknum.
"Banyak masalah di internal Polri yang saat ini diselesaikan atau dalam proses penyelesaian, baik disiplin anggota maupun penegakan hukum lainnya. Pengamatan saya, banyaknya kasus yang diungkap atau muncul di internal Polri memang dari transparan dan tegaknya penindakan yang dilakukan Polri sendiri," tandasnya.
"Kita lihat banyak kasus-kasus anggota yang melakukan tindakan di luar aturan banyak yang dipecat, dicopot," sambung Wiryawan.
Wiryawan menilai Jenderal Sigit tak menutup mata soal masih banyaknya anggota Polri yang menyimpang dari aturan. Karenanya Hikmahbudhi mendukung Sigit menindak tegas para oknum.
"Proses pendisiplinan anggota ini yang paling penting di Polri, karena bukan tidak menutup mata, Bapak Kapolri tahu banyak anggotanya yang nakal baik di tingkat polres, polda. Penindakan anggota penting dilakukan agar ada efek jera," jelasnya.
Pihaknya pun menyambut baik metode penyelesaian kasus yang tak melulu berakhir represif. Restorative justice, kata dia membuka ruang diskusi antarkedua belah pihak yang berperkara.
"Polri juga banyak menyelesaikan kasus dengan mengedepankan restorative justice, jadi ruang diskusi itu dibuka, bukan murni hanya penegakan hukum saja yang ditonjolkan. Tidak semua masalah diselesaikan dengan jalur pengadilan. Banyak sekali mediasi-mediasi yang dilakukan pihak jajaran polres maupun polda untuk menyelesaikan persoalan," papar dia.
Wiryawan lalu menyebut Polri memberikan kontribusi maksimal dalam penanganan pandemi Covid-19, yakni melalui akselerasi vaksinasi hingga tingkat desa, bersama TNI.
"Kontribusi Polri saat ini sudah maksimal, yang dilakukannya bersama TNI seperti vaksinasi massal hingga booster massal. Kalau tidak ada Polri dan TNI mungkin 'massal'-nya tidak ada. Mungkin jadinya vaksinasi biasa yang hanya dihadiri beberapa orang," katanya.
"Tapi ini Polri bekerja maksimal dengan strukturnya yang sampai ke tingkat desa, hingga vaksinasi Covid, pembagian sembako yang tak kalah penting saat negara hampir collapse karena pandemi, Polri berani digaris paling depan dan upayanya semua orang harus apresiasi itu," lanjut Wiryawan.
Wiryawan mengatakan, upaya Polri menggencarkan vaksinasi tak bisa dipungkiri dan patut diapresiasi. Dia menilai meratanya akselerasi vaksinasi tak lepas dari sosok Listyo Sigit yang ingin jajarannya bekerja secara kolektif.
"Tidak hanya kelompok mahasiswa, tapi saya pikir semua kelompok masyarakat harus mengapresiasi Polri terlepas dari masih banyaknya kekurangan, itu kan hal yang wajar. Kapolri sekarang ini, saya melihat, dia ingin jajarannya bekerja kolektif," papar Wiryawan.
"Ketika beliau bekerja di pusat melakukan misalnya vaksinasi dengan kelompok mahasiswa, daerahnya pun diajak. Kapolda, kapolres pun diajak melakukan hal yang sama. Ini sisi positif menurut saya, ketika ada sinkronisasi gerakan Polri di pusat kemudian diikuti oleh daerah di tingkat daerah, polres hingga polsek," imbuhnya.
Walau begitu, Wiryawan menagih perkembangan kasus kasus meme stupa Candi Borobudur yang diedit mirip Presiden Joko Widodo. Dia berharap polisi segera menetapkan tersangka di kasus tersebut.
"DariHikmahbudhi sendiri, saat ini kami sedang mengawalkasusnya RoySuryo kan di Polda Metro Jaya. Secara prinsip kami dukung upaya dan langkah yang dilakukan Polri, karena ini akan menjadi efek domino ke depan, orang akan lebih berhati-hati lagi kalau bermain di lingkup agama," tegas dia.
"Ini penting sekali, hukum ditegakkan untuk menjadi contoh ke depan bagi pihak-pihak yang tak bertanggung jawab, supaya tidak melakukan hal serupa," sambungnya.
Wiryawan selanjutnya menyinggung soal cepatnya proses hukum di kasus dugaan penistaan agama promosi minuman beralkohol yang menjerat petinggi serta karyawan kafe Holywings. Menurutnya, kasus meme stupa terkesan berjalan lambat karena tekanan publik lebih sedikit dibanding kasus Holywings.
"Itu yang saat ini paling kami soroti. Tapi penanganannya ada perbedaan dengan kasus Holywings. Ini kan persoalannya agak-agak mirip, soal agama. Mungkin yang membedakan karena porsi tekanan publiknya, mungkin karena masalah meme stupa tekanan publiknya sedikit, ini yang menyebabkan penanganan kasusnya lambat. Tapi Polri tidak harus mengacu pada tekanan publik seharusnya," tutur Wiryawan.
"Proses penegakan hukum ini mestinya tidak harus berdasarkan tekanan publik. ketika memang delik pidana sudah ada dan terang saya pikir proses hukumnya akan sama saja. Kapan mau ditetapkan tersangka? Kan sudah dipanggil saksi juga, dari kita sudah dimintai keterangan. Sementara Holywings yang hanya beberapa hari sudah ada tersangka. Proses penegakan hukum jangan karena tekanan publik yang ada. Tapi kalau sudah ada delik pidananya sudah kuat, apa yang ditakutkan polisi?," tandasnya.
(sra)